Unduh PDF Unduh PDF

Mengencani seseorang yang sudah memiliki anak dapat menjadi keputusan yang benar-benar menyulitkan. Bagi orang tua tunggal, kebutuhan dan keinginan anak berada di atas segala-galanya. Sebagai orang baru dalam hubungan mereka, Anda tentunya perlu belajar untuk menghargai dan mendukung sikapnya tersebut. Jangan khawatir, dengan menyusun batasan yang jelas dan belajar berempati, niscaya Anda akan berhasil mewujudkan hubungan yang serius dengan pasangan yang sudah memiliki anak.

Bagian 1
Bagian 1 dari 3:

Memulai Hubungan

Unduh PDF
  1. Jika Anda mencari hubungan yang serius, pertimbangkanlah apakah Anda benar-benar siap berkomitmen dengan seseorang yang sudah memiliki anak. Ingat, situasi tersebut dapat benar-benar menyulitkan Anda. Jujurlah kepada diri Anda, mampukah Anda melakukannya?
    • Bagi orang tua (terutama jika anak-anaknya masih kecil), prioritas mereka adalah anak-anaknya, bukan pasangannya. Sadarilah bahwa jadwal kencan Anda dapat berubah pada menit-menit terakhir karena pasangan harus terlebih dahulu memenuhi kebutuhan anaknya. Anda mungkin juga tidak akan bisa menghabiskan waktu terlalu sering dengan pasangan atau bahkan sering merasa dinomorduakan. [1]
    • Jika pasangan memiliki anak dari hubungan terdahulunya, kemungkinan besar mantan istri/suaminya akan selalu menjadi bagian dari hidupnya. Dengan demikian, kemungkinan besar dia tetap akan sering berkomunikasi dengan mantan suami/istrinya, sekalipun sudah menjalin hubungan dengan Anda. Apakah Anda merasa nyaman dengan situasi tersebut? Apakah Anda masih merasakan kecemburuan atau ketegangan akibat situasi tersebut? Jika situasinya semakin serius dan mengganggu, kemungkinan besar Anda perlu berkenalan dan bersosialisasi dengan mantan suami/istri pasangan. Pertimbangkan seluruh aspek di atas sebelum menjalin hubungan serius dengan orang tua tunggal. [2]
    • Sebagian besar orang tua tunggal akan bersikap lebih hati-hati, terutama dalam menjalin hubungan romantis dengan orang baru. Pahamilah penyebabnya: ketika pasangan Anda sudah menjadi orang tua, secara otomatis beban hidupnya akan bertambah (apalagi jika dia adalah orang tua tunggal). Jika terjadi masalah dalam hubungan romantisnya, kemungkinan besar kemampuannya untuk mengasuh anak-anaknya pun akan terganggu. Inilah mengapa hubungan Anda mungkin akan bergerak lebih lambat dari yang seharusnya, terutama karena pasangan Anda sangat memperhitungkan kepentingan anaknya. [3]
  2. Anda perlu terlebih dahulu bertanya batasan seperti apa yang berkaitan dengan anaknya. Biasanya, percakapan semacam ini sulit dimulai oleh orang tua tunggal. Oleh karenanya, pasangan akan lebih menghargai jika Anda mau menanyakan batasan-batasan seperti apa yang perlu Anda pahami sebelum menjalin hubungan lebih jauh dengannya.
    • Batasan-batasan yang dibuat biasanya sederhana, seperti berapa lama waktu yang perlu dialokasikan untuk anaknya (dan Anda harus menghargainya). Misalnya, pasangan mungkin menegaskan bahwa dia tidak akan bisa berkencan di hari kerja karena anaknya membutuhkannya. Hargai batasan tersebut dan tunjukkan pengertian Anda. [4]
    • Pasangan mungkin juga sudah membuat batasan mengenai waktu yang tepat untuk memperkenalkan Anda kepada anaknya . Meski tidak disampaikan secara eksplisit, kemungkinan dia tidak akan memberikan jawaban yang pasti jika Anda menanyakannya. Meski Anda tidak boleh memaksanya, pastikan bahwa kapan pun dia siap, Anda bersedia menemui anaknya dengan senang hati. [5]
  3. Jangan menganggap anak pasangan sebagai beban. Cobalah untuk selalu mencari sisi positif dari segala situasi yang ada.
    • Jika pasangan sudah memiliki anak, kemungkinan besar dia akan menyumbangkan berbagai perspektif yang baru dan unik untuk Anda. Secara umum, cara pasangan memandang pekerjaan, hidup, dan tanggung jawab tentunya juga dipengaruhi oleh anaknya. Manfaatkan situasi ini untuk memperluas perspektif Anda dan mengembangkan diri ke arah yang lebih baik.
    • Situasi pasangan mungkin akan menyulitkan Anda untuk sering-sering menghabiskan waktu berdua dengannya. Tidak perlu bersedih. Situasi tersebut justru memungkinkan Anda dan pasangan untuk lebih menghargai kebersamaan dan memaksimalkan waktu yang kalian miliki. Selain itu, Anda dan pasangan juga akan “dipaksa” untuk lebih sering berinteraksi secara tidak langsung (lewat telepon atau surel). Tanpa gangguan sekitar, komunikasi Anda dan pasangan justru dapat terjalin dengan lebih serius dan mendalam.
    • Banyak kegiatan untuk anak-anak yang juga bisa dinikmati oleh orang dewasa, seperti bermain di taman hiburan dan menonton film kartun yang menarik. Cobalah mengembangkan hubungan dengan melakukan kegiatan yang bisa dinikmati semua pihak.
    Iklan
Bagian 2
Bagian 2 dari 3:

Mengenal Anak Pasangan

Unduh PDF
  1. Sebelum menjalin hubungan yang serius dengan pasangan, Anda perlu terlebih dahulu merasa nyaman dengan pola asuhnya. Jika ada hal-hal yang membuat Anda kurang nyaman, kemungkinan besar ini merupakan pertanda bahwa hubungan Anda tidak akan langgeng.
    • Jika Anda mengencani orang tua tunggal, secara otomatis Anda akan mengambil bagian dalam keluarganya. Pastikan Anda merasa nyaman dengan budaya keluarga pasangan. Amati pula pola interaksi pasangan dengan anaknya dan pastikan Anda merasa nyaman dengan lingkungan keluarga mereka. [6]
    • Jika Anda merasa tidak nyaman dengan pola asuh/pola interaksi pasangan dengan anaknya, bukan berarti pasangan Anda adalah orang tua yang buruk. Namun dikhawatirkan, nantinya Anda akan merasa terasing di tengah-tengah mereka. Mungkin pasangan memiliki prinsip yang berbeda dengan Anda. Mungkin pasangan mendidik anaknya dengan sangat religius padahal Anda adalah seorang agnostik. Mungkin pasangan Anda sangat berfokus pada kesuksesan sementara Anda cenderung menjalani hidup dengan sangat santai. Apa pun ketidaknyamanan yang terasa, jangan diabaikan dan manfaatkan sebagai bahan pertimbangan Anda. [7]
  2. Jika Anda belum akrab dengan anak pasangan, kemungkinan Anda akan kesulitan menentukan sikap di dekatnya. Berita baiknya, Anda tidak perlu langsung menunjukkan bahwa Anda adalah sosok orang tua yang baik untuknya. Cukup jadilah panutan yang baik dan tinggalkan kesan yang kuat di benaknya.
    • Tunjukkan sikap terbaik Anda di depan anak pasangan. Selalu ucapkan “tolong” dan “terima kasih”, pun selalu tunjukkan sikap yang ramah dan sopan. Dengarkan jika anak pasangan sedang mengajak Anda bicara. Tawarkan diri untuk membantu menyelesaikan pekerjaan rumah, seperti mencuci piring setelah makan atau membuang kantong sampah.
    • Perlakukan pasangan dengan baik dan sopan untuk menghargai anaknya. Tunjukkan kepada anak pasangan bagaimana cara yang baik dan benar untuk memperlakukan ayah/ibunya. [8]
    • Tunjukkkan kebaikan lewat hal-hal kecil. Misalnya, berikan pujian kepada pasangan. Jika anak pasangan menunjukkan hasil karyanya di sekolah, berikan respons positif dan puji kreativitasnya. Jika pasangan memiliki hewan peliharaan, perlakukan peliharaannya dengan baik.
  3. Anak-anak dapat mencium gelagat kebohongan dan kepalsuan dalam diri seseorang. Banyak orang merasa perlu bersikap lebih ramah atau lebih keren dari biasanya ketika bertemu anak-anak pasangannya. Namun faktanya, sikap tersebut justru berlebihan dan menunjukkan kepalsuan Anda. Jadilah diri sendiri dan berikan waktu kepadanya untuk mengenal Anda secara bertahap.
    • Jadilah diri sendiri pada fase perkenalan. Biarkan anak pasangan mengenal Anda sebagai diri Anda yang sebenarnya, bukan sebagai karakter yang Anda ciptakan. Meski Anda tetap harus menjaga tata bahasa dan kepantasan subjek pembicaraan, tidak perlu benar-benar mengubah kepribadian Anda berdasarkan keinginan anak tersebut. [9]
    • Lontarkan pertanyaan mengenai sekolah, hobi, dan teman-temannya. Banyak orang merasa harus mampu “membaca” ketertarikan anak tanpa perlu menanyakannya. Namun percayalah, cara termudah dan terjujur untuk mengenal anak pasangan lebih dekat adalah dengan bertanya. [10]
    • Mungkin saja anak pasangan akan merasa grogi ketika harus menemui Anda. Kondisi tersebut sangat normal dan perlu Anda pahami. Secara alamiah, dia mungkin juga akan bersikap kasar kepada pasangan baru ayah/ibunya. Seburuk apa pun situasinya, pastikan Anda meresponsnya dengan penuh kesabaran dan sikap bersahabat. Pahamilah bahwa emosi-emosi semacam itu normal muncul dalam fase perkenalan; jangan terlalu dimasukkan ke dalam hati. [11]
  4. Jika pasangan sudah memiliki anak, sebagian besar kegiatannya akan sulit diprediksi. Mungkin saja dia harus meninggalkan Anda di tengah-tengah kencan karena anaknya sakit atau karena dia harus menghadiri pertemuan orang tua. Jika pada dasarnya Anda bukan orang yang fleksibel, cobalah membuat sedikit kelonggaran dalam hidup Anda. Belajarlah untuk berempati kepada situasi pasangan dan izinkan dia mengatur ulang jadwal yang disesuaikan dengan kondisi anaknya. [12]
  5. Setelah pasangan merasa nyaman melihat Anda berhubungan dengan anaknya, mulailah melibatkan anak pasangan dalam beberapa kegiatan. Rancang acara kencan di tempat yang ramah anak-anak sehingga pasangan tidak merasa perlu memilih antara Anda atau anaknya.
    • Pergilah bermain boling, sepatu roda, atau olahraga lain yang bisa melibatkan anak-anak. Jika di kota Anda ada pasar malam atau karnaval, ajak mereka pergi bersama Anda.
    • Jika Anda dan pasangan suka menonton film, sesekali ajak dia menonton film anak-anak yang menarik. Pada kesempatan tersebut, ajak pula anaknya. Jangan khawatir, banyak film anak-anak yang juga ditargetkan untuk orang dewasa.
    • Sesekali datanglah ke rumah pasangan, terutama pada akhir pekan. Pasangan mungkin akan sulit berkencan di hari kerja, jadi tawarkan diri untuk datang ke rumahnya. Anda bisa membawa berkotak-kotak pizza atau memasak makan malam, lalu merencanakan berbagai kegiatan yang menarik untuk dilakukan sepanjang malam.
  6. Banyak orang yang terburu-buru ingin menguatkan hubungan dengan anak pasangannya (terutama jika hubungan mereka dengan pasangannya sudah terjalin semakin serius). Seserius apa pun hubungan Anda dan pasangan, biarkan keakraban Anda dengan anaknya terjalin secara alamiah. Ingat, sebuah hubungan yang didasari paksaan tidak akan berakhir dengan baik.
    • Izinkan pasangan membantu Anda dengan caranya sendiri. Jika menurutnya Anda hanya perlu berinteraksi satu atau dua kali sebulan dengan anaknya di awal perkenalan, hargai keputusannya. [13]
    • Izinkan pasangan menentukan cara terbaik untuk memperkenalkan Anda kepada anaknya. Kemungkinan besar, Anda mungkin hanya akan diperkenalkan sebagai “teman”. Jika itu terjadi, tidak perlu merasa kesal. Jangan memaksa pasangan untuk memperkenalkan Anda sebagai “pacar” atau “calon istri” jika dia memang belum siap. [14]
  7. Ingat, Anda bukanlah orang tua anak tersebut; Anda hanyalah pasangan belum sah ayah/ibunya. Sekalipun ada keputusannya yang tidak Anda sepakati, Anda tidak berhak mengkritik atau menyuntikkan opini. Biarkan pasangan melakukan yang menurutnya paling baik dan berikan dukungan Anda tanpa perlu menghakimi. [15]
    Iklan
Bagian 3
Bagian 3 dari 3:

Menyeriusi Hubungan

Unduh PDF
  1. Setelah berkencan selama beberapa bulan atau lebih, Anda mungkin ingin membawa hubungan tersebut ke arah yang lebih serius. Keinginan tersebut tentu saja akan lebih sulit dicapai jika pasangan sudah memiliki anak. Komunikasikan segala kemungkinan dengan pasangan secara terbuka.
    • Diskusikan situasi hubungan kalian. Semua hubungan pasti disertai dengan harapan-harapan yang terus berkembang seiring berjalannya waktu. Pada titik tertentu, Anda harus mengomunikasikan harapan-harapan tersebut dengan pasangan. Seberapa seriuskah Anda dengan pasangan (begitu pula sebaliknya)? Bisakah Anda membayangkan akan menjalani masa depan dengannya? Jika bisa, apa yang harus dilakukan untuk menuju ke arah sana? Jika tidak, perlukah hubungan ini dilanjutkan?
    • Terkadang, anak-anak dapat menjadi penghalang keintiman jasmaniah Anda dan pasangan. Anda mungkin baru bisa bermesraan dengan pasangan jika anaknya sedang pergi. Kemungkinan lainnya, Anda mungkin tidak akan bisa menginap di rumah pasangan (terutama karena pasangan mungkin merasa tidak nyaman/tidak enak dengan anaknya). Pastikan Anda menghormati batasan-batasan yang dibuat oleh pasangan.
  2. Jika Anda menjalin hubungan serius dengan seseorang yang sudah memiliki anak, pastikan Anda mendiskusikan masa depan dengannya. Anda perlu tahu di mana posisi Anda dalam keluarganya.
    • Apakah Anda merasa pasti akan menikah dengannya? Apakah kalian berdua memiliki visi yang sama terkait karier dan keluarga? Apakah kalian berdua memiliki nilai-nilai yang sama dalam mengasuh anak? Apakah kalian berdua mampu menyelesaikan segala perbedaan dengan cara yang sehat dan positif?
    • Jika nantinya Anda bertunangan atau menikah dengan pasangan, bagaimana posisi Anda dalam kehidupan anaknya? Apakah Anda akan menjadi orang tua tiri? Apakah Anda akan memiliki hak asuh yang legal? Apakah anak pasangan akan memanggil Anda dengan sebutan “Ayah” atau “Ibu”, atau tetap “Om” atau “Tante”?
    • Temui mantan suami/istri pasangan. Pada satu titik, mantan suami/istri pasangan pasti ingin bertemu dengan Anda. Tentunya dia ingin mengenal Anda lebih dekat, mengingat Andalah yang akan selalu berada di sisi anaknya nanti. Diskusikan kemungkinan tersebut kepada pasangan dan tanyakan apa yang sebaiknya Anda lakukan atau katakan dalam pertemuan tersebut.
  3. Jika Anda bertunangan (atau bahkan menikah) dengan pasangan, secara otomatis Anda akan menjadi orang tua tiri untuk anak pasangan. Pastikan Anda siap berhadapan dengan komitmen tersebut.
    • Prioritaskan kebutuhan, bukan keinginan. Setelah resmi menjadi orang tua tiri, Anda bukan lagi teman untuk anak pasangan. Anda harus mampu membuat peraturan untuk mendisiplinkan hidupnya, seperti memintanya mencuci piring setelah makan, mengerjakan pekerjaan rumah, dan tidur tidak terlalu larut. [16]
    • Mungkin Anda dan pasangan perlu menciptakan tradisi keluarga yang baru. Setelah resmi menjadi orang tua tiri, Anda akan berhadapan dengan keluarga yang benar-benar baru. Untuk menumbuhkan atmosfer kekeluargaan dalam rumah baru Anda, ciptakan berbagai aktivitas/tradisi keluarga yang baru seperti bermain kartu setiap malam, makan malam di luar setiap akhir pekan, atau berlibur ke luar kota setiap masa liburan tiba. [17]
    • Berkomunikasilah secara terbuka dengan pasangan. Kalian berdua tidak akan bisa selalu sepakat mengenai pola asuh anak. Oleh karena itu, buka diri Anda untuk mengomunikasikan apa pun dengan pasangan sehingga segala masalah dapat teratasi dengan baik. [18]
    Iklan

Peringatan

  • Jika Anda merasa tidak nyaman dengan pola asuh pasangan (terutama jika Anda mencium gelagat-gelagat kekerasan dalam pola pengasuhannya), segeralah menghubungi pihak berwajib atau Lembaga Perlindungan Anak terdekat.
Iklan

Tentang wikiHow ini

Halaman ini telah diakses sebanyak 2.046 kali.

Apakah artikel ini membantu Anda?

Iklan