Unduh PDF Unduh PDF

Setiap orang memiliki cara untuk melakukan sesuatu, dan cara ini terkadang terasa mengganggu bagi orang lain. Kebanyakan dari kita mampu menemukan kesamaan serta dapat bekerja sama dan membangun hubungan dengan baik, di dalam pergaulan sosial maupun di tempat kerja. Namun, ada saat-saat ketika Anda melihat seseorang, atau mungkin diri Anda sendiri, tidak dapat mengerti mengapa diri Anda sendiri atau orang lain yang Anda kenal sama sekali tidak dapat berubah atau berkompromi. Mungkin orang ini memiliki Gangguan Kepribadian Obsesif Kompulsif ( Obsessive Compulsive Personality Disorder /OCPD). Hanya ahli kesehatan mental profesional yang terlatihlah yang dapat mendiagnosis OCPD, tetapi Anda dapat belajar mengenali beberapa karakteristiknya.

Bagian 1
Bagian 1 dari 5:

Mengetahui Ciri-Ciri Umum OCPD

Unduh PDF
  1. Orang-orang dengan OCPD adalah orang-orang yang perfeksionis. Mereka sangat disiplin dan menikmati proses, prosedur, dan aturan. Mereka menghabiskan banyak waktu dan tenaga dalam perencanaan, tetapi sifat perfeksionis itu tetap tidak mampu membuat mereka menyelesaikan tugas-tugas mereka. [1] [2]
    • Orang-orang yang memiliki OCPD memiliki perhatian pada detail dan kebutuhan mereka untuk menjadi sempurna dalam setiap hal dan setiap aspek mendorong mereka untuk mengontrol setiap sisi dari lingkungan mereka. Mereka mampu mengatur segala hal yang sekecil-kecilnya pada diri orang-orang lain, walaupun mendapat perlawanan dari orang-orang lain itu.
    • Mereka sangat percaya dan mengikuti segala instruksi yang ada di buku panduan. Selain itu, mereka juga yakin bahwa peraturan, proses, dan prosedur harus diikuti dan bahwa ketidaksesuaian sekecil apa pun dari itu semua akan mengakibatkan hasil menjadi tidak sempurna.
    • Perilaku ini termasuk dalam Kriteria 1 dalam penentuan diagnosis OCPD menurut buku “Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th edition” (DSM-V).
  2. Keraguan dan ketidakmampuan untuk menyelesaikan tugas-tugas adalah ciri khas dari orang-orang dengan OCPD. Karena ia begitu perfeksionis, seorang dengan OCPD memiliki desakan yang kuat untuk bertindak dengan hati-hati dalam usahanya untuk memutuskan apa, kapan, dan bagaimana melakukan tugas-tugas yang ada. Ia akan sering melakukan penelusuran secara mendetail walaupun tidak ada hubungannya dengan keputusan yang harus dibuat. Orang-orang dengan OCPD sangat menghindari situasi impulsif atau hal-hal yang berisiko. [3]
    • Kesulitan untuk mengambil keputusan dan melakukan tugas bahkan sampai pada hal-hal yang kecil. Waktu yang berharga hilang begitu saja karena mempertimbangkan pro dan kontra dari setiap sisi, tidak peduli seberapa sepelenya pun hal tersebut.
    • Penekanan pada kesempurnaan justru menyebabkan penderita OCPD melakukan tugasnya secara berulang-ulang. Sebagai contoh, ia bisa saja membaca sebuah dokumen pekerjaan yang sama sebanyak 30 kali namun gagal mengerti isinya. Pengulangan ini dan pemikiran berstandar tinggi yang tidak masuk akal ini sering menyebabkan penderita OCPD tidak dapat berfungsi di tempat kerja mereka.
    • Perilaku ini termasuk dalam Kriteria 2 dalam penentuan diagnosis OCPD menurut buku “Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th edition” (DSM-V).
  3. Orang-orang dengan OCPD bisa saja sering terlihat “dingin” atau “tidak berperasaan” karena fokus mereka adalah pada produktivitas dan kesempurnaan, maka hal-hal seperti hubungan sosial dan hubungan yang romantis adalah di luar pemikirannya. [4]
    • Saat seseorang menderita OCPD berjalan-jalan, ia biasanya tidak terlihat menikmati, tetapi justru khawatir tentang hal-hal lain yang menurut pikirannya lebih baik untuk dilakukan, karena ia menganggap bersenang-senang hanyalah “membuang-buang waktu” saja.
    • Orang-orang dengan OCPD juga dapat membuat orang lain merasa tidak nyaman dalam acara-acara sosial, karena fokus mereka hanyalah terletak pada peraturan dan kesempurnaan. Sebagai contoh, seorang penderita OCPD mungkin merasa frustasi dengan “aturan kebiasaan” yang biasa diterapkan bersama dalam permainan “Monopoli”, jika kebiasaan-kebiasaan itu semua tidak tertulis dalam aturan yang resmi. Si penderita OCPD mungkin menolak untuk bermain, atau menghabiskan waktu mengkritik orang-orang lain yang sedang bermain atau berusaha mencari cara-cara untuk melakukan koreksi.
    • Perilaku ini termasuk dalam Kriteria 3 dalam penentuan diagnosis OCPD menurut buku “Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th edition” (DSM-V).
  4. Seorang penderita OCPD sering terlalu prihatin mengenai moral, etika, serta apa yang benar dan salah. Ia sering kali peduli secara berlebihan untuk memastikan bahwa dirinya melakukan hal yang “benar” dan ia memiliki definisi yang kaku mengenai arti “melakukan hal yang benar” itu, tanpa ada ruang untuk relativitas atau kesalahan. Ia terus-menerus khawatir mengenai kemungkinan dirinya melanggar peraturan, baik tanpa sengaja atau jika terpaksa. Ia biasanya sangat menghormati otoritas dan akan mematuhi semua aturan dan kewajiban, dan sama sekali tidak memusingkan apakah peraturan itu penting atau tidak. [5]
    • Orang-orang dengan OCPD juga menerapkan prinsip mereka tentang moralitas dan nilai-nilai kebenaran ini kepada orang lain. Seseorang yang menderita OCPD sulit untuk menerima bahwa orang lain, misalnya yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, bisa sajamemiliki prinsip moralitas yang berbeda pula dengan yang diyakininya.
    • Orang-orang dengan OCPD sering bersikap keras terhadap dirinya sendiri juga terhadap orang lain. Mereka cenderung melihat kesalahan dan pelanggaran yang kecil sekalipun sebagai kegagalan moral. Tidak ada situasi yang menjadi perkecualian dalam pemahaman penderita OCPD.
    • Perilaku ini termasuk dalam Kriteria 4 dalam penentuan diagnosis OCPD menurut buku “Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th edition” (DSM-V).
  5. Menimbun adalah gejala klasik pada gangguan Obsesif Kompulsif secara umum, tetapi juga terjadi secara khusus pada para penderita OCPD. Seorang penderita OCPD cenderung tidak membuang barang-barang yang sudah tidak terpakai atau bahkan barang-barang yang tidak bernilai sama sekali. [6] Ia menimbun semua barang itu karena berpikir bahwa tidak ada barang yang tidak bisa dipakai, “Kita tidak pernah tahu kapan barang ini akan berguna!” [7]
    • Barang-barang yang ditimbun ini termasuk sisa makanan yang sudah lama, bon pembelian, sampai sendok plastik dan baterai yang sudah rusak. Jika ia dapat membayangkan bahwa barang itu bisa berguna/dipakai suatu hari nanti, barang itu harus disimpan.
    • Penimbun sangat mencintai “harta” mereka dan jika ada orang lain yang berusaha ikut campur dengan koleksinya, hal itu akan sangat mengganggu dirinya. Ketidakmampuan orang lain untuk mengerti manfaat dari menimbun barang-barang ini justru sangat mengejutkan bagi mereka.
    • Menimbun sangat berbeda dengan koleksi. Para kolektor sangat menyukai dan senang akan barang-barang yang mereka koleksi, dan mereka tidak mengalami rasa cemas untuk membuang barang-barang yang tidak terpakai, tidak berguna, atau tidak dibutuhkan lagi. Sebaliknya, penimbun biasanya merasa cemas mengenai membuang barang apa pun, meskipun mungkin barang itu sudah tidak lagi berfungsi (seperti sebuah iPod yang rusak). [8]
    • Perilaku ini termasuk dalam Kriteria 5 dalam penentuan diagnosis OCPD menurut buku “Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th edition” (DSM-V).
  6. Orang-orang dengan OCPD sering dikenal sebagai “si gila kontrol”. Mereka sangat sulit mendelegasikan tanggung jawab pada satu tugas kepada orang lain, karena tugas tersebut mungkin tidak akan dilakukan persis seperti yang ia yakini seharusnya dilakukan. Jika akhirnya mendelegasikan tugas, penderita OCPD akan memberikan daftar petunjuk yang melelahkan mengenai cara dan proses melakukan tugas itu, termasuk tugas-tugas yang sederhana seperti memasukkan pakaian ke dalam mesin cuci. [9]
    • Seorang dengan OCPD akan sering mengkritik atau “mengkoreksi” orang lain yang sedang melakukan tugas dengan cara yang berbeda dengan caranya sendiri, meskipun mungkin sebenarnya cara lain itu tidak menciptakan hasil yang berbeda atau justru lebih efektif. Ia tidak menyukai pendapat orang lain yang berbeda mengenai cara melakukan sesuatu, dan akan bereaksi dengan terkejut dan marah jika hal ini terjadi.
    • Perilaku ini termasuk dalam Kriteria 6 dalam penentuan diagnosis OCPD menurut buku “Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th edition” (DSM-V).
  7. Seorang penderita OCPD tidak hanya sulit membuang barang-barang yang tidak berguna, tetapi juga terus-menerus “menghemat”. Orang-orang semacam ini biasanya enggan berbelanja walaupun untuk membeli hal-hal yang diperlukan karena mereka khawatir mengenai simpanan yang harus dipersiapkan untuk kebutuhan-kebutuhan darutat di masa mendatang. Mereka bisa saja menerapkan gaya hidup yang jauh di bawah kemampuannya, atau bahkan di bawah standar kesehatan, demi menghemat uang.
    • Ini juga berarti bahwa mereka tidak dapat terpisah dari uang dengan memberikannya bagi seseorang yang membutuhkan. Mereka juga biasa membujuk orang-orang lain agar tidak berbelanja juga.
    • Perilaku ini termasuk dalam Kriteria 7 dalam penentuan diagnosis OCPD menurut buku “Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th edition” (DSM-V).
  8. Orang dengan OCPD sangat keras kepala dan kaku. Mereka tidak suka dan tidak mampu menghadapi orang-orang yang mempertanyakan diri mereka, atau mempertanyakan maksud, tindakan, perilaku, ide, dan keyakinan mereka. Bagi mereka, diri mereka selalu menjadi pihak yang benar, dan tidak ada alternatif lain selain hal-hal yang mereka lakukan dan cara-cara mereka melakukannya. [10]
    • Siapa pun yang mereka anggap menentang mereka dan tidak menuruti keinginan mereka dipandang tidak kooperatif dan tidak bertanggung jawab.
    • Sifat keras kepala ini sering membuat bahkan teman-teman dekat dan keluarga menjadi tidak senang untuk berinteraksi dengannya. Seorang dengan OCPD tidak dapat menerima pertanyaan atau saran, walaupun dari orang yang dikasihinya.
    • Perilaku ini termasuk dalam Kriteria 8 dalam penentuan diagnosis OCPD menurut buku “Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th edition” (DSM-V).
    Iklan
Bagian 2
Bagian 2 dari 5:

Mengenali OCPD dalam Hubungan Sosial

Unduh PDF
  1. Orang-orang dengan OCPD tidak dapat menahan diri dari mengeluarkan ide-ide dan pandangan mereka mengenai orang lain, bahkan dalam situasi-situasi yang menurut pertimbangan banyak orang lain merupakan hal yang tidak wajar. Intinya adalah sikap dan perilaku seperti itu dapat membuat orang lain kecewa serta menciptakan benturan dalam hubungan dan hal ini tidak pernah terpikirkan oleh mereka, atau tidak akan menghentikan mereka melakukan hal yang mereka lakukan. [11]
    • Seorang penderita OCPD tidak akan merasa bersalah walaupun telah melewati batas, meskipun mungkin hal itu berarti memantau, mengontrol, ikut campur, dan mengusik hidup orang lain, demi terjadi kesempurnaan dan keteraturan dalam segala hal.
    • Ia akan kecewa, marah, dan depresi jika orang lain tidak mengikuti arahannya. Ia akan marah atau frustasi jika melihat orang lain tidak sependapat dengan dirinya dalam berusaha melakukan segala sesuatu sesuai aturan dan dengan sempurna.
  2. Orang-orang dengan OCPD biasanya menghabiskan sebagian besar waktu untuk bekerja, secara sengaja dan berdasarkan keputusan diri sendiri. Mereka hampir tidak memiliki waktu liburan. Waktu liburan mereka, kalaupun ada, akan digunakan untuk “memperbaiki” atau “mengembangkan” sesuatu. Oleh karena itu, para penderita OCPD biasanya tidak memiliki hubungan pertemanan.
    • Jika seorang penderita OCPD berusaha menghabiskan waktu liburnya untuk melakukan hobi atau aktivitas “santai” seperti melukis atau permainan olahraga seperti tenis, ia tidak melakukannya karena aktivitas itu menyenangkan. Ia akan terus-menerus berusaha untuk menjadi ahli dalam seni atau permainan tersebut. Ia akan mempraktikkan prinsip yang sama terhadap keluarganya dan mengharapkan mereka untuk menjadi unggul dalam segala hal yang dilakukan, bukan sekadar bersenang-senang. [12]
    • Intervensi dan campur tangan ini sering membuat orang-orang di sekitar dirinya menjadi marah. Ini tidak hanya membuat waktu liburan keluarga menjadi berantakan, tetapi juga merusak hubungan.
  3. Bagi kebanyakan orang dengan OCPD, emosi adalah sesuatu yang membuang-buang waktu saja, dan sebenarnya waktu itu dapat digunakan untuk melanjutkan usaha-usaha mengejar kesempurnaan. Penderita OCPD biasanya sangat kaku dalam mengekspresikan atau menunjukkan perasaan.
    • Sikap enggan untuk menunjukkan emosi ini biasanya terjadi karena khawatir kalau-kalau ekspresi itu atau emosinya sendiri tidak sempurna. Penderita OCPD akan menunda hingga waktu yang sangat lama untuk mengatakan sesuatu yang berhubungan dengan perasaannya, hanya untuk memastikan bahwa yang dikatakannya itu “benar.” [13]
    • Orang-orang dengan OCPD akan terlihat kaku atau terlalu formal saat berusaha mengungkapkan perasaan mereka. Sebagai contoh, mereka akan berusaha berjabat tangan saat seorang mengharapkan sebuah pelukan, atau menggunakan gaya bahasa yang kaku demi mencapai standar “yang benar”.
  4. Orang-orang dengan OCPD tidak hanya sulit mengungkapkan emosinya, namun juga sulit bertoleransi dengan emosi orang lain. Orang-orang dengan OCPD akan terlihat tidak nyaman dalam situasi saat orang-orang di sekitarnya sedang emosional (seperti dalam acara olahraga atau reuni keluarga). [14]
    • Sebagai contoh, banyak orang tentu ingin menyapa seorang teman yang sudah lama tidak dijumpai dengan emosi senang. Namun, seorang penderita OCPD tidak dapat mengalami atau menunjukkan perasaan seperti itu, dan mungkin tidak akan tersenyum, apalagi memeluk.
    • Mereka mungkin terkesan “bebas” dari emosi, dan sering terlihat meremehkan orang-orang yang menunjukkan perasaan serta menyebut orang-orang itu sebagai orang-orang yang “tidak masuk akal” atau inferior.
    Iklan
Bagian 3
Bagian 3 dari 5:

Mengenali OCPD di Lingkungan Kerja

Unduh PDF
  1. Memuaskan orang-orang dengan OCPD di tempat kerja adalah tujuan yang tidak mungkin dicapai, apalagi untuk membuat mereka terkesan. Mereka bukan hanya merupakan para pecandu kerja, tetapi juga pecandu kerja yang membuat orang lain sulit bekerja. Orang-orang dengan OCPD melihat diri mereka sebagai orang yang setia dan bertanggung jawab karena mengalokasikan waktu yang lama untuk bekerja, meskipun mungkin waktu itu sering kali tidak terlalu produktif. [15]
    • Perilaku ini biasa dilakukan oleh mereka, dan mereka berharap semua karyawan perusahaan mengikuti jejaknya.
    • Pada umumnya, orang-orang dengan OCPD sering bekerja lembur tetapi tidak dapat menjadi teladan. Mereka tidak mampu menjadi contoh yang baik dalam bekerja bagi orang-orang yang dipimpinnya dan yang bekerja dengannya. Mereka lebih berfokus pada tugas daripada hubungan dengan orang-orang yang bekerja dengannya. Mereka tidak mampu menyeimbangkan pekerjaan dan hubungan. Mereka sering gagal mendorong semangat orang-orang lain untuk mengikutinya dan mendukung tujuannya.
    • Meski demikian, penting untuk kita akui bahwa beberapa tempat memang memiliki budaya untuk menghargai secara lebih tinggi terhadap orang sering bekerja lembur atau menghabiskan banyak waktu pribadinya untuk bekerja. Budaya semacam ini berbeda dengan kondisi OCPD.
    • Bagi orang-orang dengan OCPD, bukanlah sebuah paksaan baginya untuk bekerja, tetapi ia rela untuk bekerja.
  2. Orang-orang dengan OCPD bersifat kaku dan keras kepala saat menghadapi berbagai situasi, termasuk dengan teman kerjanya atau para karyawannya mereka mungkin terlalu terlibat dalam kehidupan pribadi para karyawannya dan tidak meninggalkan ruang atau batas untuk kehidupan pribadi. Mereka juga berasumsi bahwa cara mereka berperilaku di tempat kerja adalah cara yang patut dilakukan oleh semua orang di tempat kerja tersebut. [16]
    • Sebagai contoh, seorang manajer dengan kondisi OCPD akan menolak permintaan cuti karyawan karena ia tidak dapat menerima alasan cuti karyawan tersebut yang bukanlah merupakan kewajiban yang harus dilakukan (termasuk jika alasan itu adalah keperluan keluarga).
    • Orang-orang dengan OCPD tidak mempertimbangkan bahwa ada yang salah dengan diri mereka dan cara mereka berfungsi. Mereka melihat diri mereka sebagai lambang kesempurnaan dan keteraturan, dan jika sikap ini membuat orang lain jengkel, orang lain tersebut dianggap tidak dapat diandalkan dan tidak rela bekerja demi kesejahteraan perusahaan/organisasi.
  3. Orang-orang dengan OCPD merasa bahwa orang lain tidak sadar bagaimana melakukan setiap hal dengan cara yang lebih baik. Menurut mereka, cara mereka adalah satu-satunya cara dan cara terbaik untuk melakukan segalanya. Kolaborasi dan kerja sama tidak bermaknabagi penderita OCPD.
    • Seseorang dengan OCPD biasanya akan menjadi “ micromanager ” atau rekan setim yang mengerikan, karena ia biasanya berusaha memaksa setiap orang untuk melakukan segala sesuatu dengan caranya sendiri.
    • Seseorang dengan OCPD tidak nyaman membiarkan orang lain melakukan pekerjaan dengan cara orang tersebut karena takut kalau-kalau orang itu berbuat kesalahan. Ia biasanya enggan mendelegasikan tanggung jawab dan akan melakukan pengontrolan sampai pada hal yang sekecil-kecilnya kepada orang tersebut jika berhasil melakukan delegasi. Sikap dan perilakunya menujukkan pesan bahwa ia tidak percaya kepada orang lain dan kepada kemampuan mereka.
  4. Sering kali, orang-orang dengan OCPD terperangkap dalam sifat perfeksionis sehingga melanggar batas waktu pekerjaannya, walaupun batas waktu itu penting. Mereka sangat kesulitan untuk mengatur waktu dengan efektif karena perhatian mereka selalu terpaku pada hal-hal yang minor.
    • Lambat laun, sifat, perasaan, dan kecenderungan mereka menciptakan konflik disfungsi yang membuat mereka terkucilkan karena banyak orang tidak suka bekerja dengan mereka. Sikap dan pandangan mereka yang keras kepala terhadap diri sendiri membuat keadaan menjadi rumit di tempat kerja serta dapat membuat orang-orang di sekitarnya tidak ingin berpasangan/bekerja sama dengan mereka.
    • Saat mereka kehilangan dukungan, mereka justru menjadi semakin bersikukuh untuk membuktikan kepada orang lain bahwa tidak ada alternatif lain yang dapat dilakukan. Ini akan membuat diri mereka semakin terisolasi dari pergaulan.
    Iklan
Bagian 4
Bagian 4 dari 5:

Mendapatkan Perawatan yang Tepat

Unduh PDF
  1. Hanya seorang ahli kesehatan mental yang memiliki latar belakang pendidikan yang tepatlah yang dapat mendiagnosis dan menangani mereka dengan kondisi OCPD. Untunglah, perawatan OCPD biasanya lebih efektif daripada perawatan pada gangguan kepribadian lainnya. [17] Seorang ahli kesehatan mental yang tepat untuk kasus ini adalah seorang psikolog atau psikiater, karena kebanyakan dokter keluarga dan dokter umum tidak mendapat pelatihan khusus di bidang OCPD.
  2. Terapi berbicara, terutama Terapi Perilaku Kognitif ( Cognitive Behavioral Therapy /CBT), biasanya dianggap sebagai penanganan yang efektif untuk orang-orang dengan kondisi OCPD. [18] CBT dilakukan oleh ahli kesehatan mental, dan termasuk mengajarkan orang tersebut cara-cara untuk mengakui dan mengubah pola pikir serta pola perilaku yang tidak bermanfaat. [19]
  3. Dalam kebanyakan kasus, terapi sudah cukup untuk menangani OCPD. Namun dalam beberapa kasus lainnya, dokter atau psikiater Anda mungkin merekomendasikan pengobatan seperti “Prozac”, yaitu obat dari golongan selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI). [20]
    Iklan
Bagian 5
Bagian 5 dari 5:

Memahami OCPD Lebih Jauh

Unduh PDF
  1. OCPD juga dikenal sebagai gangguan kepribadian anankastik (tergantung pada di negara mana Anda tinggal). [21] Seperti sebutannya, ini adalah suatu gangguan kepribadian. Gangguan kepribadian adalah kondisi ketika terjadi pola maladaptif dalam cara berpikir, perilaku, dan pengalaman, yang melampaui berbagai konteks yang berbeda dan sangat berdampak dalam hidup penderitanya.
    • Seorang penderita OCPD mengalami kenikmatan dalam kebutuhannya akan kekuasaan dan kontrol atas sebuah lingkungan. Gejala-gejala ini haruslah diikuti dengan pola yang menetap dalam hal kecenderungan kontrol peraturan, kesempurnaan, serta hubungan antarmanusia dan psikologis.
    • Kontrol seperti ini terjadi dan mengorbankan efisiensi, keterbukaan, dan fleksibilitas, karena adanya kadar kekakuan yang kuat dalam keyakinan penderitanya, yang sering mempengaruhi kemampuannya untuk menyelesaikan tugas.
  2. OCPD memiliki diagnosis yang sangat berbeda dari gangguan obsesif kompulsif (OCD), walaupun beberapa gejala di antaranya memang sama. [22]
    • Obsesi, seperti definisinya, berarti pemikiran dan perasaan individu tersebut sepenuhnya didominasi oleh suatu gagasan yang sama secara terus-menerus. Sebagai contoh, hal ini dapat berwujud kebersihan, rasa aman, atau hal lainya yang memiliki makna penting bagi individu tersebut.
    • Sifat kompulsif melibatkan sebuah tindakan yang dilakukan berulang-ulang dan terus-menerus tanpa mengarah pada sebuah penghargaan atau kenikmatan tertentu sebagai titik akhirnya. [23] Aksi ini sering dilakukan untuk menghilangkan obsesi yang ada, misalnya berkali-kali mencuci tangan karena obsesi akan kebersihan atau berulang-ulang memeriksa apakah pintu sudah dikunci sampai 32 kali karena obsesi bahwa jika hal ini tidak dilakukan rumah akan dirampok.
    • Gangguan obsesif kompulsif adalah gangguan “rasa cemas” yang melibatkan obsesi yang mengganggu yang harus dilampiaskan/disalurkan dengan cara melakukan perilaku kompulsif. Orang yang menderita OCD sering mengetahui bahwa obsesi mereka tidak masuk akal dan mengganggu tetapi tidak dapat menghindarinya. [24] Berbeda dengan penderita OCD, orang-orang dengan kondisi OCPD, karena hal ini adalah gangguan “kepribadian”, sering kali tidak memahami bahwa pemikiran dan kebutuhan mereka untuk mengendalikan semua area hidup mereka dengan cara yang kaku adalah tidak masuk akal atau membawa masalah. [25]
  3. Buku panduan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th edition (DSM-V) menyatakan bahwa untuk dapat didiagnosis sebagai penderita OCPD, pasien haruslah menunjukkan empat atau lebih dari gejala ini dalam konteks yang bervariasi hingga tingkat yang mengganggu kehidupannya: [26]
    • Menggemari detail, peraturan, daftar, keteraturan, organisasi, atau jadwal, sampai kehilangan inti utama dari aktivitas tersebut
    • Menunjukkan sikap perfeksionis yang mengintervensi penyelesaian tugas (misalnya, tidak mampu menyelesaikan proyek karena terlalu kaku dengan standar yang tidak dapat dipenuhi)
    • Mendedikasikan diri untuk bekerja secara berlebihan sampai mengorbankan waktu liburan dan hubungan pertemanan (kecuali jika memang dirinya sedang mengalami kebutuhan ekonomi yang sangat besar dan mendesak, hingga terpaksa bekerja mati-matian)
    • Memiliki kehati-hatian, kecermatan, dan kekakuan yang berlebihan mengenai masalah-masalah moralitas, etika, atau nilai-nilai (kecuali jika memang dirinya mennganut standar-standar itu karena latar belakang budaya atau agama tertentu)
    • Tidak mampu membuang barang-barang yang tidak berguna dan tidak bernilai meskipun mungkin barang tersebut tidak memiliki nilai sentimental
    • Enggan mendelegasikan tugas atau bekerja sama dengan orang lain kecuali orang lain tunduk pada cara yang ditentukannya
    • Menganggap bahwa berbelanja hanyalah membuang-buang uang saja, baik untuk dirinya sendiri dan orang lain, dan berpendapat kuat bahwa uang seharusnya disimpan untuk kebutuhan darurat di masa mendatang
    • Menunjukkan sifat kaku dan keras kepala yang berlebihan.
  4. Demikian pula, panduan International Classification of Disease 10 dari WHO mensyaratkan bahwa pasien harus menunjukkan gejala-gejala khusus berdasarkan kriteria gangguan kepribadian agar dapat didiagnosis sebagai penderita gangguan kepribadian (seperti yang telah disebutkan di atas). Pasien haruslah memiliki setidaknya tiga dari gejala berikut ini agar dapat didiagnosis memiliki gangguan kepribadian anankastik:
    • Perasaan ragu dan waswas yang berlebihan
    • Menikmati detail, peraturan, daftar, keteraturan, organisasi, atau jadwal
    • Sikap perfeksionis yang mengintervensi penyelesaian tugas
    • Sikap hati-hati yang berlebihan, sangat mendetail setiap saat, dan sangat menikmati produktivitas hingga tidak memiliki keinginan berlibur atau menjalin hubungan dengan orang lain
    • Memiliki ketelitian dan kepatuhan yang berlebihan pada peraturan yang berlaku di lingkup sosial
    • Kaku dan keras kepala
    • Memaksa orang lain untuk mengerjakan segala sesuatu sesuai dengan keinginannya dengan alasan yang tidak masuk akal, atau enggan untuk membiarkan orang lain melakukan pekerjaan itu
    • Merasa terganggu saat menerima pemikiran atau masukan orang lain yang muncul/diberikan tanpa diminta.
  5. OCPD adalah gangguan kepribadian yang umum, dan buku panduan DSM-V memperkirakan bahwa sekitar 2,1--7,9% dari masyarakat umum menderita OCPD. [27] Kondisi ini juga terjadi karena faktor keturunan dalam keluarga, maka kondisi OCPD memiliki kemungkinan sifat genetis. [28]
    • Pria memiliki kemungkinan dua kali lipat lebih besar untuk menderita OCPD dari pada wanita. [29]
    • Anak-anak yang dibesarkan dalam suasana keluarga yang kaku dan penuh kontrol memiliki kemungkinan lebih besar untuk menderita OCPD. [30]
    • Anak-anak yang bertumbuh dengan orang tua yang terlalu keras dan selalu tidak setuju atau terlalu protektif dapat bertumbuh menjadi penderita OCPD. [31]
    • 70% penderita OCPD juga menderita depresi. [32]
    • Sekitar 25-50% dari penderita OCD juga menderita OCPD. [33]
    Iklan

Tips

  • Penting untuk dicatat bahwa hanya ahli kesehatan yang berkualifikasi resmilah dapat mendiagnosis keberadaan gangguan ini pada seseorang.
  • Anda atau seseorang yang Anda kenal mungkin memiliki tiga atau lebih dari kriteria gangguan kepribadian anankastik atau empat atau lebih gejala yang relevan dengan OCPD, tetapi ini bukan berarti bahwa Anda memiliki kondisi ini. Dukungan konseling tetap akan bermanfaat bagi Anda yang berada dalam situasi semacam ini.
  • Gunakan informasi di atas sebagai panduan untuk mengamati apakah Anda atau seseorang yang Anda kenal membutuhkan pertolongan.
  • WHO dan APA (American Psychological Association) menggunakan buku panduan yang berbeda, yaitu DSM dan ICD. Keduanya harus digunakan dalam kaitan terhadap satu dengan lainnya, bukan secara terpisah. [34]
Iklan

Referensi

  1. http://edmonton.cmha.ca/mental_health/obsessive-compulsive-personality-disorder/# .U1B3nVca1PY
  2. American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorders (5th ed.). Washington, DC: APA. p. 679
  3. American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorders (5th ed.). Washington, DC: APA. p. 679
  4. American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorders (5th ed.). Washington, DC: APA. p. 679
  5. American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorders (5th ed.). Washington, DC: APA. p. 679
  6. American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorders (5th ed.). Washington, DC: APA. p. 680.
  7. http://www.adaa.org/understanding-anxiety/obsessive-compulsive-disorder-ocd/hoarding-basics
  8. http://www.adaa.org/living-with-anxiety/ask-and-learn/ask-expert/what-hoarding-and-how-do-i-know-if-i%E2%80%99m-hoarder-what-dif
  9. American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorders (5th ed.). Washington, DC: APA. p. 680.
  1. American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorders (5th ed.). Washington, DC: APA. p. 680.
  2. American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorders (5th ed.). Washington, DC: APA. p. 680.
  3. American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorders (5th ed.). Washington, DC: APA. p. 679.
  4. American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorders (5th ed.). Washington, DC: APA. p. 680.
  5. American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorders (5th ed.). Washington, DC: APA. p. 680.
  6. http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/personality-disorders/basics/symptoms/con-20030111
  7. Mark Unterberg. Personality Disorders in the Workplace: The Overinvolved, Underachieving Manager. Business and Health Jul. 1, 2003;21.
  8. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000942.htm
  9. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000942.htm
  10. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3138327/
  11. http://psychcentral.com/disorders/sx26t.htm
  12. Barlow, D.H. & Durand, V.M. (2009) Abnormal Psychology: An integrative approach (5th edn). Wadsworth: CA.
  13. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000942.htm
  14. Barker, P. (2002) Psychiatric and Mental Health Nursing
  15. http://www.nimh.nih.gov/health/topics/obsessive-compulsive-disorder-ocd/index.shtml
  16. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000942.htm
  17. American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorders (5th ed.). Washington, DC: APA. p. 678-9.
  18. American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorders (5th ed.). Washington, DC: APA. p. 681.
  19. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000942.htm
  20. American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorders (5th ed.). Washington, DC: APA. p. 681.
  21. https://iocdf.org/wp-content/uploads/2014/10/OCPD-Fact-Sheet.pdf
  22. https://iocdf.org/wp-content/uploads/2014/10/OCPD-Fact-Sheet.pdf
  23. http://www.dsm5.org/research/pages/obsessivecompulsivespectrumdisordersconference(june20-22,2006).aspx
  24. http://www.dsm5.org/research/pages/obsessivecompulsivespectrumdisordersconference(june20-22,2006).aspx
  25. http://www.dsm5.org/about/pages/faq.aspx#10

Tentang wikiHow ini

Halaman ini telah diakses sebanyak 7.497 kali.

Apakah artikel ini membantu Anda?

Iklan