Unduh PDF Unduh PDF

Istilah “ego pria” telah banyak dilemparkan dalam wacana populer, sering kali tanpa definisi yang jelas. Untuk memahami bagaimana ego pria membentuk perilaku dan pikiran mereka, kita harus memperhatikan cara pembentukannya secara sosial. Dengan kata lain, kebanyakan dari yang kita anggap sebagai “ego pria” berdasarkan pada asumsi lama dan stereotip tentang maskulinitas dan kejantanan yang memiliki makna sosial dan sebagian besar telah terintegrasi dalam diri kebanyakan pria secara tidak sadar.

Bagian 1
Bagian 1 dari 3:

Memahami Hubungan antara Diri Pribadi dan Masyarakat

Unduh PDF
  1. Dari studi psikolog dan psikoterapis di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, ego dapat diartikan sebagai diri pribadi. Dalam bahasa Latin, “ego” berarti “aku”. [1] Ego adalah bagian dari pikiran yang bertanggung jawab untuk berperan sebagai “mediator” antara kekuatan dan dorongan superego (diri kita yang sadar dan ideal) dan id (bagian yang bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan dasar). Ego beroperasi dalam realitas, dan juga bertanggung jawab sebagai perantara kebutuhan kita dan cara memenuhinya dalam lingkungan kita sendiri. Ego menjaga hubungan dengan orang lain, mendamaikan dorongan id dan superego dengan dunia luar. Banyak psikolog memiliki teori ego sendiri yang didasarkan pada penjelasan Sigmund Freud tentang ego. [2]
    • Dengan kata lain, ego pria bukan hanya refleksi dari diri pribadi, tetapi juga definisi budaya tentang maskulinitas dan gagasan tentang bagaimana pria seharusnya berpikir dan bertindak. Oleh karena itu, identitas pria dibentuk oleh pengaruh sosial. Bagaimanapun juga, manusia adalah makhluk sosial. [3]
  2. Dalam upaya memahami ego pria, kita harus memahami bahwa peran gender berkembang dan berfungsi dalam masyarakat. Peran gender membentuk cara orang berpikir dan berperilaku. Peran gender adalah serangkaian keyakinan dan tindakan yang berkembang dalam konteks budaya spesifik dan diasosiasikan dengan jenis kelamin tertentu (pria atau wanita). Peran tersebut membantu membedakan antara kedua jenis kelamin sehingga ada perbedaan dalam cara memandang pria dan wanita. Dengan memiliki peran gender spesifik tersebut, beberapa individu dapat berfungsi lebih baik dalam konteks sosial tertentu sementara yang lain kesulitan. [4]
    • Untuk memahami ego pria, Anda harus memahami bahwa masyarakat membentuk harapan pria tentang diri mereka sendiri. Ini penting karena banyak pria telah mengembangkan cara-cara menghadapi tuntutan sosial tersebut. Dalam banyak kasus, pria bahkan tidak menyadari bagaimana pengaruh masyarakat atas diri mereka. Misalnya, sebagian besar pria tidak benar-benar mengetahui bagaimana mereka bisa menjadi penggemar olahraga atau berpikir bahwa biru, hijau, dan abu-abu adalah warna laki-laki sementara merah muda dan ungu adalah warna perempuan.
  3. Ego pria didorong oleh pengakuan, perhatian, dan tindakan. Pria diasumsikan sebagai makhluk lebih aktif yang melakukan hal-hal penting (seperti pemimpin politik, tentara, ilmuwan, dsb.) dan yang berhak mendapat perhatian dari orang lain. Dalam visi ego pria ini, pria didorong oleh kekuatan fisik, gairah seks, dan biologi evolusioner sebagai pesaing untuk mendapat perhatian wanita untuk menjadi kompetitif, berupaya mencapai kehebatan dan kekuasaan, dan untuk tidak menunjukkan emosi serta kelemahan. [5] [6]
    • Misalnya, dalam kebanyakan masyarakat, peran gender pria biasanya dipahami dan digambarkan sebagai pihak aktif, berlawanan dengan pasif. Pria bersifat berani, kuat, kompetitif, mandiri, dan stabil (berkebalikan dengan wanita yang pasif, emosional, lemah, dan lebih berorientasi kepada sosial). Contoh lain, para pria diharapkan tidak menunjukkan emosi. Masih ingat dengan ungkapan “laki-laki tidak boleh menangis”? Pria harus jantan dan kuat ketika menghadapi masalah pribadi, seperti kehilangan, duka, dan kesedihan. [7] [8]
  4. Banyak pria merasakan konflik bila menjadi tipe pria tertentu. Misalnya, bagaimana dengan pria yang tidak tertarik pada wanita ketika heteroseksualitas masih dianggap sebagai norma dalam masyarakat saat ini? Atau, bagaimana dengan pria yang menyukai pedikur dan perawatan wajah, hal yang dianggap sebagai kebiasaan “perempuan” atau feminin?
    • Penting untuk diketahui bagaimana perasaan dan respons pria terhadap harapan sosial tentang bagaimana “seharusnya” pria bersikap dan berpikir karena setiap pria itu berbeda.
    Iklan
Bagian 2
Bagian 2 dari 3:

Menangani Ego Pria

Unduh PDF
  1. Semua pria dan wanita memiliki emosi walaupun cara menunjukkannya berbeda. Pria yang tidak menunjukkan banyak emosi tetap memiliki emosi, tetapi pengondisian sosial yang mereka pelajari telah mengajarkan mereka untuk tidak menunjukkan banyak emosi atau tidak menunjukkan apa-apa sama sekali. [9]
    • Inilah mengapa pasangan Anda mungkin tetap bersikap tabah ketika seseorang yang penting baginya meninggal.
    • Karena menunjukkan kemarahan lebih bisa diterima, dalam situasi yang menyedihkan, pria kemungkinan justru akan marah. [10]
    • Jika pasangan Anda menunjukkan reaksi yang membingungkan, ingatlah pengondisian sosial ini untuk memahami reaksinya. Dia memiliki emosi, tetapi dia telah diajari untuk tidak menunjukkannya karena itu dianggap sebagai tanda kelemahan.
  2. Pria biasanya diajari untuk menekan emosi, sementara hal itu tidak selalu merupakan cara paling produktif untuk menghadapi emosi. Menekan emosi dapat memutuskan koneksi antara emosi dan pikiran. Ini berarti bahwa pria mungkin tidak mengetahui bagaimana perasaan mereka sebenarnya. Pria harus belajar mengekspresikan emosi karena menekannya akan menimbulkan efek fisik dan psikologis. [11]
    • Karena menekan emosi, pasangan Anda mungkin tidak bisa mendiskusikan perasaannya. Jika dia bersedia untuk belajar mengekspresikan emosi dengan Anda, Anda harus tahu bahwa ini akan membutuhkan waktu dan latihan.
    • Sadari bahwa menekan emosi tidak hanya sifat pria. Wanita juga bisa menekan emosi. Wanita juga harus belajar mengekspresikan emosi dengan cara produktif. Hanya karena wanita dianggap lebih mampu mengekspresikan emosi, bukan berarti itu selalu benar. Manusia tidak lahir dengan pengetahuan untuk mengekspresikan emosi dengan cara yang produktif dan efisien. Mengekspresikan emosi adalah kemampuan yang harus dipelajari, baik bagi pria maupun wanita. [12]
  3. Tidak seperti ungkapan lama, pria tidak berasal dari Mars dan wanita tidak berasal dari Venus. Pria dan wanita sebenarnya lebih mirip daripada yang bersedia diakui kebanyakan orang. Faktanya, banyak ilmuwan saat ini lebih menyukai diskusi perbedaan gender dalam kontinum kemungkinan yang luas, berkebalikan dengan perbedaan tegas antara dua hal yang sudah jelas. [13]
    • Di sini penting sekali untuk tidak membuat asumsi tentang pria dan mengantisipasi perilaku mereka sesuai dengan peran dan ekspresi gender yang biasanya diharapkan. Jangan berasumsi bahwa seorang pria menyukai olahraga, atau bahwa dia menyukai bir dan membenci “film wanita” yang merupakan stereotip umum tentang pria. Sebaliknya, kenalilah pasangan Anda sebagai individu, jangan berdasarkan pengetahuan Anda tentang pria secara umum. Bagaimanapun juga, pasangan Anda adalah manusia yang sama seperti Anda dan dia memiliki pikiran, perasaan, dan keyakinannya sendiri.
  4. Cobalah memahami latar belakang pasangan Anda bila dia melakukan sesuatu yang mengejutkan atau menjengkelkan Anda. Wanita juga sering merasakan tekanan untuk memenuhi peran preskriptif tentang cara bersikap dan menjadi feminin. Daripada menyerah, mungkin sebaiknya Anda menunjukkan empati dan pengertian. Dalam beberapa kasus, para pria tidak bermaksud tunduk pada ego, tetapi itu terjadi begitu saja karena cara mereka bersikap telah dikondisikan secara sosial.
    • Misalnya, jika seorang pria menyela percakapan untuk mengatakan bahwa menurutnya olahraga wanita profesional tidak layak ditonton, jangan hanya menyalahkan komentarnya itu karena didorong ego pria. Cobalah memahami bahwa dia tinggal di dunia yang memang TIDAK menghargai olahraga wanita sebesar penghargaan pada olahraga pria. Dalam banyak hal, sikap seperti ini sebenarnya tidak mengejutkan, baik pria maupun wanita telah diajari oleh masyarakat bahwa olahraga pria profesional lebih penting daripada olahraga wanita. Masalahnya mungkin bukan pada pria sebagai individu, tetapi masyarakat secara keseluruhan dan pandangannya terhadap pria, wanita, dan peran gender. [14]
    • Empati bisa menjadi langkah penting dalam upaya transformasi. Begitu Anda berempati bahwa perilaku pria dipengaruhi oleh harapan dan norma sosial, Anda bisa mulai membuka diskusi untuk menantang proses itu. Misalnya, Anda dapat memulai pembicaraan tentang mengapa kita tidak menghargai atlet wanita sebesar kita menghargai atlet pria dalam cabang-cabang olahraga besar. Petunjuk sosial apa yang telah membuat kita berpikir bahwa olahraga wanita tidak dipandang cukup penting, seperti liputan berita, gaji, dan lain-lain?
    • Empati juga dapat dilakukan dengan mengecek reaksi pertama Anda ketika pacar, ayah, atau teman dan kerabat pria lain tidak bersikap sesuai stereotip gender. Misalnya, jika seorang pria mengatakan bahwa dia sangat senang menonton balet, insting Anda berdasarkan norma gender konvensional mungkin menganggap hal itu agak “feminin” dan tidak begitu jantan. Sebaiknya Anda mengecek reaksi tersebut dan ingat bahwa Anda pun mungkin menjadi bagian masalah dalam memvalidasi ego pria.
  5. Studi menunjukkan bahwa baik pria maupun wanita menggunakan humor sebagai cara merumitkan identitas sebagai pria dan wanita, serta bereksperimen dengan batasan di antara keduanya. [15] Namun, yang menarik adalah bagaimana humor berfungsi untuk pria dan wanita dalam membenarkan peran gender mereka dalam masyarakat. Walaupun beberapa pria mungkin lebih menyukai lelucon yang menguatkan stereotip gender tradisional, seperti lelucon yang memosisikan wanita sebagai pihak yang inferior, sebagian pria lain mungkin sebaliknya menantang stereotip tersebut dengan mengejek bagaimana pria menganggap diri mereka secara tradisional sebagai pihak yang superior. Cara seorang pria membuat lelucon tentang maskulinitas dan stereotip konvensional yang berlaku untuk pria dan wanita dalam budayanya dapat mengungkapkan banyak tentang kepribadian dan kesediaannya mengikuti stereotip itu, yang menurut penelitian ilmiah terbaru kebanyakan telah ketinggalan zaman. [16]
    • Jika dia banyak melontarkan lelucon merendahkan wanita dan menggambarkan pria sebagai pihak superior, Anda akan sulit meruntuhkan ego pria yang melekat di dirinya. Langkah pertama adalah berdiskusi sungguh-sungguh tentang ketidaklucuan lelucon seperti itu dan menanyakan mengapa dia melontarkannya. Harapannya adalah dia akan menyadari bahwa lelucon tersebut tidak lucu dan dia hanya melakukannya karena semua orang juga melakukannya. Jika Anda bisa membuat pria menyadari perilakunya dan memperhatikan apa yang dia lakukan dengan motif yang hampir tidak sadar, Anda mungkin dapat membantunya untuk lebih menyadari apa yang dia katakan dan lakukan.
  6. Semakin dekat Anda dengan seorang pria, semakin besar kemungkinan Anda untuk memisahkan dirinya pribadi dari harapan sosial yang diberikan kepadanya. Akan tetapi, Anda harus ingat bahwa ini membutuhkan waktu karena kebanyakan pria tidak akan bersedia terbuka begitu saja. Seperti sebagian besar hubungan, baik hubungan cinta maupun pertemanan, kedekatan membutuhkan waktu. Akan tetapi, seiring perkembangan hubungan dan Anda berdua mulai mendiskusikan topik-topik yang lebih dalam tentang minat dan cara pandang terhadap dunia, dia mungkin dapat melepaskan skenario gender tersebut.
    • Bicaralah dan kenali diri masing-masing. Ceritakan detail-detail pribadi tentang masa lalu Anda, cerita yang mengungkapkan siapa diri Anda, bagaimana Anda tumbuh besar, dan apa saja yang membentuk diri Anda hingga seperti sekarang. Mintalah dia untuk melakukan hal yang sama, mungkin Anda akan terkejut dengan kejujuran dan bagaimana lapisan-lapisan ego prianya yang jantan lambat laun mulai pudar dan mengungkapkan dirinya yang sebenarnya. Mungkin dia akan mengaku bahwa dia menangis ketika menonton Ayat-Ayat Cinta atau membenci liga olahraga, dua hal yang secara tradisional tidak diasosiasikan dengan maskulinitas.
    • Dengan kata lain, setelah dia merasa lebih percaya dan terbuka dengan Anda, dia mungkin akan lebih terus terang tentang ambivalensinya dalam berbagai aspek peran gender yang harus diterapkannya. Keterusterangan ini berperan sebagai sarana lain untuk mewujudkan komunikasi yang lebih dekat.
    Iklan
Bagian 3
Bagian 3 dari 3:

Memahami Diri Anda sebagai Pria

Unduh PDF
  1. Tekanan peran gender adalah stres dan kecemasan yang berkaitan dengan peran gender bila peran tersebut tidak dapat dipenuhi dengan memadai atau dengan pantas. Ada tiga jenis tekanan utama: [17]
    • Tekanan Ketidaksesuaian . Ini terjadi ketika seorang pria gagal mematuhi norma gender tipikal. Misalnya, seorang pria sedang mengalami depresi dan memutuskan untuk mencari bantuan. Ini adalah ketidaksesuaian dengan gagasan bahwa “pria harus kuat”.
    • Tekanan Trauma . Ini terjadi ketika seorang pria mengalami peristiwa hidup traumatis selama proses sosial untuk menjadi pria yang sebenarnya. Misalnya, seorang pria yang mengalami depresi yang sebagian berkaitan dengan ayahnya yang jantan dan sangat keras dan mengajarkan bahwa “laki-laki tidak boleh menangis”.
    • Tekanan Disfungsi . Ini terjadi ketika seorang pria memenuhi peran gender yang berbahaya atau menimbulkan kerusakan. Misalnya, jika seorang pria tidak mencari perawatan untuk depresinya berdasarkan gagasan bahwa pria tidak membutuhkan bantuan, depresinya cenderung akan terus berlanjut dan mungkin akan semakin parah.
  2. Sebagai seorang pria, Anda mungkin berada di bawah tekanan untuk mematuhi gagasan ideal tentang maskulinitas. Film, TV, majalah, dan bahkan orang-orang di sekitar Anda memberi petunjuk seperti apa Anda harus bersikap sebagai pria. Akan tetapi, apa yang terjadi bila diri Anda tidak sesuai dengan harapan itu? Apa hubungan ketidakmampuan untuk memenuhi kualifikasi ini dengan siapa diri Anda sebenarnya? Harapan sosial tentang cara menjadi seorang pria bisa sangat berbahaya dan melemahkan penghargaan diri dan citra diri Anda. [18] Dalam beberapa kasus, efek berbahaya ini bahkan semakin buruk. Beberapa pria mencoba mengatasi stres dengan kebiasaan tidak sehat, seperti penyalahgunaan zat-zat terlarang, lari dari kenyataan, dan terlibat dalam kejahatan. [19]
    • Misalnya, kelainan makan telah semakin lazim di kalangan pria karena tekanan sosial bahwa pria harus memiliki tubuh yang bugar, atletis, dan kencang. Pria yang tidak memiliki tipe tubuh “sempurna” ini memiliki rasa penghargaan diri yang rendah dan pada gilirannya menghukum tubuhnya karena tidak sempurna. [20]
    • Perhatikan bahwa karena mengandalkan diri sendiri adalah bagian dari ego pria, para pria sering kali tidak mencari bantuan yang sebenarnya dibutuhkan. [21]
  3. Karena harapan sosial untuk pria sangat tinggi, pria harus mencari cara untuk mengatasi tekanan itu. Kebanyakan pria mengatasi harapan sosial dan tekanan peran gender dengan salah satu dari tiga cara berikut: [22]
    • Mengubah diri untuk memenuhi harapan sosial . Mengubah identitas diri bukanlah hal mudah, dan dalam banyak kasus, pria melakukannya untuk mendapatkan manfaat memenuhi harapan sosial. Bagi pria, manfaat ini besar sekali, antara lain penerimaan dari pria lain, peningkatan penghargaan diri, dan kenaikan status sosial.
    • Menolak harapan sosial . Dalam kasus ini, pria yang tidak mematuhi tekanan sosial bisa mengalami konsekuensi negatif, seperti penolakan dari pria lain, penurunan status, dan kemungkinan hubungan sosial dan asmara yang lebih kecil. Karena alasan itu, kebanyakan pria tidak memilih opsi ini dan sebaliknya merasa lebih mudah untuk berusaha mematuhi norma gender tradisional dan kemudian mengatasi tekanan ketidaksesuaian (yang tidak selalu dengan cara sehat).
    • Mengubah harapan sosial . Walaupun ini adalah pilihan ideal dan merupakan tindakan yang dapat membuat perbedaan positif dalam masyarakat, langkah ini juga sulit. Norma gender sudah berurat akar dalam masyarakat dan mengubahnya bukanlah pekerjaan mudah. Akan tetapi, di masa lalu telah ada kesuksesan seperti yang ditunjukkan oleh tumbuhnya penerimaan terhadap homoseksualitas dan individu transgender.
  4. Secara umum, pria memiliki sedikit pilihan yang berkaitan dengan ekspresi gender. Pilihannya sedikit dan beberapa yang diuraikan di atas juga tidak terdengar menarik bagi kebanyakan pria. Akan tetapi, satu hal yang dapat dilakukan pria untuk menghadapi harapan sosial adalah membangun kekuatan dari sosialisasi gender tersebut. Beberapa kualitas ego pria yang dapat menimbulkan kesulitan bagi pria juga dapat menjadi kesempatan dan kekuatan.
    • Misalnya, dalam situasi krisis atau darurat dan dalam jenis pekerjaan tertentu, kemampuan untuk “tetap tenang” dan “berkepala dingin” memiliki nilai yang tinggi. Kemampuan seperti itu sangat berguna dalam pekerjaan seperti perawat IGD hingga pemimpin perusahaan besar. Itu juga kemampuan berharga dalam hidup yang membantu merawat dan mendukung orang lain seperti orang tua, teman-teman, dan anggota masyarakat. [23]
    • Tantangan utama di sini adalah untuk menghargai pengetahuan dan keterampilan yang tidak terpisahkan dari ego pria namun tidak menjadikannya sebagai cara tunggal untuk bertindak. Misalnya, walaupun kemampuan untuk tetap tenang dan tidak membiarkan emosi mengambil alih kendali diri sangat berguna, dalam situasi lain, emosi tersebut juga penting untuk ditunjukkan dan diekspresikan. Jadi, usahakan menerima beberapa kekuatan peran gender pria tanpa tunduk sepenuhnya atau tanpa kritik sama sekali. [24]
  5. Ingatlah bahwa identitas gender dapat menyesuaikan dengan apa yang Anda inginkan. ANDA bisa memilih. Mungkin Anda ingin mengambil beberapa aspek tertentu yang telah dibentuk oleh masyarakat tentang maskulinitas dan menolak bagian lain, mungkin Anda akan terus mencintai olahraga dan memakai celana (namun tidak memakai gaun), tetapi Anda juga bisa memilih untuk menjadi suami yang tinggal di rumah untuk mengurus keluarga (posisi yang umumnya diasumsikan harus diambil oleh wanita dalam hubungan rumah tangga).
    • Anda tumbuh besar dan terjerat dalam masyarakat tempat Anda hidup. Walaupun Anda memosisikan sebagian besar dari aspek diri Anda berdasarkan pengaruh sosial itu, Anda tidak perlu memulai dari nol. Bahkan, pada dasarnya hal itu mustahil karena gagasan tentang peran gender sudah tertanam dalam di semua aspek masyarakat.
    • Meskipun demikian, pengetahuan lebih tentang peran gender sebagai hasil dari konstruksi sosial dapat membuat Anda lebih menyadari pikiran dan perilaku Anda sendiri. Anda dapat menerapkan aspek-aspek ego pria yang menurut Anda dapat meningkatkan kualitas diri (seperti berfokus pada tujuan atau kepemimpinan), dan mengabaikan ego pria yang membahayakan kenyamanan hidup Anda dan juga orang lain, seperti kebutuhan untuk mendominasi orang lain atau menganggap emosi sebagai kelemahan.
  6. Jika Anda merasa tekanan antara apa yang diharapkan masyarakat dari diri Anda dan siapa diri Anda sebenarnya sudah terlalu berat dan mulai menimbulkan efek merugikan pada kesejahteraan hidup, Anda harus mencari seorang konselor. Konselor dapat membantu mengatasi masalah yang mengganggu Anda, dan mungkin dapat membantu Anda untuk menjalani hidup yang lebih bahagia.
    Iklan

Tentang wikiHow ini

Halaman ini telah diakses sebanyak 36.754 kali.

Apakah artikel ini membantu Anda?

Iklan