Unduh PDF
Unduh PDF
Bila Anda menguasai keahlian dasar membidik, mengambil, dan memotret obyek foto, kini cobalah melangkah lebih jauh. Buatlah hal ini menjadi hobi, atau bahkan karir, ketimbang melulu menyasar foto-foto liburan, binatang peliharaan, dan anak-anak. Kini saatnya mulai membuat foto-foto yang “mengagumkan”, bukan hanya sekadar bagus.
Langkah
-
Temukan seseorang yang bisa membantu Anda membeli kamera bagus yang layak dipakai. Mungkin Ayah atau kawan fotografer ada yang punya kamera SLR analog yang tak terpakai tapi tidak rusak. Kalau tidak punya kamera, pinjamlah sampai kelak bisa membeli sendiri. Hampir semua kamera digital dari sepuluh tahun yang lalu, dan nyaris semua kamera film yang pernah ada, cukup baik untuk dipakai mengambil gambar-gambar hebat. Dan lagipula, memiliki kamera sendiri tentu akan sangat membantu.
-
Pelajari dasar-dasarnya, jika memang belum. Dasar-dasar fotografi meliputi komposisi, yang pada intinya adalah penempatan sebuah benda atau subyek di dalam bingkai foto, lengkap dengan pencahayaan dan mekanisme dasar kamera Anda. Bacalah “Bagaimana Mengambil Foto yang Lebih Baik” sebagai materi pengenalan.
-
Bersiagalah. Setidaknya setengah dari upaya mendapatkan gambar yang bagus, perbedaan antara foto yang bagus dengan yang biasa-biasa adalah kemampuan untuk berada di tempat dan waktu yang tepat, dengan kamera di tangan. Tenteng selalu kamera sesering mungkin. Pastikan untuk sering-sering pula menggunakannya. Kalau hanya dibawa-bawa saja ya tidak ada gunanya.
-
Hadir. Sekadar "siap" saja tidak cukup. Sebagaimana dikatakan oleh Ken Rockwell di awal pengalamannya, Tidakkah kau tangkap kata pengungkapnya di logikaku, "segala hal yang menghadirkan dirinya sendiri?" Aku jadi penonton. Tadinya kupikir fotografi itu hanya soal menangkap gambar hal-hal yang lewat saja. Ternyata TIDAK! Kau harus pergi keluar sana dan menemukan hal-hal itu. Menemukan dan menyaksikan sendiri—itu yang sulit... mengambil gambar dari apa yang ditemui, itu bagian mudahnya. [1] X Teliti sumber
- Bangunlah, pergi keluar sana dan buat foto. Pergilah setiap kali, setiap hari, dan cari segala hal. Jangan hanya menunggu peluang yang tepat untuk datang menghampiri (namun bersiaplah jika memang demikian!); pergi dan “temukan peluang itu”. Cari peluang di mana pun Anda pergi (apakah di mal atau di seberang jagad), dan pergilah ke berbagai tempat untuk mendapatkan peluang itu. Jika melihat sesuatu di benak Anda, berarti bisa diatur dan diambil gambarnya!
-
Berhenti mencari subyek untuk difoto. Belajarlah untuk melihat.
- Cari warna. Atau lakukan sebaliknya: cari ketiadaan total warna, atau memotret dengan film hitam-putih.
- Cari pengulangan dan ritme. Atau lakukan sebaliknya: carilah sesuatu yang terisolasi total dari segala hal di sekelilingnya.
- Cari pencahayaan yang tepat, dan ketiadaan hal itu. Buatlah foto-foto bayangan, atau refleksi, atau cahaya yang memberkas melewati sesuatu, atau hal-hal di kegelapan total. Banyak orang menemukan 'momen keemasan' (dua jam terakhir menjelang matahari terbenam) sebagai kondisi ideal untuk fotografi. Ini karena kondisi pencahayaan langsung pada saat itu yang mampu menciptakan kedalaman pada sebuah foto jika diproses dengan benar. Namun, ini bukan berarti orang tidak bisa memotret saat tengah hari, karena pencahayaan saat itu juga bagus. Matahari saat berada persis di atas kepala dapat dipandang sebagai kondisi pencahayaan kasar. Carilah kondisi pencahayaan yang agak berkabut, atau rindangan terbuka, agar cahayanya agak lembut. Namun, aturan dibuat untuk dilanggar, kan? Jangan terlalu membuta mengikuti panduan!
- Carilah emosi dan isyarat tubuh jika Anda memotret orang. Apakah mereka menunjukkan kebahagiaan? Keculasan? Kesedihan? Apakah mereka tampak tercenung? Atau hanya tampak seperti orang kebanyakan yang sedikit kesal saat tahu ada kamera terarah kepadanya?
- Carilah tekstur, bentuk, dan pola. Foto-foto hitam-putih yang hebat bisa tampak mengagumkan karena warna hitam-putih memaksa fotografer mencari hal-hal ini.
- Cari kekontrasan. Carilah hal-hal yang menonjol dari yang lainnya saat membidik gambar. Dalam komposisi Anda, gunakan bukaan lebar zoom (atau lensa melebar), majulah mendekat dan ambil gambar itu. Cari kekontrasan dari segala hal di atas: warna di tengah ketumpulan, cahaya di tengah kegelapan, dan sebagainya. Jika Anda memotret orang, cari kebahagiaan di tempat-tempat yang tak terduga. Carilah seseorang di tengah lingkungan yang membuat mereka tampak asing. Atau abaikan semua ini dan ambil subyek itu menjauh secara total dari konteks dengan membuka lensa sepenuhnya untuk memburamkan latar belakang. Pendek kata...
- Carilah apa pun yang mampu menahan minat pemirsa, namun “bukan” pada “subyek” tradisional. Seiring Anda menemukan niche atau obyek spesialisasi, mungkin akhirnya Anda akan berbalik mengambil gambar subyek umum lagi. Tak apa. Mencari sesuatu yang bukan "subyek" akan meningkatkan kemampuan fotografi. Tak lama lagi Anda akan melihat dunia yang sama sekali lain.
-
Jaga agar hasil foto tetap sesederhana mungkin. Dekatlah sedekat mungkin dengan subyek foto. Gunakan kaki dan lensa zoom (jika punya) untuk mengatur komposisi. Buang semua hal yang tidak memberi konteks penting untuk memahami foto Anda sepenuhnya.
-
Cobalah memotret dengan kamera film atau analog. Jika Anda sudah pernah memakai kamera analog, jangan lupakan perangkat digital. Baik kamera analog dan digital punya keunikan tersendiri sebagai perangkat yang harus dipelajari seorang fotografer. Keduanya memiliki kekuatan dan kelemahan masing-masing, dan akan mengajarkan berbagai sikap serta kebiasaan yang berbeda. Kebiasaan terburuk pada kamera digital akan diseimbangkan oleh kebiasaan baik di perangkat analog, begitu pula sebaliknya.
- Kamera digital memberi Anda masukan langsung tentang apa yang salah dan benar dilakukan. Kamera ini juga mengurangi sama sekali biaya percobaan. Kedua faktor ini sangat berharga buat fotografer baru. Namun, ketiadaan biaya dari digunakannya perangkat digital membuatnya terlalu mudah untuk dikategorikan sebagai termasuk dalam kebiasaan "usaha dan berdoa", mengharapkan hasil foto bagus di akhir proses pencetakan.
- Kamera analog memaksa Anda untuk lebih berhati-hati mengambil gambar. Bahkan seorang milyuner pasti enggan duduk-duduk saja di kapal pesiar mengambil tiga puluh enam foto handuk mandinya sendiri. [2] X Teliti sumber Insentif ekonomis untuk mengambil lebih banyak gambar dari sebuah obyek akan cenderung mengarah ke lebih sedikit bereksperimen (ini buruk), namun membuat Anda berpikir lebih keras sebelum mengambil gambar (bisa berarti bagus, kalau Anda sudah punya gambaran apa yang harus diambil sebelum memencet tombol). Terlebih lagi, kamera analog “masih” memiliki ciri khasnya sendiri, dan kini Anda juga bisa mendapatkan kamera analog kualitas profesional dengan harga sangat murah.
-
Tunjukkan hasil karya terbaik Anda ke orang lain. Dalam artian, “Temukan hasil foto terbaik dan tunjukkan hanya itu saja ke orang lain.” Bahkan fotografer paling kampiun sekalipun tidak mampu membuat foto sempurna setiap kali menjepret kamera; hanya saja mereka sangat selektif soal foto mana yang hendak ditunjukkan ke orang lain.
- Jangan segan-segan bersikap “brutal” soal foto-foto ini. Jika memang bukan hasil “terbaik”, jangan pernah ditunjukkan. Standar hasil kerja Anda akan meningkat seiring waktu, dan bahkan foto-foto yang semula lumayan bagus akan tampak buruk di mata Anda beberapa bulan kemudian. Jika ini berarti yang Anda punya setelah seharian memotret hanya satu-dua film saja yang dianggap bagus, ya begitulah. Malah, begini pun artinya Anda belum cukup keras menetapkan standar pada diri sendiri.
- Jangan melihat foto dalam ukuran penuh. Ken points out menyatakan bahwa bagian terpenting sebuah foto adalah yang tidak dapat terlihat saat dicetak seukuran thumbnail atau gambar kecil. Ada orang-orang di luar sana yang akan mencela hasil foto Anda setelah dicetak 100%. Tak apa, karena omongan mereka memang tak layak digubris. Silakan saja memperlihatkan foto-foto yang tak tampak bagus dan mengambil seperempat layar (atau kurang).
-
Cari dan dengarkan kritikan orang lain. Jangan terperangkap pada perilaku memajang postingan "kritiklah foto saya" di Internet; ini biasanya hanya akan menjaring kritikus gombal seperti telah dibahas di atas. Yang baik adalah mencari kritik membangun. Namun tetaplah berhati-hati menyimak masukan orang.
- Dengarkan para seniman. Jika seseorang memiliki sejumlah karya seni yang ingin ditunjukkan— foto, lukisan, musik atau hal lain—simaklah dengan serius, karena seniman secara naluriah memahami dampak mendalam sebuah karya seni, baik dalam bidangnya sendiri atau tidak (namun bila foto Anda tidak memberi reaksi apa pun, mungkin sebaiknya dihapus). Kebanyakan non seniman juga begitu, meski tidak dalam posisi yang baik untuk mengatakan bahwa jalan Anda sudah benar (dan cenderung bersikap manis untuk menjaga perasaan Anda).
- Abaikan semua pihak yang mengkritik foto Anda dengan kasar dan tak mampu menunjukkan atau memiliki foto lain yang lebih baik. Pendapat mereka tidak penting.
- Pastikan apa yang benar dan salah dari tindakan Anda. Jika ada yang menyukai foto Anda, “Apa yang membuatnya suka?” Dan kalau tidak, “Salah Anda di mana?” Sebagaimana dikatakan di atas, “seniman” lain mungkin akan lebih mampu menjelaskan hal ini.
- Jangan terlalu merendah jika ada yang menyukai foto-foto karya Anda. Wajar kok. Semua fotografer suka hasil karya terbaiknya dipuji, sama seperti manusia normal lainnya. Tapi jangan biarkan hal ini membuat Anda pongah.
-
Cari dan lihat hasil-hasil karya lain yang membuat Anda terinspirasi. Tidak hanya pada hasil karya yang sempurna secara teknis; badut (super kaya) mana pun mampu memasang lensa 400mm f/2.8 ke kamera SLR digital seharga Rp39.787.800,- dan sukses memotret seekor burung bereksposisi bagus, dengan hasil foto super tajam, namun “tetap” tidak akan membuat mereka dikenal orang Steve Cirone . Sebaiknya, carilah hasil-hasil karya yang mampu membuat Anda tersenyum, tertawa, menangis, atau merasakan “apa saja”, bukannya membuat Anda berpikir, "obyek ini terekspos dengan baik dan fokusnya bagus". Kalau Anda tertarik dengan foto-foto humaniora, lihatlah karya-karya Steve McCurry (fotografer Afghan Girl ), atau foto-foto studio karya Annie Leibowitz.Jika Anda aktif di Flickr atau website bagi-pakai foto lainnya, waspadalah untuk selalu mendapati karya-karya orang yang memberi inspirasi (meski jangan pula malah membuat Anda menghabiskan waktu begitu banyak di depan komputer sampai tak sempat keluar dan memotret sendiri).
-
Pelajari beberapa pengetahuan teknis memotret. Bukan, ini bukan bagian terpenting soal fotografi. Malah, ini terhitung salah satu yang paling tidak penting, makanya ditaruh di bawah sini; arahkan kamera dan jepret biasa saja sudah bisa mendapatkan foto bagus, dan bahkan “jauh” lebih menarik dibanding foto dengan fokus dan eksposisi sempurna. Ini juga “sangat jauh lebih bagus” dibanding foto yang tidak dipotret sama sekali hanya karena yang pegang kamera lebih sibuk mencemaskan teknik memotret.
- Meski demikian, tetap berguna jika Anda tahu pengetahuan seperti kecepatan bukaan (shutter speed), aperture, focal length, dsb., dan apa efek pengaturan hal-hal tersebut pada hasil foto. Tak satu pun dari pengetahuan ini yang akan membuat foto yang memang jelek menjadi bagus, namun kadang bisa membantu Anda agar tidak kehilangan foto yang bagus lantaran masalah teknis, dan dapat membuat foto yang sudah bagus menjadi lebih bagus lagi.
-
Temukan niche atau spesialisasi Anda. Mungkin Anda mendapati bahwa ternyata Anda cukup mahir memotret orang. Atau suka jalan-jalan dan mampu memotret foto lansekap. Atau mungkin punya lensa telefoto raksasa dan suka memotret motor balapan. Cobalah semuanya! Temukan yang Anda sukai, nikmati, dan mahirkan, tapi jangan membatasi diri hanya di situ saja.
-
Buat acara dan bersosialisasi.
- Anda bisa bersosialisasi dengan membuka akun Instagram, Twitter, Facebook atau media sosial lainnya. Anda juga bisa bergabung dengan Getty images.
- Adakan acara pameran di sekitar Anda.
Iklan
Tips
- Berusahalah semaksimal mungkin membuat setiap pemotretan berhasil sebaik-baiknya. Biasanya, satu dari dua puluh kali tembak ada yang bisa disimpan, satu dari seratus juga bagus, satu dari seribu itu foto "Wow", dan kalau Anda beruntung, mungkin ada satu foto seumur hidup yang bisa dihargai semua orang.
- Jangan berkecil hati. Kalau foto-foto Anda belum menunjukkan kemajuan setelah beberapa hari atau minggu, coba terus! Seni fotografi memang menuntut kesabaran dan dedikasi.
- Cetak gambar terbaik Anda dalam format yang cukup besar.
- Jangan bergantung pada trik teknis dan pasca proses seperti HDR untuk membuat foto jadi menarik. Jika memang tampak membosankan di kamera, langsung hapus atau buang.
- Belilah buku modern tentang fotografi. Cobalah menabung beberapa lama dan beli buku-buku bekas, selama masih relatif baru atau relevan. Banyak-banyaklah melongok buku fotografi sebelum membeli. Baca juga bermacam majalah (musik, orang, rumah, taman, arsitektur, bayi – apa pun yang Anda suka). Bagaimana penampakan foto-foto itu? Apa yang dilakukan fotografernya untuk mengambil gambar-gambar tersebut?
- Bagus juga kalau Anda mau melihat-lihat foto karya orang lain, atau gambar-gambar di majalah fotografi. Kritiklah foto-foto itu. Buat daftar dua hal positif dan dua hal yang ingin Anda ubah dari foto-foto itu.
- Lakukan pemotretan sendiri dan minta orang lain memeriksa hasil karya Anda.
- Hampir setiap kamera digital dari sepuluh tahun lalu, dan nyaris semua kamera analog yang pernah ada, akan cukup baik digunakan untuk membuat foto yang baik. Tak usah cemaskan soal peralatan sampai Anda menguasai dasar-dasar fotografi. Lebih baik lagi, tak usah mencemaskan sama sekali soal perangkat fotografi.
- Pelajari tutorial memotret. Jika Anda punya kamera dan buku manualnya, “baca buku itu” dan mainkan sesuai dengan pilihan yang dibaca. Bacalah di tempat yang tenang dan tanpa gangguan.
- Setelan otomatis sengaja disediakan bukan untuk iseng; ini memungkinkan Anda berkonsentrasi pada pengambilan gambar yang sempurna ketimbang memikirkan tetek-bengek perhitungan teknis yang mestinya memang tidak usah dipikirkan. Gunakan mode "Program" pada kamera, jika ada, dan pakai program shift untuk memilih berbagai kombinasi apertures dan shutter speeds. Jika hasilnya bagus menurut "Buku Manual", gunakan itu. Tak ada salahnya sedikit berpura-pura sedang berada di tahun 50an, saat segala jenis otomatisasi kamera tidak membuat Anda menjadi fotografer "pro".
- Selalu ada majalah fotografi tersedia di mana pun dan ke mana pun Anda pergi. Tidak ada yang sama, memang, karena dalam dunia penerbitan, foto selalu diedit agar tampak sempurna, namun setidaknya Anda bisa melihat contoh warna dan bentuk dalam 2 dimensi.
- Soal pemilihan kamera, Anda harus hati-hati. Hanya karena membeli kamera seharga Rp9.283.820,- bukan berarti hasil fotonya bakal langsung hebat. Jika Anda membeli kamera mahal, luangkan waktu mempelajari setiap fungsinya.
- Jangan mau membayar mahal karena merek. Kamera Nikon untuk pemula seharga Rp 2.652.520,- misalnya, memiliki banyak kesamaan fitur (fitur optik, zoom 4x) dengan kamera pemula dari merek lain (yang biasanya bahkan lebih murah).
Iklan
Peringatan
- Saat mengambil foto orang di tempat umum, usahakan selalu bersikap ramah. Dan ingat, jika mengambil foto orang atau sekelompok orang tertentu dalam posisi portrait, jangan lupa meminta izin dulu apakah boleh mengambil gambar mereka...mana tahu ada alasan sosial atau keagamaan tertentu yang membuat mereka tak rela difoto? Ada pula formulir khusus untuk model yang harus mereka tanda tangani jika Anda mempertimbangkan untuk menggunakan foto itu untuk mendapatkan uang atau keuntungan bisnis tertentu...
Iklan
Hal yang Anda Butuhkan
- Kamera. Dapatkan setidaknya dua buah, kalau bisa. Satu kamera analog dan satu kamera digital (lihat penjelasan di atas).
Referensi
- ↑ http://www.kenrockwell.com/tech/spectator.htm
- ↑ Atau, sebagaimana dikatakan Ken puts it , "Dengan kamera analog, kita tidak membuat 27 foto kaki kita sendiri di parkiran mobil sambil menunggu obyek yang bagus. Dengan kamera analog kita jadi lebih sedikit mengambil gambar, namun mendapat lebih banyak hasil."
Tentang wikiHow ini
Halaman ini telah diakses sebanyak 7.629 kali.
Iklan