Unduh PDF
Unduh PDF
Setiap orang akan merasa senang jika ucapannya didengarkan. Jadi, wajar saja jika Anda berharap orang lain mau mendengarkan opini Anda, atau memahami apa yang Anda rasakan. Namun, mengekspresikan diri bisa menjadi bumerang ketika Anda mengoceh secara berlebihan, membuat orang lain terdiam atau kesal, atau ketika ucapan Anda justru mempermalukan diri sendiri.
Untuk menjadi teman atau pembicara yang baik, Anda juga harus bisa menjadi pendengar yang baik . Jika Anda merasa tidak yakin apakah Anda telah menguasai seni bercakap-cakap yang baik, pertimbangkan beberapa petunjuk dan saran berikut. Mari kita mulai dengan Langkah 1.
Langkah
-
Pelajari bagaimana percakapan yang biasa Anda lakukan. Katakanlah Anda baru saja pergi makan siang bersama teman dan dilanda kekhawatiran apakah Anda mendominasi seluruh percakapan… lagi. Bayangkan kembali acara makan siang tersebut dan singkirkan keinginan untuk membela diri. Dengan begitu, Anda akan melihat dengan jelas apakah Anda berbicara lebih banyak dibandingkan sang teman. Ajukan beberapa pertanyaan berikut sebagai panduan:
- “Siapa yang paling banyak berbicara?"
- “Apakah kami lebih banyak berbicara tentang diriku atau tentang temanku?"
- “Seberapa sering aku menyela ucapan temanku?"
-
Jangan membatasi “analisis” ini untuk percakapan yang terjadi di lingkaran sosial saja. Pikirkan juga cara Anda berinteraksi dengan setiap orang , termasuk — tetapi tidak terbatas pada — atasan, rekan kerja, ibu, dan pegawai restoran.
-
Pelajari bagaimana kecenderungan Anda saat memulai percakapan . Apakah Anda membuka percakapan dengan langsung melontarkan cerita lucu tentang hidup Anda dan mengemukakan pendapat tanpa ditanya? Atau, apakah Anda lebih memilih untuk mengajukan pertanyaan kepada lawan bicara dan memberinya kesempatan untuk bercerita, menuturkan apa yang terjadi dalam kehidupannya dan memberikan pendapatnya? Percakapan yang baik memberi kesempatan yang sama di antara para partisipan sehingga tercipta keseimbangan. Sheryl Sandberg menyarankan agar kita lebih tegas, pantang menyerang untuk mendapatkan lebih banyak kewenangan, tetapi Anda akan memonopoli percakapan jika terlalu berfokus kepada diri sendiri.
-
Perhatikan bahasa tubuh lawan bicara. Apakah mereka memutar bola mata saat Anda mulai berbicara, atau mungkin mengetuk-ngetukkan kaki dengan tidak sabar? Apakah mereka tidak fokus, dengan pandangan menerawang atau konsentrasi yang terpecah saat Anda mulai menjelaskan sesuatu? Apakah mereka hanya mengangguk-angguk dan sesekali bergumam “ya, ya” dan “ooh” tanpa terlihat antusias atau menginginkan Anda menjelaskan lebih lanjut? Atau, lebih buruk lagi, apakah mereka mengabaikan Anda sama sekali saat Anda mulai membuka mulut, memalingkan wajah dan mulai berbicara dengan orang di sebelahnya? Isyarat paling nyata sangat sederhana, lawan bicara mungkin mengatakan sesuatu seperti “kamu terlalu banyak bicara” dan pergi. Semua itu bisa menjadi indikator apakah Anda membuat orang bosan atau frustrasi dengan berbicara terlalu banyak. Jika isyarat-isyarat di atas adalah faktor yang konsisten dalam pembicaraan Anda, bisa dipastikan kalau Anda berbicara terlalu banyak.
-
Catatlah setiap kali Anda secara tidak sengaja berbicara lebih banyak dibandingkan niat awal, atau dikenal dengan istilah terlalu banyak informasi ( Too Much Information ). Apakah Anda sering kali didapati memberikan detail informasi yang sebenarnya tidak ingin Anda beberkan? Rahasia teman atau masalah Anda sendiri, yang terkadang memalukan? Atau, mungkin Anda keceplosan melontarkan pendapat yang kasar atau menyakitkan tentang orang lain. Perhatikan seberapa sering hal ini terjadi dalam percakapan sehari-hari.
- Anda bisa membawa notes dan mencatat setiap kali Anda merasa keceplosan seperti itu. Mengetahui seberapa sering hal ini terjadi akan membantu Anda.
Iklan
-
Perbaiki masalah ini. Setelah Anda selesai melakukan analisis diri dan menyimpulkan bahwa Anda memang terlalu banyak bicara dan ingin memperbaikinya, sudah saatnya mengambil tindakan serius untuk membatasi pembicaraan. Jangan langsung berpikir “Aku tahu, tetapi aku tidak bisa berubah”. Jika Anda mampu mempelajari cara melakukan sesuatu yang rumit, misalnya memainkan alat musik, gim komputer, memasak, berkebun, dan sebagainya, percayalah Anda bisa belajar mengatasi masalah ini juga. Bagian ini akan memberi Anda beberapa solusi.
-
Berusahalah untuk lebih banyak mendengarkan dan lebih sedikit berbicara. Mendengarkan menunjukkan bahwa Anda tertarik dengan lawan bicara dan apa yang ingin dia utarakan. Orang akan merasa tersanjung mendapatkan pendengar yang baik karena, diam-diam, setiap orang suka membicarakan tentang diri sendiri. Tidak ada topik yang lebih menarik dibanding diri mereka sendiri. Ingatlah, jika Anda memberi kesempatan kepada lawan bicara untuk berbicara (ajukan pertanyaan terbuka, jangan menyela, selaraskan diri dengan bahasa tubuhnya dan lakukan kontak mata), dan mengajukan banyak pertanyaan lanjutan, mereka akan menganggap Anda pembicara yang hebat meskipun Anda tidak perlu banyak bicara. Sebagian orang mengira jika mereka berbicara paling banyak berarti mereka pembicara terbaik. Gunakan analogi berikut, jika seorang tamu undangan makan malam mengambil lebih dari separuh makanan yang disajikan untuk semua orang, apakah Anda akan menganggapnya tamu yang hebat? Sama sekali tidak. Anda mungkin akan menganggapnya tidak sopan, egois dan tidak memiliki keterampilan sosial.
-
Jangan mencoba mengisi semua jeda. Hal ini penting diperhatikan saat berbicara dalam kelompok. Jeda terkadang merupakan momen berpikir bagi pembicara, sekaligus kesempatan untuk memberikan penekanan pada apa yang telah dikatakan. Sebagian orang cenderung membutuhkan momen untuk berpikir dan menyusun jawaban secara hati-hati. Jangan merasa berkewajiban untuk mengisi setiap jeda yang terjadi. Dengan melakukannya Anda mengacaukan momen si pembicara dan merusak konsentrasinya. Jika Anda berusaha mengisi semua jeda yang terjadi, itu berarti Anda mengambil lebih banyak jatah bicara dan orang lain akan menganggap Anda menyela pembicaraan mereka. Tunggu selama 5 detik, lihatlah ke sekeliling, dan jika tidak ada orang yang ingin berbicara, ajukan pertanyaan alih-alih memberikan pendapat atau pernyataan. Yang paling penting, jangan menyela dengan cerita “lucu”. Akan lebih baik jika Anda mengajukan pertanyaan kepada mereka tentang diri mereka sendiri.
-
Jangan memberikan semua detail atau informasi sepele tentang subjek yang Anda diskusikan. Anda akan terdengar seperti sedang memberikan kuliah. Sebaiknya Anda memberikan ringkasan singkat atau menjawab pertanyaan secara langsung, dan menunggu apakah lawan bicara benar-benar menginginkan Anda memberikan informasi lebih banyak. Jika iya, mereka akan mengajukan lebih banyak pertanyaan. Jika tidak, mereka akan memberikan respons seperti “ooh” atau isyarat nonverbal bahwa informasi tersebut sudah cukup dan mereka tidak membutuhkan informasi lebih lanjut.
-
Ingatlah bahwa percakapan yang baik bisa diibaratkan saling memukul bola dalam permainan tenis. Jika seseorang mengajukan pertanyaan, contohnya “Bagaimana liburanmu?”, berikan jawaban singkat dan tidak bertele-tele tentang liburan dan pengalaman Anda yang menyenangkan selama liburan. Kemudian, balas kebaikannya dengan memberinya kesempatan berbicara. Ajukan pertanyaan yang senada seperti “Bagaimana dengan liburanmu, apa ada rencana untuk bepergian tahun ini?” atau “Sudah cukup tentang aku, bagaimana liburan akhir pekanmu? Bagaimana kabar keluargamu?
-
Jangan menyebutkan nama orang lain dalam percakapan. Jika lawan bicara tidak akan mengetahui bahwa “Bima” adalah tetangga Anda, pastikan untuk mengawali komentar dengan “Tetanggaku Bima” atau berikan penjelasan dalam kalimat selanjutnya. Menyebut nama orang lain akan membuat pendengar frustrasi. Hal itu bisa membuat mereka merasa tidak menjadi bagian pembicaraan atau bodoh, atau menganggap Anda pamer secara tidak langsung.
-
Bicaralah pelan-pelan. Ini mungkin sudah Anda ketahui, tetapi saat ini ada semakin banyak orang yang berbicara cepat, mungkin karena pengaruh dunia teknologi yang serba cepat di sekeliling kita. Terkadang orang merasa bersemangat dan mulai mencerocos tanpa henti. Mereka begitu tidak sabar menyampaikan apa yang ingin dikatakan sehingga melupakan fakta bahwa dibutuhkan dua orang untuk melakukan percakapan. Sikap ini menunjukkan keegoisan. Terkadang Anda hanya perlu mengingatkan diri untuk bersikap tenang .
- Tarik napas dalam-dalam dan kendalikan diri sebelum menyampaikan berita besar Anda kepada teman-teman.
- Pendeknya, berpikirlah sebelum berbicara . Sejujurnya, cerita istimewa Anda akan berdampak lebih besar jika Anda meluangkan waktu untuk memikirkan apa yang ingin dikatakan dan bagaimana mengatakannya.
-
Jika tidak ada pilihan lain, setidaknya cobalah untuk tidak menyela pembicaraan orang lain . Di dunia yang serba cepat saat ini, banyak orang sengaja menyela perkataan orang lain dengan alasan ingin menghemat waktu atau dengan kedok tidak mau menyia-nyiakan waktu orang lain. Terlalu banyak orang yang tidak peka sehingga melakukan pembicaraan dengan cara egois seperti itu. Bukan hal aneh lagi jika seseorang dengan tidak sopan memotong pembicaraan dan tanpa rasa jengah merampas kesempatan Anda menyelesaikan kalimat, lalu mendapati orang lain melontarkan cerita, pemikiran, atau komentar pribadi, dan mengoceh tanpa henti. Pada dasarnya, perilaku tersebut menyatakan “Aku rasa kamu tidak cukup menarik. Jadi, aku akan mengatakan apa yang ingin kukatakan karena menurutku aku jauh lebih menarik”. Tindakan ini mengabaikan aturan paling dasar dalam interaksi manusia, yaitu rasa hormat. Jadi, lain kali jika Anda terlibat pembicaraan, apa pun topiknya, jangan lupa untuk mendengarkan . Masukan pribadi bisa menjadi cara menyenangkan untuk mengekspresikan diri, tetapi jangan mengorbankan perasaan orang lain. Jadi, lakukan saja. Dengan begitu, Anda bisa mendapatkan kehormatan menjadi “pendengar yang baik”.
-
Pertimbangkan sebab/akibat. Tanyakan kepada diri sendiri mengapa Anda begitu cerewet. Apakah Anda jarang mendapat kesempatan untuk didengar? Apakah Anda diabaikan atau dilarang bicara saat masih kecil? Apakah Anda merasa tidak layak? Apakah Anda merasa kesepian karena menyembunyikan diri sepanjang hari? Apakah Anda merasa gugup karena terlalu banyak minum kafeina? Apakah Anda sering diburu waktu dan harus beradaptasi dengan meningkatkan kecepatan berbicara? Efek yang cenderung terjadi jika seseorang berbicara dengan cepat dan bertele-tele adalah membuat lawan bicara kewalahan dan kelelahan sehingga mereka berusaha mencari cara yang cukup sopan untuk keluar dari pembicaraan. Jika Anda menyadari sedang berbicara terlalu banyak, cobalah meluangkan waktu untuk mengendalikan diri; tariklah napas dalam-dalam dan ingatkan diri sendiri bahwa Anda dapat “mengatur ulang” kebiasaan berbicara Anda dengan menenangkan diri dan berusaha memperbaikinya.
-
Belajarlah mengekspresikan diri dengan cara yang bisa menghibur orang lain. Anda akan merasa terbantu. Jika Anda suka bercerita, belajarlah bercerita dengan baik dan itu berarti tetap berfokus pada topik, membuat pendengar merasa terhibur, berbicara dengan kecepatan yang baik dan mempertahankan minat pendengar.
- Keringkasan adalah salah satu faktor penting. Jika Anda bisa menceritakannya dengan kata-kata yang lebih sedikit, kemungkinan pendengar akan tertawa atau merasa tergugah.
- Berlatihlah menceritakan beberapa kisah terbaik Anda. Ambillah kelas drama. Untuk mendapatkan perhatian yang Anda dambakan, cobalah berpartisipasi dalam acara pencarian bakat atau stand up comedy . Jika Anda cukup menghibur, orang tidak keberatan jika Anda banyak bicara dan Anda akan menarik perhatian orang-orang pemalu yang lebih suka membiarkan orang lain mendominasi percakapan.
Iklan
Tips
- Saat pertama kali menyapa seseorang (rekan kerja, teman di akhir pekan, teman kencan), pastikan Anda melontarkan kalimat yang biasa seperti “apa kabar, bagaimana harimu” secara bergantian sampai pembicaraan mengarah pada satu topik. Jangan menjawab sapaan “apa kabar” begitu saja lalu mulai mengoceh panjang lebar tanpa membalas sapaannya dengan menanyakan kabarnya. Sapaan, dalam batas tertentu, dianggap “pelukan” verbal dan menyakinkan lawan bicara bahwa Anda benar-benar senang berbicara dengannya. Anda punya banyak waktu untuk menceritakan kisah Anda, tidak perlu langsung memulai percakapan dengan cerita itu.
- Jika Anda menyadari bahwa Anda berbicara terlalu banyak, jangan takut untuk langsung berhenti dan berkata, “Aduh, maaf. Aku terlalu banyak bicara. Kamu bilang apa tadi tentang (sebutkan sesuatu yang tadi dia katakan, atau berusaha dia katakan)? Bersikap jujur dengan kecenderungan Anda berbicara terlalu banyak menimbulkan empati dan menunjukkan bahwa Anda menyadarinya.
- Menghentikan kebiasaan buruk atau perilaku buruk membutuhkan waktu. Jangan berkecil hati. Mungkin Anda bisa mempertimbangkan untuk meminta dukungan dari teman baik. Tidak ada salahnya memilih pelatih.
- Berusahalah untuk menjadi pendengar yang aktif dengan sering-sering mengajukan pertanyaan atau/dan pertanyaan lanjutan yang relevan kepada lawan bicara.
- Belajarlah merasa nyaman jika terjadi jeda. Hitunglah sampai 5 setelah lawan bicara menyelesaikan kalimatnya. Lanjutkan menghitung sampai 10, tetapi jangan lupa mengangguk, dan berkata “ooh”, “hmm” atau “benarkah?” Teknik ini akan membantu mengurangi kecanggungan Anda menghadapi jeda dan memberi isyarat kepada lawan bicara bahwa Anda tertarik dengan apa yang dia katakan dan memberinya kesempatan untuk menindaklanjuti kalimatnya tanpa khawatir akan disela.
- Saat makan bersama, perhatikan piring teman bicara Anda. Jika mereka makan dengan kecepatan normal, tetapi makanan di piring Anda jauh lebih banyak dibanding mereka, itu berarti Anda terlalu banyak bicara. Sudah waktunya Anda sedikit mengerem bicara.
- Jangan takut untuk meminta maaf jika seseorang berkata, entah secara langsung atau tidak langsung, bahwa Anda berbicara terlalu banyak. Anda bisa menjadikannya sebagai kesempatan untuk menghentikan kebiasaan tersebut dengan bicara lebih sedikit dan lebih banyak mendengarkan.
- Mintalah bantuan seseorang yang tepercaya untuk memberi sinyal diam-diam jika Anda mulai kembali ke kebiasaan lama. Memintanya melakukan intervensi akan membantu memperbaiki arah pembicaraan.
- Jika Anda perempuan, perhatikan siapa yang mengatakan Anda terlalu banyak bicara. Jika Anda tidak mendengar keluhan dari teman perempuan dan anggota keluarga, tetapi teman pria selalu mengeluhkan hal tersebut, Anda mungkin terbiasa mengharapkan kesetaraan saat berbicara dengan pria. Percakapan di antara sesama jenis biasanya terbagi dengan kisaran 50-50 di antara partisipan, kecuali seseorang memiliki sifat pemalu atau bicara terlalu banyak. Anda harus menahan diri jika mulai menguasai ⅔ pembicaraan atau lebih. Namun, dalam pembicaraan yang melibatkan orang-orang yang berbeda jenis, pria biasanya berharap mendapat ⅔ porsi pembicaraan dan akan merasa tidak nyaman jika wanita mulai melebihi jatah ⅓ yang mereka tetapkan. Anda bisa mengeceknya menggunakan transkrip dan memutuskan apakah harus mengambil tindakan, misalnya mengubah perilaku atau mengonfrontasi teman pria atau anggota keluarga dengan membeberkan fakta sebenarnya dan meminta mereka mengubah kebiasaan mereka.
Iklan
Peringatan
- Jangan serta-merta berpikir bahwa Anda harus berhenti bicara sama sekali, seolah berbicara adalah sebuah kutukan mengerikan. Berbicara adalah bentuk interaksi paling penting dan logis antara manusia, dan pembicara dengan kecepatan bicara yang baik menjadi ciri khas “kupu-kupu sosial” yang menarik. Kesimpulannya, Anda harus berbicara lebih sedikit dan tidak mengumbar cerita dan informasi sepele tentang hidup Anda, menyadari bahwa setiap orang ingin mendapat giliran berbicara. Berikan kesempatan bagi orang lain untuk bicara dan Anda akan baik-baik saja. Jangan menguasai lebih dari ⅔ pembicaraan, kecuali Anda memang sedang memberi kuliah, karena hal itu akan membuat setiap orang merasa tidak nyaman.
Iklan
Tentang wikiHow ini
Halaman ini telah diakses sebanyak 8.739 kali.
Iklan