Unduh PDF
Unduh PDF
Menyadarkan seorang pria bahwa perilakunya telah menyakiti Anda memang tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, namun tidak mustahil untuk dilakukan. Jika dia melakukannya tanpa intensi negatif (misalnya, ingin menyakiti Anda dengan sengaja), kemungkinan besar dia akan bersikap defensif dan berbalik tersakiti jika dikonfrontasi. Hati-hati, munculnya perasaan yang negatif justru akan semakin memperkeruh konflik yang terbangun. Oleh karena itu, pastikan Anda membaca artikel ini untuk mengetahui kiat-kiat mengonfrontasi dengan sopan, tenang, dan dewasa. Ingat, tujuan Anda adalah untuk memperbaiki hubungan dengannya, bukan memenangkan perdebatan!
Langkah
-
Ketahuilah apa yang ingin Anda ubah. Alih-alih sekadar mengeluhkan perasaan Anda, jelaskan ekspektasi Anda kepadanya dengan jujur (misalnya, apa yang menurut Anda perlu dia lakukan dan bagaimana cara melakukannya). Pastikan Anda memiliki rencana aksi! Percayalah, pria lebih mampu merespons rencana dan ekspektasi yang jelas daripada informasi-informasi yang bersifat umum.
-
Susun daftar. Cobalah menyusun daftar hal-hal yang ingin Anda bicarakan dan hal-hal yang membuat Anda merasa tersakiti (jangan lupa memberikan contoh yang spesifik!). Lonjakan adrenalin akibat proses diskusi yang memanas rentan membuat Anda melupakan hal-hal yang seharusnya disampaikan. Oleh karena itu, menyusun daftar akan sangat membantu kelancaran proses diskusi Anda.
-
Tentukan waktu dan tempat yang tepat. Berbicara di tempat umum mampu meminimalkan kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan jika situasinya memanas. Selain itu, dia juga mungkin akan menemukan alasan untuk menunda proses diskusi jika situasinya mulai tidak terkontrol.
- Cobalah mengajaknya bertemu di lokasi yang cukup privat seperti tempat parkir di ruang terbuka. Pastikan Anda memilih lokasi yang cukup jauh dari – namun tetap berada dalam jangkauan – orang-orang di sekitar Anda berdua.
- Jangan berdebat di dalam kamar atau tempat-tempat yang sering kalian kunjungi sebelumnya. Ini mampu menimbulkan kesan negatif dalam diri Anda berdua terhadap tempat-tempat tersebut.
-
Pahamilah mengapa Anda merasa tersakiti. Pikirkan masa-masa ketika Anda merasa tersakiti; pikirkan pula apa yang menyakiti Anda saat itu. Kemungkinan, rasa sakit tersebut justru mengakar pada alasan yang tidak Anda duga. Oleh karena itu, cobalah menganalisis perasaan Anda untuk mengenali akar masalahnya. Niscaya, Anda akan menghindari masalah lebih besar yang mungkin muncul setelahnya.
- Misalnya, Anda mungkin merasa kesal karena dia melupakan ulang tahun Anda. Namun apakah Anda benar-benar tersakiti hanya karena alasan itu? Sejujurnya, alasan itu sangat remeh dan konyol, bukan? Mungkinkah Anda kesal karena alasan lain yang lebih besar? Misalnya, apakah Anda merasa dia tidak benar-benar memedulikan Anda dan hanya memanfaatkan Anda selama ini?
-
Pertimbangkan masalahnya dari segala sisi. Akuilah, terkadang Anda merasa marah terhadap hal-hal yang sesungguhnya remeh. Sebelum berbicara kepadanya, pastikan Anda tidak sedang bermuka dua dan sudah mengevaluasi situasinya dengan objektif; niscaya, Anda akan terbantu untuk menghindari konflik-konflik tambahan yang tidak perlu.
- Misalnya, Anda mungkin merasa tersakiti karena sahabat pria Anda lebih sering menghabiskan waktu dengan pacarnya daripada dengan Anda. Tentu saja Anda boleh merasa demikian; namun apa pun alasannya, Anda tidak berhak menuntutnya untuk memenuhi segala keinginan Anda, bukan?
- Anda mungkin merasa kesal ketika pacar Anda bepergian dengan teman-teman wanitanya. Jika ternyata Anda juga gemar bepergian dengan teman-teman pria Anda, apakah Anda berhak marah ketika pacar Anda melakukan hal serupa?
Iklan
-
Awali proses diskusi dengan cara yang menurut Anda tepat. Anda boleh menghubunginya dari jauh-jauh hari dan mengatakan bahwa ada yang ingin Anda bicarakan dengannya. Anda juga boleh menggiringnya memasuki proses diskusi secara natural. Pilih cara yang menurut Anda paling tepat!
-
Pastikan suara Anda tetap tenang dan terkontrol. Jangan terdengar dramatis atau terlalu emosional! Percayalah, dia akan semakin kesulitan menyeriusi keluhan Anda nantinya. Alih-alih, jaga nada bicara Anda agar tetap tenang sepanjang proses diskusi untuk mempermudah proses penyelesaian masalahnya.
-
Jangan menggunakan bahasa yang menuduh. Alih-alih menuduh dan menyalahkannya, gunakan ujaran “Aku” untuk mendeskripsikan perasaan Anda dan konsekuensi perilakunya terhadap Anda.
- Misalnya, hindari pernyataan seperti, “Kamu selalu melupakan ulang tahunku.”. Alih-alih, katakan kepadanya, “Aku merasa sedih waktu kamu melupakan ulang tahunku.”.
-
Berikan contoh yang spesifik. Jangan memberikan penjelasan yang terlalu luas atau umum; percayalah, dia akan semakin sulit bersimpati kepada Anda, terutama karena dia juga merasa sedang “diserang” dan disakiti oleh konfrontasi Anda. Alih-alih, tunjuk perilaku spesifiknya yang membuat Anda merasa tersakiti.
- Misalnya, jangan berkata, “Kamu selalu membiarkanku mengatasi masalah-masalah serius sendirian”. Alih-alih, katakan kepadanya, “Aku merasa kesal ketika kamu suruh bicara dengan Bob pagi ini. Minggu lalu kamu juga melakukannya, kan?”.
-
Pastikan dia mengerti bahwa Anda masih memedulikannya. Jika Anda terlihat ingin mengakhiri hubungan dengannya tanpa alasan yang jelas, kemungkinan besar dia akan merasa terancam. Oleh karena itu, pastikan sedari awal Anda sudah menegaskan bahwa Anda memedulikannya; itulah mengapa Anda ingin menyelesaikan masalah tersebut, bukan mengabaikannya dan pergi menjauh.
-
Setelah menyampaikan segala keluh-kesah Anda, bereaksilah terhadap responsnya. Ingat, pastikan Anda selalu memberikan respons yang tenang dan sopan. Jika dia memberikan respons yang negatif seperti marah-marah, melecehkan Anda, menyalahkan Anda atas perilakunya, menyederhanakan keluhan Anda, atau memutarbalikkan situasinya, tandanya dia memang tidak sedewasa dan sebaik yang Anda harapkan.
- Jika pria tersebut adalah tunangan atau suami Anda, cobalah mengajaknya mengikuti konseling atau terapi pernikahan untuk menyelesaikan masalah dalam hubungan dengan bantuan ahli. Niscaya dia akan terbantu untuk lebih memahami dan menghargai perasaan Anda setelahnya.
Iklan
-
Pahamilah bahwa melakukan upaya konfrontasi dapat memicu timbulnya konflik lanjutan. Jadi sebelum melakukan apa pun, cobalah memikirkan cara Anda berdua menyikapi konflik selama ini. Apakah Anda termasuk orang yang kalem dan lebih suka menghindari konflik, atau justru meletup-letup dan sulit mengontrol diri? Ingat, kadar temperamen yang berbeda dapat menggiring Anda berdua ke masalah yang lain.
- Misalnya, Anda adalah tipe orang yang mudah marah sementara dia adalah tipe yang lebih tenang dan gemar menghindari konflik. Jika Anda menaikkan volume suara ketika sedang berdiskusi dengannya, kemungkinan besar dia justru akan menghindari atau mengabaikan Anda.
- Pasangan yang sangat akur pun kerap mengalami kesulitan saat dihadapkan pada temperamen yang berbeda. Semakin besar perbedaan temperamen di antara Anda berdua, semakin besar pula lah kemungkinan terjadinya masalah dalam hubungan Anda.
-
Hati-hati, pria cenderung lebih melindungi egonya daripada wanita. Itulah mengapa dia akan bersikap defensif atau agresif jika merasa egonya “terancam”. Ketika pria marah, akan terjadi lonjakan hormon testosteron dalam tubuhnya; hormon inilah yang akan semakin meningkatkan kemarahannya (siapa bilang pria tidak disetir hormon?). Sebaliknya, wanita cenderung lebih mudah mengalah dan tidak bersikap defensif.
-
Jika dia memberikan respons yang positif, jangan serta-merta mengharapkannya berubah 100% dalam waktu singkat. Sesekali, Anda mungkin tetap perlu mengingatkannya; kapan pun dia melakukan kesalahan yang sama, berikan dukungan Anda dan jangan menganggapnya personal. Niscaya, cepat atau lambat perilakunya akan berubah ke arah yang lebih baik. Jika perilakunya justru memburuk, cobalah melakukan diskusi lanjutan dengannya. Namun ingat, Anda pun bukan orang yang sempurna dan kemungkinan besar, Anda juga perlu berubah.
-
Ingat, tidak perlu khawatir akan merusak romantisme hubungan Anda dengan konflik. Percayalah, pasangan yang paling bahagia adalah mereka yang mau menyadari bahwa hubungan yang tidak sempurna sekalipun perlahan akan membaik jika kedua belah pihak di dalamnya bersedia menyelesaikan masalah dengan dewasa.Iklan
Tips
- Pastikan Anda mampu memberikan setidaknya satu contoh yang spesifik untuk didiskusikan.
- Kontrol emosi Anda dalam proses diskusi; pastikan Anda bicara dengan suara yang tenang dan yakin.
- Jadilah sosok yang kuat, bukan agresif. Jangan menghinanya, meremehkannya, atau meneriakinya di sepanjang proses diskusi.
- Latih kata-kata yang akan Anda sampaikan di depan kaca atau teman-teman Anda terlebih dahulu. Cobalah memosisikan diri Anda di posisinya; jika dia mendengar kata-kata Anda, bagaimana perasaannya?
Iklan
Peringatan
- Metode-metode dalam artikel ini berlaku bagi wanita yang ingin menyadarkan seorang pria (entah itu pasangannya, bosnya, atau rekan kerjanya) bahwa perilaku pria tersebut telah menyakiti hatinya, bukan untuk menyikapi hubungan yang diwarnai kekerasan fisik. Jika seorang pria menyakiti Anda secara fisik, segeralah mencari bantuan pihak-pihak yang berwenang seperti pengacara, dokter, atau ahli kesehatan mental yang tepercaya.
- Kekerasan fisik dalam bentuk apa pun tidak boleh ditoleransi; jika Anda menjadi korban kekerasan fisik, segeralah mencari bantuan pihah-pihak eksternal yang berwenang seperti pengacara, dokter, atau ahli kesehatan mental yang tepercaya.
- Jika situasi memburuk ketika Anda mengonfrontasinya, sebaiknya akhiri proses diskusi dan segeralah meminta bantuan ahli.
Iklan
Tentang wikiHow ini
Halaman ini telah diakses sebanyak 7.018 kali.
Iklan