Unduh PDF Unduh PDF

Merasa marah setelah disakiti, ditolak, diperlakukan tidak adil, atau sedang berusaha mengatasi stres adalah hal yang natural. Meski ada cara-cara konstruktif untuk mengatasi amarah , Anda mungkin bereaksi dengan segera, baik secara kasar atau gresif. Kemarahan yang tidak terkontrol dan menyebabkan siksaan fisik serta verbal bisa merusak kehidupan, hubungan, pekerjaan, dan kesehatan diri secara umum. Untungnya, ada beberapa cara untuk menangani kemarahan tanpa merugikan orang lain. Periksa kehidupan, masa lalu, dan pola-pola emosi Anda untuk mendapatkan masukan serta motivasi mengapa Anda bisa sangat begitu marah. [1]

Bagian 1
Bagian 1 dari 3:

Mengatasi Kemarahan Segera

Unduh PDF
  1. Perhatikan tanda-tanda peringatan bahwa Anda sedang marah dan mungkin akan mengeluarkan emosi dalam cara yang tidak terkontrol. Perhatikan detak jantung yang meningkat atau sangat cepat. Anda mungkin juga mengepalkan tangan, mengencangkan gigi, atau menegangkan leher dan bahu. Semua orang merespons kemarahan dalam cara yang berbeda, jadi perhatikan tanda-tanda unik pada diri sendiri.
    • Saat Anda menyadari tanda-tanda fisik yang menunjukkan kemarahan, cobalah menenangkan diri dan buat ruangan mental untuk merespons secara tenang. Dengan begini, Anda akan terbantu untuk tidak bereaksi dan mungkin menyakiti orang lain. [2]
  2. Hentikan diri sendiri segera setelah Anda menyadari adanya tanda-tanda kemarahan. Ini penting agar Anda terbantu kembali menguasai reaksi-reaksi emosional. Perhatikan pikiran-pikiran penuh kemarahan yang mulai melewati kepala dan tanda-tanda fisiknya. Begitu Anda menyadari peningkatan pernapasan atau adrenalin, hentikan apa pun yang sedang Anda lakukan. [3]
    • Jika Anda sedang berinteraksi dengan seseorang, cobalah menjauhinya. Ucapkan sesuatu seperti, "Permisi, aku harus menjauh sebentar". Bila Anda sedang berdebat, yakinkan lawan bicara bahwa Anda akan kembali nanti, dengan mengatakan sesuatu seperti, "Aku kesulitan berfokus saat ini. Aku ingin beristirahat selama 15 menit dan melanjutkan diskusi ketika aku sudah lebih tenang".
    • Stop adalah langkah pertama dalam singkatan STOP. Kepanjangannya adalah Stop, Take a breath (tarik napas), Observe (amati), dan Proceed with awareness (lanjutkan dengan tetap waspada). Teknik manajemen kemarahan ini membantu Anda untuk kembali mengontrol diri dan menyadari saat emosi menguasai. [4]
  3. Tariklah napas dalam-dalam, hirup udara ke dalam perut melalui hidung, kemudian keluarkan perlahan melalui mulut hingga detak jantung memelan. Tarik sebanyak mungkin napas untuk menenangkan diri. Perhatikan diri sendiri, tubuh, dan lingkungan sekitar. Pastikan Anda sadar akan diri sendiri dan dunia. Amati diri Anda saat ini dan kemarahannya. Car tahu alasan kemarahan tersebut. [5]
    • Sebagai contoh, Anda mungkin sadar bahwa tangan Anda mengepal saat marah. Buka dan tutuplah tangan tersebut beberapa kali. Perhatikan keadaan sekitar untuk menenangkan diri.
    • Meluangkan waktu untuk bernapas akan membantu merilekskan diri serta mencegah tindakan impulsif saat marah.
  4. Setelah menciptakan ruang mental untuk mengekspresikan kemarahan, tentukan tindakan yang akan Anda lakukan. Anda bisa memilih menjauhi sebuah situasi dan menyelesaikannya ketika sudah lebih tenang, atau melatih teknik-teknik pernapasan serta relaksasi untuk membantu menenangkan diri. Anda juga dapat menyingkirkan diri dan berusaha menangani kemarahan secara pribadi. Yang terpenting, Anda mampu memilih untuk tidak bereaksi dengan menyerang atau menyakiti seseorang. [6]
    • Sadari daya yang Anda miliki untuk mengontrol situasi. Anda mampu mengontrol pikiran serta perilaku diri sendiri. [7]
  5. Hindari mengonfrontasi seseorang saat marah. Setelah tenang, dekati dirinya dan jelaskan perasaan Anda. Jangan menuduh, berteriak, atau menuntut permintaan maaf darinya. Berbicara dengan tenang dan jelas akan membantu agar komunikasi Anda tetap efektif dan penuh rasa hormat, sehingga lawan bicara tidak bersikap defensif (atau percakapan akan terhenti).
    • Cobalah menggunakan pernyataan-pernyataan "aku/saya" alih-alih "kamu/Anda". Dengan begini, Anda tidak akan terdengar menuduh dan terhindar dari menyakiti lawan bicara. [8]
    • Misalnya, jika teman Anda telat datang menjemput sehingga Anda melewatkan awal film yang akan ditonton, hindari mengatakan sesuatu yang berfokus pada dirinya, seperti "Kamu telat dan membuatku sangat marah!" Alih-alih seperti ini, berfokuslah pada perasaan diri sendiri dan komunikasikan secara jelas tanpa menuduh atau marah: "Ketika kita terlambat menonton film, aku merasa sebal karena aku sudah lama menunggunya. Aku frustrasi karena kelihatannya kita sering bermasalah saat kamu menyetir. Bisakah kita membicarakan hal ini?" Sadarilah bahwa pernyataan seperti ini berfokus pada perasaan dan respons diri sendiri, serta menggunakan bahasa yang lebih halus seperti "keihatannya" untuk menghindari nada menghakimi.
    Iklan
Bagian 2
Bagian 2 dari 3:

Mengelola Kemarahan

Unduh PDF
  1. Luangkan 10 menit setiap hari untuk berfokus pada pernapasan. Duduklah di tempat yang tenang, letakkan kedua tangan di perut dan tarik napas dalam-dalam. Bernapaslah dan sadari respons tubuh. Perhatikan lokasi-lokasi tubuh yang tegang dan bayangkan napas Anda diarahkan ke area-area tersebut. Perhatikan apa yang Anda dengar dan rasakan pada setiap bagian tubuh. Melatih olahraga pernapasan ini setiap hari bisa membantu Anda untuk mengurangi tekanan dan mengatur kadar oksigen pada tubuh serta otak. Dengan latihan rutin, olahraga ini bisa berfungsi sebagai penghenti kemarahan. [9]
    • Meluangkan waktu untuk latihan pernapasan setiap hari membantu meningkatkan reaksi tubuh terhadap stres agar Anda tidak "lepas kendali" segera setelah Anda menemukan stimuli negatif. Tindakan ini juga meningkatkan kemampuan mengatur diri serta tingkat emosi dan respons tubuh.
    • Anda bisa menyalakan penanda waktu pada telepon atau jam agar tidak terganggu ketika melakukan latihan pernapasan.
  2. Terkadang, kemarahan merupakan reaksi perasaan tidak berdaya atau kehilangan kontrol. Mulailah menulis buku harian yang berisikan faktor-faktor penyebab stres dalam kehidupan nyata yang sedang Anda hadapi saat ini, misalnya isu-isu dalam hubungan, rasa frustrasi dalam pekerjaan, tekanan finansial, tekanan dari orang tua, keprihatinan akan dunia dan politik, masalah kesehatan, atau apa pun yang membuat Anda merasa khawatir, cemas, serta tidak mampu mengontrol diri. Tuliskan cara-cara membuat perubahan dalam hidup agar Anda kembali bisa mendapatkan kontrol tersebut secara positif.
    • Menuliskan berbagai hal memberikan cara untuk memeriksa serta memprosesnya. Jika perasaan Anda melibatkan orang lain, menulis akan memampukan Anda untuk menjelajahi perasaan dalam diri secara personal terlebih dulu, tanpa harus memberi tahu pihak lain tersebut mengenai hal pertama yang terlintas di pikiran. Dengan begini, Anda terbantu untuk tidak menyakiti sesama saat berusaha mengatasi kemarahan.
    • Ingatlah bahwa Anda bisa mengontrol reaksi diri terhadap berbagai kejadian. Bila ada faktor-faktor penyebab stres di luar kontrol, Anda masih bisa menentukan cara bereaksi terhadapnya bahkan jika Anda tidak mampu mengubah situasi yang terjadi. [10]
  3. Lingkungan hijau seperti taman, area danau, atau kebun bisa memberikan efek yang menenangkan. Cobalah mengunjungi sebanyak mungkin ruang terbuka hijau, bahkan bila hanya sepuluh menit. Biarkan diri Anda tersesat dalam indahnya lingkungan luar rumah. Saat berjalan-jalan, bayangkan kemarahan serta faktor-faktor penyebab stres keluar dari kaki dan mengalir meninggalkan tubuh. [11]
    • Dunia ini besar. Terkadang, perubahan perspektif pada hal-hal kecil yang membuat Anda marah bisa sangat berguna.
  4. Saat Anda sadar sedang memikirkan sesuatu yang negatif, tuliskan dalam buku harian. Kembangkan daftar ini setiap saat Anda merasa marah pada orang lain atau diri sendiri. Kemudian, ubah atau bingkai ulang pikiran-pikiran tersebut menjadi pernyataan-pernyataan yang tidak terlalu buruk. Dengan latihan dan seiring berlalunya waktu, Anda akan mampu memandang hidup, orang lain, dan diri sendiri dalam cara yang lebih lembut. [12]
    • Contohnya, Anda menumpahkan kopi di diri sendiri sebelum berangkat kerja. Reaksi kemarahan yang terjadi mungkin: "Aku benar-benar bodoh. Aku selalu mengacaukan semuanya. Tidak ada yang berhasil. Aku benci semuanya!" Alih-alih berpikir seperti ini, ubah pernyataan Anda menjadi: "Aku hanyalah seseorang yang bisa membuat kesalahan".
    • Ingatlah untuk melakukan hal ini bagi orang lain juga. Misalnya, bila pelayan restoran telat membawakan makan malam, reaksi marah Anda mungkin: "Dia benar-benar bodoh. Dia tidak bisa melakukan apa pun dengan benar, bahkan hanya untuk menyiapkan makananku". Luangkan waktu untuk mengingat bahwa ia juga manusia dan tawarkan simpati: "Dia mungkin sedang kerepotan dan berusaha melakukan pekerjaannya sebaik mungkin. Aku bisa bersabar terhadapnya".
  5. Rasa marah adalah mekanisme pertahanan untuk membantu diri merasa terlindung saat sesungguhnya mengalami perasaan tidak aman atau takut. Takut ditolak orang lain bisa memicu rasa sakit hati serta marah. Mempelajari cara-cara untuk mengemas ulang berbagai situasi akan membantu meredakan perasaan-perasaan ini, sehingga Anda tidak marah dan menyakiti orang lain. [13] Berfokuslah pada perasaan-perasaan yang ditimbulkan berbagai insiden dan pikirkan metode-metode lain untuk menginterpretasikannya.
    • Sebagai contoh, jika Anda baru ditolak oleh seseorang yang Anda suka, respons kemarahan yang terjadi mungkin: "Tentu saja. Ia menolakku. Aku bodoh. Aku seorang pecundang. Aku benci diriku!" Kata-kata seperti ini membatasi diri dan tidak adil bagi Anda. Selain itu, menyamaratakan diri sendiri (atau orang lain) berdasar pengalaman tertentu adalah gangguan kognitif yang umum terjadi, atau "perangkap pikiran". [14]
    • Bila Anda mengizinkan perasaan sakit hati menumpuk, perasaan ini mungkin akan menjadi kemarahan, terutama jika Anda percaya bahwa perlakuan yang diberikan kepada Anda tidak adil. [15] Sebagai contoh, Anda mungkin mulai berpikir, "Bagaimana bisa dia menolakku, padahal dia tidak mengenalku sama sekali? Tidak adil! Dia benar-benar jahat".
    • Alih-alih merespons seperti ini, akuilah bahwa Anda merasa sedih karena penolakan tersebut, tetapi jangan biarkan fakta yang ada mengatur cara untuk mendefinisikan diri sendiri. Hargai diri Anda: "Ditolak itu benar-benar menyakitkan. Aku kecewa, tetapi setidaknya aku sudah bertindak berani dan mencoba menghadapi orang yang kusukai. Aku tidak tahu mengapa dia menolakku, tetapi kejadian ini tidak akan mengatur definisi diriku. Aku bisa mencoba lagi dengan orang lain".
  6. Pastikan Anda meluangkan waktu untuk tertawa, rileks, dan bersenang-senang. Tonton film di bioskop, temui teman yang selalu membuat Anda tersenyum, nikmati makanan-makanan favorit, tontonlah acara komedi atau TV yang membuat Anda tertawa, atau berkumpullah dan menginap bersama teman/pasangan. Berusahalah meluangkan waktu untuk bersenang-senang dan menikmati berbagai hal kecil. [16]
  7. Pastikan saja Anda tidak terlalu mengandalkannya hingga melupakan isu-isu yang lebih dalam dan menyebabkan kemarahan. [17]
  8. Bila Anda marah karena merasa seseorang telah bertindak salah atau menyakiti Anda, pilihlah untuk melepaskan kemarahan serta dendam yang Anda rasakan. Ini bukan berarti Anda tiba-tiba bisa menerima apa pun yang menimbulkan rasa sakit hati, melainkan Anda tidak akan menyimpan dendam atau melampiaskannya ke orang lain. Dengan memaafkan, Anda bukan saja akan melepaskan rasa marah tanpa menyakiti seseorang, tetapi juga mampu mengontrol situasi melalui memilih untuk tidak menjadi korban. [18]
    • Salah satu alasan mengapa memaafkan bisa menjadi hal yang sulit adalah karena kita sering berfokus pada "keadilan". Sadarilah bahwa Anda tidak memaafkan untuk memberi keuntungan bagi orang lain – Anda melakukannya agar Anda tidak harus membawa-bawa kemarahan di sepanjang usia. Memaafkan bukan berarti Anda memahami alasan atas sebuah tindakan atau menganggapnya benar. [19]
    • Anda mungkin juga khawatir memaafkan seseorang jika percaya ia akan kembali menyakiti Anda. Mengekspresikan keprihatinan dengan orang yang Anda ingin maafkan bisa membantu Anda untuk merasa lebih baik saat menawarkan maaf tersebut. [20]
    Iklan
Bagian 3
Bagian 3 dari 3:

Mencegah dan Mengatasi Kemarahan

Unduh PDF
  1. Bagi kebanyakan orang, kemarahan bisa dipicu oleh pikiran, situasi, atau insiden tertentu. Memiliki buku harian bisa membantu Anda untuk menentukan situasi serta pengalaman yang memicu kemarahan, agar Anda dapat berusaha mengatasinya. [21] Secara umum, pemicu kemarahan bisa dibagi menjadi dua kategori besar: perasaan terancam bahaya atau perasaan sudah dikenai bahaya/mencederai pihak lain. [22]
    • Contoh sebuah pikiran pemicu yang umum adalah ketika seseorang tidak melakukan sesuatu "sebagaimana seharusnya" (atau melakukan sesuatu yang "seharusnya tidak dilakukan"). Misalnya, bila lintasan Anda dipotong di jalan raya, Anda mungkin merasa marah karena sang pengendara lain melanggar aturan lalu lintas.
    • Contoh lain yang juga umum adalah ketika seseorang menyakiti, merusak, atau membuat Anda merasa tidak nyaman dalam cara tertentu. Sebagai contoh, komputer yang tiba-tiba kehilangan sambungan internet atau seseorang yang menabrak Anda. Meski dua kejadian ini sesungguhnya bukanlah hal besar, Anda bisa marah bila merasa keduanya mengganggu/merugikan Anda.
    • Ketika mengalami pikiran-pikiran yang penuh kemarahan, tuliskan pikiran-pikiran tersebut dan emosi-emosi yang Anda rasakan. Tuliskan juga apa yang terjadi tepat sebelumnya dan cara Anda merespons. Dengan begini, Anda akan terbantu untuk belajar tentang apa yang memicu perasaan marah.
  2. Bila Anda merasa sudah disakiti atau dirugikan, jangan terus berpikir tentang kejadian atau argumen pemicunya. Jangan terus menerus mengingat apa yang membuat Anda marah dengan tidak memaafkan dan tetap melihat suatu kejadian dari sudut pandang seorang korban. Terima kemarahan, kemudian kemas ulang kemarahan tersebut atau lupakan kejadiannya. Dengan begini, Anda sedang melatih diri sendiri untuk memilih cara-cara adaptasi terhadap berbagai hal yang menimbulkan rasa frustrasi. Anda mungkin perlu sedikit waktu hingga bisa terbiasa. [23]
    • Misalnya, bayangkan mantan pasangan di masa lalu yang pernah menyakiti hati Anda. Fakta ini masih membuat Anda marah hingga sekarang. Tuliskan tentang seberapa besar kemarahan ini, tarik napas dalam-dalam, kemudian kemas ulang kejadiannya. Pengemasan/pembingkaian ulang bisa sangat simpel, misalnya dengan menerima bahwa hubungan Anda dengannya sudah berakhir, Anda merasa sakit hati, Anda akan sembuh, dan Anda akan terus melanjutkan hidup.
  3. Rasa keberhargaan diri yang rendah bisa menimbulkan perasaan marah, jadi ubahlah cara pandang Anda terhadap diri sendiri. Pertimbangkan seberapa marahnya Anda terhadap diri sendiri. Alih-alih menyiksa diri dengan terus menerus melontarkan pikiran-pikiran negatif, mulailah mengakui sifat-sifat positif Anda. Ingatlah, semua manusia pernah melakukan kesalahan. Maafkan diri sendiri atas kesalahan-kesalahannya dan catat hal-hal yang harus Anda tingkatkan. [24]
    • Anda bisa menulis dalam buku harian, melakukan latihan pernapasan, dan mengemas ulang pola pikir untuk mulai memandang diri sendiri dalam cara yang lebih positif.
  4. Bila Anda sudah pernah mencoba menangani kemarahan dan agresi tetapi tidak berhasil, cari bantuan dari pihak luar. Pertimbangkan menemui terapis kesehatan mental yang memiliki spesialisasi dalam terapi pengelolaan kemarahan. Atau, cari kelompok dukungan. Anda mungkin terbantu karena sadar bahwa Anda tidak sendirian. Ada orang-orang lain yang juga bermasalah mengatasi kemarahan serta agresinya. Carilah bantuan jika: [25]
    • Anda merasa tidak bisa mengontrol diri
    • Kemarahan Anda menyebabkan masalah-masalah yang signifikan dalam hidup
    • Anda telah menyakiti seseorang
    • Kemarahan Anda menakuti diri sendiri atau orang lain
    • Kemarahan Anda mengganggu hubungan kerja atau pribadi
    • Teman atau keluarga khawatir tentang kecenderungan perilaku Anda yang bersifat destruktif
    • Anda melampiaskan kemarahan (baik secara fisik maupun verbal) pada anak, pasangan, atau teman-teman Anda
  5. Berbicaralah dengan terapis tentang mencoba perawatan terapeutik yang mampu mengatasi penyebab kemarahan. Ia mungkin membantu Anda dengan salah satu terapi di bawah ini:
    • Dialectical Behavior Therapy : terapi ini menggabungkan perubahan perilaku, meditasi, serta pemusatan pikiran untuk membantu mengatur emosi, berakar di masa kini, serta mengontrol perilaku Anda. [26]
    • Cognitive Behavioral Therapy : terapi ini akan membantu menentukan isu-isu inti yang mungkin menjadi penyebab masalah rasa marah serta agresi. Menyadari isu-isu ini akan membantu Anda untuk mengubah perilaku serta pola pikiran. [27]
    • Mindfulness Based Stress Reduction : terapi ini menggunakan meditasi, relaksasi, dan teknik-teknik fisik untuk membantu menurunkan tingkat stres. Dengan begini, Anda akan lebih tenang dan tidak mudah terprovokasi secara emosional. [28]
    • Rational Emotive Behavior Therapy : terapi ini menantang pikiran-pikiran serta kepercayaan irasional dengan memperbandingkannya terhadap kejadian-kejadian nyata, yang bisa membuat Anda sadar mengenai konsekuensi berbahaya dari ide-ide ini. Kesadaran ini lalu diharapkan membantu Anda untuk mengubah perilaku, pikiran, serta reaksi diri menjadi kepercayaan yang lebih sehat. [29]
  6. Jika Anda sering marah terhadap seseorang, misalnya pasangan, ini mungkin merupakan tanda bahwa Anda harus mengubah hubungan tersebut dalam suatu cara. Anda mungkin perlu lebih banyak ruang dan waktu untuk diri sendiri, atau ingin menentukan batasan-batasan yang ada. [30] Or perhaps you need to be clearer in your communication about your needs and desires.
    • Jelaskan kepada pihak lain yang terlibat tentang perubahan yang Anda inginkan dan mengapa. Misalnya, Anda bisa berkata, "Akhir-akhir ini aku sering marah karena merasa tidak punya waktu untuk diri sendiri. Mungkin aku perlu waktu pribadi setiap Jumat sore untuk menenangkan diri dan lebih bisa menikmati waktu yang kita habiskan bersama di akhir pekan".
    Iklan

Tips

  • Jika Anda merasa ingin menangis, menangislah.
  • Jangan langsung mengonfrontasi orang yang membuat Anda marah. Hal ini bisa memperbesar kemarahan dan membuat Anda melakukan hal-hal yang akan disesali di kemudian hari.
  • Beli bola stres – atau bola kecil yang kuat. Anda bisa meremas bola ini saat marah untuk mengeluarkan energi.
  • Bawa selalu buku catatan atau buku harian. Ekspresikan perasaan Anda dan keluarkan kemarahan, tidak peduli seberapa sadisnya kata-kata yang Anda tuliskan. Tuliskan mengapa Anda marah, solusi-solusi untuk mengatasinya, dan bagaimana perasaan Anda!
Iklan

Referensi

  1. Personality Processes in Anger and Reactive Aggression: An Introduction. By: Robinson, Michael D.; Wilkowski, Benjamin M. Journal of Personality. Feb2010, Vol. 78 Issue 1, p1-8. 8p
  2. (Everyday Aggression Takes Many Forms.By: South Richardson, Deborah. Current Directions in Psychological Science (Sage Publications Inc.). Jun2014, Vol. 23 Issue 3, p220-224. 5p.)
  3. Anger rumination and effortful control: Mediation effects on reactive but not proactive aggression. By: White, Bradley A.; Turner, K. Amber. Personality & Individual Differences. Jan2014, Vol. 56, p186-189. 4p. By: Borders, Ashley; Earleywine, Mitch; Jajodia, Archana. Aggressive Behavior. Jan/Feb2010, Vol. 36 Issue 1, p28-44. 17p.
  4. https://www.youtube.com/watch?v=WaszqhPCWX0&index=4&list=PLbiVpU59JkVZeQPQ1u5mS8U1c0V7J5OJU
  5. Anger rumination and effortful control: Mediation effects on reactive but not proactive aggression. By: White, Bradley A.; Turner, K. Amber. Personality & Individual Differences. Jan2014, Vol. 56, p186-189. 4p. By: Borders, Ashley; Earleywine, Mitch; Jajodia, Archana. Aggressive Behavior. Jan/Feb2010, Vol. 36 Issue 1, p28-44. 17p.
  6. Anger rumination and effortful control: Mediation effects on reactive but not proactive aggression. By: White, Bradley A.; Turner, K. Amber. Personality & Individual Differences. Jan2014, Vol. 56, p186-189. 4p. By: Borders, Ashley; Earleywine, Mitch; Jajodia, Archana. Aggressive Behavior. Jan/Feb2010, Vol. 36 Issue 1, p28-44. 17p.
  7. All in the Mind's Eye? Anger Rumination and Reappraisal. By: Ray, Rebecca D.; Wilhelm, Frank H.; Gross, James J. Journal of Personality & Social Psychology. Jan2008, Vol. 94 Issue 1, p133-145. 13p.
  8. http://www.wsj.com/articles/SB10001424052748704495004576265042570575996
  9. Short-term meditation training improves attention and self-regulation. By: Yi-Yuan Tang; Yinghua Ma; Junhong Wang; Yaxin Fan; Shigang Feng; Qilin Lu; Qingbao Yu; Sui, Danni; Rothbart, Mary K.; Ming Fan; Posner, Michael I. Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America. 10/23/2007, Vol. 104 Issue 43, p7152-17156. 5p
  1. An Investigation of Anger and Anger Expression in Terms of Coping with Stress and Interpersonal Problem-Solving. By: Arslan, Coşkun. Educational Sciences: Theory & Practice. Winter2010, Vol. 10 Issue 1, p25-43. 19p
  2. Psychological effects of forest environments on healthy adults: Shinrin-yoku (forest-air bathing, walking) as a possible method of stress reduction. By: Morita, E.; Fukuda, S.; Nagano, J.; Hamajima, N.; Yamamoto, H.; Iwai, Y.; Nakashima, T.; Ohira, H.; Shirakawa, T. Public Health (Elsevier). Jan2007, Vol. 121 Issue 1, p54-63. 10p.
  3. All in the Mind's Eye? Anger Rumination and Reappraisal. By: Ray, Rebecca D.; Wilhelm, Frank H.; Gross, James J. Journal of Personality & Social Psychology. Jan2008, Vol. 94 Issue 1, p133-145. 13p.
  4. Interpersonal Rejection as a Determinant of Anger and Aggression. By: Leary, Mark R.; Twenge, Jean M.; Quinlivan, Erin. Personality & Social Psychology Review (Lawrence Erlbaum Associates). 2006, Vol. 10 Issue 2, p111-132. 22p.
  5. http://psychcentral.com/lib/15-common-cognitive-distortions/
  6. http://www.apa.org/topics/anger/control.aspx
  7. Remembering and anticipating stressors: Positive personality mediates the relationship with sense of humor. By: Cann, Arnie; Etzel, Katherine C. Humor: International Journal of Humor Research. 2008, Vol. 21 Issue 2, p157-178. 22p
  8. http://www.apa.org/helpcenter/controlling-anger.aspx
  9. http://www.mayoclinic.org/healthy-lifestyle/adult-health/in-depth/forgiveness/art-20047692
  10. greatergood.berkeley.edu/article/item/overcome_barriers_forgiveness
  11. http://link.springer.com/article/10.1007%2Fs11031-013-9382-1
  12. http://www.fgcu.edu/caps/files/uml_anger_management.pdf
  13. http://www.hsccs.org/poc/view_doc.php?type=doc&id=5814&cn=116
  14. Could mindfulness decrease anger, hostility, and aggression by decreasing rumination? By: Borders, Ashley; Earleywine, Mitch; Jajodia, Archana. Aggressive Behavior. Jan/Feb2010, Vol. 36 Issue 1, p28-44. 17p
  15. Contingent on contingencies: Connections between anger rumination, self-esteem, and aggression. By: Turner, K. Amber; White, Bradley A. Personality & Individual Differences. Aug2015, Vol. 82, p199-202. 4p
  16. http://www.priorygroup.com/mental-health/anger-management/symptoms-of-anger-management
  17. Dialectical behavior therapy for the treatment of anger and aggressive behavior: A review By: Frazier, Savannah N.; Vela, Jamie. Aggression & Violent Behavior. Mar2014, Vol. 19 Issue 2, p156-163. 8p.
  18. The Development of CBT Programmes for Anger: The Role of Interventions to Promote Perspective-Taking Skills. By: Andrew Day; Kevin Howells; Philip Mohr; Ernest Schall; Adam Gerace. Behavioural & Cognitive Psychotherapy. May2008, Vol. 36 Issue 3, p299-312. 14p.
  19. Effects of mindfulness-based stress reduction on emotional experience and expression: a randomized controlled trial. By: Robins, Clive J.; Keng, Shian-Ling; Ekblad, Andrew G.; Brantley, Jeffrey G. Journal of Clinical Psychology. Jan2012, Vol. 68 Issue 1, p117-131. 15p.
  20. ANGER AND THE ABC MODEL UNDERLYING RATIONAL-EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY. By: Ziegler, Daniel J.; Smith, Phillip N. Psychological Reports. Jun2004 Part 1, Vol. 94 Issue 3, p1009-1014. 6p
  21. https://www.psychologytoday.com/blog/in-the-name-love/201010/you-always-hurt-the-one-you-love

Tentang wikiHow ini

Halaman ini telah diakses sebanyak 8.654 kali.

Apakah artikel ini membantu Anda?

Iklan