PDF download Unduh PDF PDF download Unduh PDF

Sensitivitas emosional sebetulnya merupakan hal yang baik, namun dalam beberapa situasi sensitivitas tersebut dapat menjadi hal yang mengganggu. Kendalikan perasaan-perasaan kuat yang dirasakan agar perasaan-perasaan tersebut menjadi ‘teman’ Anda, bukan ‘musuh’. Sensitivitas berlebihan dapat membuat Anda mudah merasa tersinggung atas ‘hinaan’ (yang—sebetulnya—hanya ada dalam bayangan Anda saja) atau kesalahan yang tidak sengaja dilakukan. Salah menafsirkan interaksi sehari-hari yang bersifat membangun justru dapat membatasi kemampuan Anda untuk menjalani hidup yang bahagia dan sehat. Oleh karena itu, Anda perlu mencoba menyeimbangkan sensitivitas emosional Anda dengan akal sehat, kepercayaan diri dan kemampuan untuk kembali bangkit dari keterpurukan agar Anda tidak perlu menunjukkan reaksi yang berlebihan terhadap berbagai hal yang terjadi setiap hari.

Bagian 1
Bagian 1 dari 3:

Menelurusi Perasaan-perasaan yang Ada

PDF download Unduh PDF
  1. Para ahli saraf menemukan bahwa ada kapasitas sensitivitas emosional yang berkaitan dengan gen. Sekitar 20% dari populasi dunia diperkirakan memiliki sensitivitas emosional yang tinggi. Ini artinya, mereka memiliki kesadaran yang lebih besar terkait pemicu-pemicu yang tidak dirasakan atau tidak tampak jelas bagi kebanyakan orang, serta memiliki pengalaman-pengalaman yang lebih kuat mengenai pemicu-pemicu tersebut. [1] Sensitivitas yang meningkat ini berhubungan dengan gen yang memengaruhi hormon norepinefrin, hormon ‘stres’ yang juga berfungsi sebagai neurotransmiter di otak yang memicu perhatian dan respon. [2]
    • Terkadang sensitivitas emosional yang berlebihan juga berhubungan dengan oksitosin, hormon yang berfungsi membangun perasaan sayang dan akrab pada satu individu terhadap individu lain. Hormon ini juga memicu sensitivitas emosional. Jika secara alami Anda memiliki tingkat hormon oksitosin yang tinggi, kemampuan penalaran sosial Anda akan meningkat, sehingga Anda semakin sensitif untuk membaca (dan kemungkinan menyalah artikan) berbagai hal, bahkan hal-hal yang kecil.
    • Kelompok masyarakat yang berbeda dapat memberikan respons yang berbeda terhadap orang-orang dengan sensitivitas emosional tinggi. Di banyak budaya Barat, orang-orang dengan sensitivitas emosional tinggi umumnya disalah pahami sebagai sosok yang lemah atau kurang tegar, dan cukup sering ditindas. Akan tetapi, perlu diingat bahwa di seluruh dunia hal tersebut tidak selalu benar . Di banyak tempat, orang-orang dengan sensitivitas emosional yang tinggi dianggap berbakat karena sensitivitas yang dimiliki sangat memungkinkan mereka untuk membaca dan memahami orang lain. Sifat karakter seseorang dapat dipandang secara berbeda, tergantung pada budaya yang Anda ikuti, serta beberapa faktor lain seperti gender, lingkungan keluarga, dan sekolah yang Anda ikuti.
    • Meskipun Anda dapat (dan perlu!) belajar untuk mengendalikan emosi secara efektif , jika pada dasarnya Anda adalah sosok yang sensitif, Anda perlu belajar untuk menerima sensitivitas yang dimiliki. Dengan berlatih, Anda dapat belajar untuk tidak bersikap terlalu reaktif, namun Anda tidak akan benar-benar menjadi orang yang berbeda—dan Anda tidak boleh mencobanya. Berusahalah untuk menjadi sosok terbaik yang dapat Anda tunjukkan (tanpa harus menjadi orang lain). [3]
  2. Jika Anda tidak yakin apakah Anda benar-benar terlalu sensitif, Anda dapat mengambil beberapa langkah untuk melakukan penilaian diri. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah mengisi kuisioner, seperti kuisioner “ The Emotionally Sensitive Person ” yang tersedia di situs PsychCentral. [4] Pertanyaan-pertanyaan pada kuisioner seperti itu dapat membantu Anda bercermin pada emosi dan pengalaman-pengalaman yang dimiliki.
    • Cobalah untuk tidak menghakimi diri sendiri ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada. Jawablah pertanyaan yang ada dengan jujur. Setelah Anda mengetahui tingkat sensitivitas emosional yang dimiliki, Anda dapat berfokus pada pengelolaan emosi dalam cara yang lebih baik dan bermanfaat.
    • Ingatlah bahwa hal ini dilakukan bukan untuk mengubah Anda menjadi sosok yang Anda rasa ‘ideal’ (Anda merasa harus menjadi sosok seperti itu). Jawablah dengan jujur, apakah Anda memang orang yang sensitif, atau orang yang merasa lebih sensitif dari yang sebenarnya.
  3. Penulisan ‘jurnal emosi’ dapat membantu melacak dan mengenali emosi-emosi Anda, serta tanggapan-tanggapan atas kemunculan emosi tersebut. [5] Selain itu, ini juga membantu Anda dalam mengenali apa yang memicu Anda untuk memunculkan tanggapan emosional yang berlebihan, serta belajar untuk mengetahui kapai waktu yang tepat untuk menunjukkan tanggapan-tanggapan emosional tersebut. [6]
    • Tuliskan apa pun yang Anda rasakan saat ini dan ingat kembali apa yang memunculkan perasaan tersebut. Sebagai contoh, apakah saat ini Anda merasa cemas? Jika ya, apa yang terjadi sepanjang hari ini yang, mungkin, memicu munculnya kecemasan tersebut? Setelah Anda mengingat kembali, Anda mungkin menyadari bahwa kejadian-kejadian kecil dapat memicu Anda untuk menunjukkan tanggapan-tanggapan emosional yang besar. [7]
    • Untuk setiap catatan atau masukan jurnal, ada beberapa pertanyaan yang dapat Anda tanyakan pada diri sendiri:
      • Apa yang aku rasakan saat ini?
      • Kira-kira, apa yang memicuku untuk menunjukkan tanggapan emosional seperti ini?
      • Apa yang harus dilakukan ketika aku merasa seperti ini?
      • Pernahkah aku merasa seperti ini sebelumnya?
    • Anda juga dapat membuat tulisan dalam batas waktu tertentu. Tuliskan satu kalimat, seperti “Aku merasa sedih” atau “Aku merasa marah”. Setelah itu, atur penghitung waktu selama dua menit dan, dalam waktu dua menit tersebut, tuliskan apa pun yang berkaitan dengan perasaan yang sebelumnya Anda tulis. Jangan berhenti untuk menyunting atau menilai perasaan-perasaan Anda. Saat ini, Anda hanya perlu menuliskan saja hal-hal yang berkaitan dengan perasaan tersebut. [8]
    • Setelah selesai, bacalah apa yang sudah Anda tulis. Dapatkah Anda melihat adanya pola? Apakah ada emosi di balik tanggapan-tanggapan yang Anda tunjukkan? Sebagai contoh, kecemasan yang dirasakan sering kali disebabkan oleh rasa takut, kesedihan atas kehilangan, kemarahan karena merasa diserang, dan lain-lain. [9]
    • Anda juga dapat mencoba mengingat dan menelusuri kembali kejadian tertentu. Sebagai contoh, ketika Anda berada di dalam bis, mungkin ada seseorang yang melihat Anda dengan tatapan yang ‘diterjemahkan’ seperti sedang mengkritik penampilan Anda. Hal tersebut ternyata melukai perasaan Anda, dan bahkan membuat Anda merasa sedih atau marah. Cobalah ingatkan diri Anda dua hal berikut: 1) sebenarnya Anda tidak tahu apa yang ada dalam benak orang tersebut, dan 2) penilaian orang lain terhadap Anda tidak penting. Siapa tahu ‘tatapan nakal’ itu merupakan reaksi terhadap sesuatu yang lain. Kalau pun tatapan tersebut menunjukkan penilaiannya terhadap Anda, toh orang tersebut tidak mengenal Anda dan tidak tahu hal-hal lainnya yang membuat Anda mengagumkan.
    • Ingatlah untuk selalu menunjukkan rasa cinta pada diri sendiri dalam penulisan jurnal yang dilakukan. Jangan menghakimi diri sendiri karena perasaan-perasaan yang ada. Ingatlah bahwa Anda tidak dapat mengendalikan perasaan yang muncul pertama, namun Anda dapat mengendalikan dan menentukan seperti apa tanggapan terhadap perasaan tersebut. [10]
  4. Sayangnya, orang-orang yang sangat sensitif sering kali mendapat hinaan atau panggilan yang buruk, seperti ‘si cengeng’ atau ‘tukang merengek’. Yang lebih buruk lagi, hinaan-hinaan tersebut terkadang menjadi ‘cap’ yang digunakan orang lain untuk menggambarkan orang yang bersangkutan. Pada akhirnya, akan mudah bagi Anda untuk menempelkan cap tersebut dan memandang diri sendiri, bukan sebagai orang sensitif yang terkadang menangis (tentunya tidak meluangkan 99,5% waktu untuk menangis). Jika Anda mengecap diri sendiri, Anda dapat sepenuhnya berfokus pada satu aspek (yang dianggap bermasalah) yang membuat Anda mengecap diri sendiri seperti itu. [11]
    • Bantah berbagai ‘cap’ negatif yang ada dengan membangun ulang ‘cap’ tersebut. Ini artinya, Anda harus melepaskan cap tersebut, membuangnya, dan melihat situasi yang ada dalam konteks yang lebih luas.
    • Sebagai contoh: Ada seorang gadis remaja yang menangis karena merasa kecewa, dan seseorang yang ada di dekatnya bergumam “Dasar cengeng!” sembari pergi. Daripada harus mengambil hati ucapan tersebut, gadis remaja tersebut dapat berpikir, “Aku tahu aku tidak cengeng, Ya, terkadang aku menunjukkan tanggapan emosional terhadap situasi-situasi tertentu. Terkadang aku menangis ketika orang-orang lain yang tidak begitu sensitif tidak menangis. Aku akan berusaha untuk menunjukkan tanggapan emosionalku dalam cara yang lebih baik. Lagipula, menghina seseorang yang sedang menangis merupakan hal yang menyebalkan. Aku terlalu baik untuk melakukan hal yang sama pada orang lain.”
  5. Anda mungkin mengetahui dengan pasti apa yang memicu (atau tidak) munculnya tanggapan sensitif yang berlebihan. Otak Anda mengembangkan semacam pola ‘reaksi otomatis’ terhadap pemicu-pemicu tertentu, seperti pengalaman-pengalaman yang membuat Anda tertekan. Seiring berjalannya waktu, pola tersebut menjadi kebiasaan sampai Anda akan segera bereaksi terhadap sesuatu dengan cara tertentu, tanpa berpikir terlebih dahulu. [12] Untungnya, Anda dapat belajar untuk melatih kembali otak Anda dan membentuk pola yang baru. [13]
    • Jika sewaktu-waktu Anda merasakan emosi tertentu, seperti kepanikan, kecemasan, atau kemarahan, segera hentikan aktivitas Anda dan alihkan perhatian Anda pada apa yang indra Anda alami. Apa yang terjadi pada kelima indra Anda ketika emosi tersebut muncul? Jangan menilai atau menghakimi diri sendiri atas pengalaman-pengalaman indrawi tersebut; Anda justru perlu mencatatlah pengalaman-pengalaman tersebut.
    • Hal tersebut dikenal sebagai latihan ‘pengamatan diri’ dan dapat membantu Anda memisahkan berbagai ‘aliran informasi’ yang membentuk pengalaman-pengalaman indrawi tersebut. Sering kali, kita merasa kewalahan dan tenggelam dalam emosi yang dirasakan, serta tidak dapat membedakan pengalaman-pengalaman emosional dan indrawi yang terjadi secara bersamaan.Dengan menenangkan diri, berfokus pada indra secara satu per satu, dan memisahkan jalur-jalur informasi yang ada (dalam hal ini, apa yang setiap indra rasakan), Anda dapat menyusun ulang kebiasaan-kebiasaan ‘otomatis’ yang tertanam pada otak Anda. [14]
    • Sebagai contoh, otak Anda dapat bereaksi terhadap stres dengan meningkatkan detak jantung sehingga membuat Anda merasa gelisah dan gugup. Dengan mengetahui cara alami tubuh Anda menanggapi berbagai hal, Anda dapat membaca atau menafsirkan reaksi Anda dalam cara yang berbeda.
    • Penulisan jurnal juga dirasa bermanfaat. Setiap kali Anda merasa akan menanggapi secara emosional, tuliskan hal yang membuat Anda merasa emosional, apa yang Anda rasakan ketika hal tersebut terjadi, apa yang indra tubuh Anda rasakan, apa yang Anda pikirkan, serta hal-hal terperinci dari situasi tersebut. Dengan informasi-informasi ini, Anda dapat melatih diri sendiri untuk menanggapi situasi-situasi dalam cara yang berbeda.
    • Terkadang, pengalaman indrawi (mis. berada di suatu tempat atau, bahkan, mencium bau atau wewangian yang familiar) dapat membangkitkan reaksi emosional. Akan tetapi, hal ini tidak selalu dianggap sebagai ‘sensitivitas berlebihan’. Sebagai contoh, mencium aroma pai apel dapat memicu reaksi emosional berupa kesedihan karena dulu, Anda dan mendiang nenek Anda sering membuat pai apel bersama. Mengenali dan mengakui tanggapan-tanggapan emosional seperti ini adalah hal yang sehat. Sejenak renungkan perasaan tersebut, dan sadari mengapa pengalaman indrawi tersebut dapat membawa efek seperti itu. Sebagai contoh, Anda dapat berkata atau berpikir seperti ini, “Aku mengalami kesedihan karena aku menikmati masa-masa yang menyenangkan ketika membuat pai apel bersama nenekku. Aku merindukannya.” Setelah Anda mengenali dan menghargai perasaan tersebut, lakukan atau pikirkan hal lain yang positif, seperti: “Aku akan membuat pai apel hari ini untuk mengenang mendiang nenekku.”
  6. Hubungan kodependen terjadi ketika Anda merasa bahwa harga diri dan identitas Anda bergantung pada tindakan dan tanggapan orang lain. Anda mungkin merasa bahwa tujuan Anda dalam hidup ini adalah untuk memberi dan mengorbankan diri demi pasangan Anda. Anda juga mungkin merasa terluka ketika pasangan Anda tidak setuju atau menganggap remeh apa yang Anda lakukan atau rasakan. Dalam hubungan romansa, ketergantungan seperti ini adalah hal yang sangat lumrah, meskipun dalam hubungan-hubungan lain ketergantungan ini mungkin saja terjadi. Ada beberapa tanda yang menunjukkan bahwa hubungan yang dijalani bersikap kodependen, seperti: [15] [16]
    • Anda merasa bahwa kepuasan dalam hidup Anda terpaku atau bergantung pada seseorang
    • Anda mengetahui perilaku-perilaku tidak sehat yang ditunjukkan oleh pasangan, namun Anda tetap menjalani hubungan dengannya
    • Anda berusaha keras untuk mendukung pasangan, bahkan ketika Anda harus mengorbankan kebutuhan dan kesehatan sendiri
    • Anda terus menerus merasa cemas dengan status hubungan yang dijalani
    • Anda tidak memiliki batasan-batasan pribadi yang baik
    • Anda sering merasa tidak nyaman ketika harus berkata “tidak” pada orang lain (atau tawaran apa pun)
    • Anda menunjukkan reaksi terhadap pikiran dan perasaan orang lain, baik dengan menyetujuinya atau segera bersikap defensif
    • Ketergantungan atau kodependensi dapat ditangani. Salah satu pilihan terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan mengikuti konseling bersama pakar kesehatan mental. Akan tetapi, program yang dijalankan kelompok-kelompok dukungan (mis. di Amerika Serikat, terdapat kelompok dukungan Co-Dependents Anonymous) juga dapat membantu Anda mengatasi ketergantungan yang dialami. [17]
  7. Menelusuri emosi-emosi, terutama untuk hal-hal yang sensitif, membutuhkan usaha yang besar. Jangan langsung memaksakan diri untuk mengambil langkah yang besar. Psikologi menunjukkan bahwa seseorang perlu melangkah keluar dari zona aman demi perkembangannya. Akan tetapi, terburu-buru dalam menjalani proses (atau terlalu banyak melakukan atau menjalani proses) justru dapat mengakibatkan kemunduran. [18]
    • Buatlah ‘janji’ dengan diri sendiri untuk menguji sensitivitas Anda. Katakanlah Anda ingin menelusuri sensitivitas tersebut selama 30 menit sehari. Setelah Anda selesai melakukannya, lakukan hal-hal yang menenangkan atau menyenangkan agar pikiran Anda segar kembali.
    • Catatlah kapan Anda merasa tidak ingin memikirkan tentang sensitivitas Anda karena hal tersebut membuat Anda merasa tidak nyaman atau menyakitkan. Penundaan seperti ini biasanya didorong oleh ketakutan—kita takut bahwa sesuatu akan terasa tidak menyenangkan sehingga kita tidak melakukannya. Yang harus Anda lakukan adalah memberi tahu diri sendiri bahwa Anda cukup kuat untuk melakukannya, kemudian kalahkan rasa takut tersebut dengan melakukannya. [19]
    • Jika Anda benar-benar kesulitan dalam membangun inisiatif untuk menghadapi emosi-emosi yag ada, cobalah tentukan tujuan yang paling mudah diraih untuk diri sendiri. Jika Anda mau, mulailah dengan menghadapinya selama 30 detik. Yang harus Anda lakukan adalah menghadapi sensitivitas tersebut selama 30 detik. Percayalah bahwa Anda dapat melakukannya. Setelah Anda berhasil, perpanjang durasi sebanyak 30 menit dari durasi awal. Jika Anda berhasil, pada akhirnya Anda akan menyadari bahwa pencapaian-pencapaian kecil tersebut membantu membangun keberanian dan kemauan Anda.
  8. Dengan menjauhkan diri dari sensitivitas emosional yang berlebihan, tidak berarti bahwa Anda tidak boleh merasakan emosi apa pun lagi. Pada kenyataannya, mencoba menekan atau menyangkal emosi-emosi yang ada justru berbahaya. [20] Sebaliknya, tujuan Anda adalah mengenali emosi-emosi yang tidak menyenangkan seperti kemarahan, sakit hati, ketakutan, dan kesedihan sebagai emosi-emosi yang penting untuk kesehatan emosional Anda, sama seperti emosi-emosi positif seperti kegembiraan dan kesenangan. Hanya saja, pastikan emosi-emosi tidak menyenangkan tersebut tidak lantas menguasai Anda. Carilah keseimbangan antara kedua jenis emosi tersebut.
    • Siapkan atau sediakan ruang yang ‘aman’ untuk menunjukkan apa pun yang Anda rasakan. Sebagai contoh, jika Anda merasa sedih atas kehilangan seseorang, setiap harinya luangkan sedikit waktu untuk mencurahkan emosi yang dirasakan. [21] Aturlah waktu, kemudian tuliskan apa yang Anda rasakan di dalam jurnal, menangis, berbicara pada diri sendiri tentang perasaan yang ada, atau lakukan apa pun yang perlu dilakukan. Setelah waktu habis, kembalilah ke aktivitas sehari-hari seperti biasanya. Setelah mengenang dan menghargai perasaan-perasaan tersebut, Anda akan merasa lebih baik. Selain itu, Anda juga tidak akan menghabiskan waktu seharian, hanya tenggelam dalam satu perasaan yang sama (mis. kesedihan) yang tidak baik untuk kesehatan emosional. [22] Adanya waktu khusus untuk mengeluarkan apa pun yang Anda rasakan dapat memudahkan Anda untuk kembali mengerjakan aktivitas sehari-hari, tanpa harus dibebani oleh perasaan-perasaan negatif.
    Iklan
Bagian 2
Bagian 2 dari 3:

Menelaah Pikiran-pikiran yang Ada

PDF download Unduh PDF
  1. Distorsi kognitif merupakan kebiasaan berpikir atau menanggapi yang buruk, dan telah dipelajari atau diingat oleh otak seiring berjalannya waktu. Untungnya, Anda dapat belajar untuk mengenali dan melawan distorsi tersebut ketika muncul. [23]
    • Distorsi-distorsi kognitif biasanya tidak terjadi atau muncul sendiri. Ketika Anda menelaah pola pikir, Anda mungkin mengetahui bahwa Anda mengalami beberapa distorsi sebagai tanggapan atas satu perasaan atau kejadian tertentu. Dengan meluangkan waktu untuk menelaah secara penuh tanggapan-tanggapan emosional yang Anda tunjukkan, Anda dapat belajar mengenai pola berpikir mana yang efektif dan tidak efektif.
    • Distorsi kognitif memiliki banyak jenis, namun beberapa jenis distorsi paling umum yang berkaitan dengan sensitivitas emosional berlebihan adalah personalisasi, pengecapan, pernyataan keharusan, penalaran emosional, dan penarikan kesimpulan langsung (tanpa ada pertimbangan lain).
  2. Personalisasi merupakan jenis distorsi kognitif yang sangat umum dan dapat memicu sensitivitas emosional yang berlebihan. Ketika Anda melakukan personalisasi, Anda merasa Anda adalah penyebab dari segala sesuatu yang—sebenarnya—tidak ada kaitannya dengan Anda (atau Anda merasa Anda menjadi penyebab atas hal-hal yang sebetulnya di luar kendali). Anda juga mungkin membawa ucapan atau tindakan seseorang ke dalam hati, meskipun ucapan atau tindakan tersebut sebenarnya tidak dilayangkan pada Anda. [24]
    • Sebagai contoh, jika anak Anda mendapatkan komentar negatif dari gurunya mengenai perilakunya, Anda melakukan personalisasi dengan melayangkan kritik tersebut pada Anda, seolah-olah guru tersebut mengkritik Anda: “Guru yang mengajar Reyhan di kelas berpikir bahwa aku adalah ayah yang buruk! Berani-beraninya ia mengkritik caraku mengasuh anak-anakku!” Penafsiran seperti ini dapat mendorong Anda untuk menunjukkan reaksi sensitif yang berlebihan karena Anda menafsirkan kritik tersebut sebagai tuduhan kesalahan.
    • Daripada berpikir seperti itu, cobalah lihat situasi yang ada secara logis (hal ini memerlukan latihan sehingga Anda memang perlu bersabar). Cari tahu apa yang terjadi dan apa yang Anda ketahui dari situasi tersebut. Jika guru anak Anda memberi pesan bahwa anak Anda harus lebih memperhatikan pelajaran di kelas, misalnya, pesan tersebut bukanlah tuduhan kesalahan karena Anda tidak dapat menjadi orang tua yang baik. Pesan tersebut diberikan untuk memberi informasi agar Anda dapat membantu anak Anda untuk meningkatkan prestasinya di sekolah. Hal tersebut merupakan kesempatan agar ia dapat lebih berkembang, bukan sebuah celaan. [25]
  3. Pengecapan ( labeling ) merupakan jenis pola pikir all-or nothing (ya atau tidak sama sekali). Pola pikir seperti ini sering kali muncul bersamaan dengan personalisasi. Ketika Anda mengecap diri sendiri, Anda membuat pandangan umum tentang diri sendiri berdasarkan satu tindakan atau kejadian saja. Anda justru tidak berpikir bahwa apa yang Anda lakukan tidak sama dengan siapa Anda sebenarnya . [26]
    • Sebagai contoh, jika Anda mendapatkan komentar negatif di halaman belakang esai yang Anda tulis, Anda mungkin mengecap diri sendiri sebagai orang yang selalu gagal atau ‘pecundang’. Pengecapan seperti ini menunjukkan bahwa Anda merasa tidak akan pernah melakukan sesuatu dengan lebih baik sehingga Anda pun menjadi enggan untuk mencoba. Hal ini dapat memicu munculnya perasaan besalah dan malu, serta membuat Anda sangat sulit untuk menerima kritik yang membangun karena Anda memandang setiap kritik yang diberikan sebagai tanda ‘kegagalan’.
    • Cobalah untuk mengenali dan menerima kesalahan serta tantangan apa adanya; ini artinya, Anda menganggap kedua hal tersebut sebagai situasi tertentu yang membantu Anda untuk belajar dan berkembang di masa mendatang. Daripada mengecap diri sendiri sebagai orang yang selalu gagal ketika Anda mendapatkan nilai yang buruk, akui dan terima kesalahan Anda dan pikirkan mengenai apa yang dapat dipelajari dari pengalaman atau kesalahan tersebut: “Baiklah, aku tidak mendapatkan nilai yang baik untuk tugas esai ini. Ini mengecewakan, tetapi ini bukan akhir dari segalanya. Aku akan bicara dengan dosenku mengenai apa yang dapat kuperbaiki untuk ke depannya.”
  4. Pernyataan seperti ini berbahaya karena dapat mengekang Anda (dan orang lain) pada standar-standar yang sering kali tidak masuk akal. Pernyataan-pernyataan ini sering kali muncul berdasarkan anggapan-anggapan dari luar, bukan dari hal-hal yang sebenarnya lebih berarti bagi Anda. Ketika Anda melanggar apa yang dinyatakan oleh pernyataan tersebut, Anda mungkin menghukum diri sendiri dan motivasi untuk berubah lebih jauh akan semakin berkurang. Anggapan-anggapan tersebut dapat memunculkan perasaan bersalah, kekesalan, dan kemarahan. [27]
    • Sebagai contoh, Anda mungkin mengatakan pada diri sendiri, “Aku harus menjalani diet. Aku tidak boleh malas seperti ini.” Pada dasarnya, Anda memunculkan rasa bersalah pada diri sendiri agar Anda mau melakukan sesuatu, meskipun perasaan bersalah seperti itu bukanlah sumber dorongan yang baik. [28]
    • Anda dapat melawan pernyataan-pernyataan keharusan tersebut dengan menelaah apa yang sebenarnya terjadi atau alasan di balik pernyataan tersebut. Sebagai contoh, pikirkan apakah Anda merasa perlu menjalani diet hanya karena orang lain menyuruh Anda demikian, atau karena Anda merasakan tekanan dari standar sosial untuk memiliki penampilan tertentu. Alasan-alasan tersebut bukanlah alasan yang sehat dan berguna untuk mendorong Anda melakukan sesuatu.
    • Jika Anda merasa perlu menjalani diet setelah Anda berbicara dengan dokter dan ia setuju bahwa diet akan berguna untuk kesehatan Anda, ubahlah pernyataan keharusan tersebut menjadi pernyataan yang lebih membangun: “Aku ingin menjaga kesehatanku sehingga aku akan mengambil beberapa langkah penting seperti memakan lebih banyak makanan segar untuk menghargai diriku sendiri.” Dengan begini, Anda tidak bersikap terlalu kritis pada diri sendiri; Anda justru menggunakan motivasi positif, dan hal tersebut dinilai lebih efektif untuk jangka panjang. [29]
    • Pernyataan keharusan juga dapat memicu sensitivitas emosional yang berlebihan ketika Anda melayangkannya pada orang lain. Sebagai contoh, Anda mungkin kesal ketika mengobrol dengan seseorang yang tidak menunjukkan reaksi yang Anda inginkan. Jika Anda mengatakan pada diri sendiri, “Dia harus tertarik dengan apa yang kukatakan,” Anda akan merasa kesal dan—kemungkinan—tersinggung jika orang yang bersangkutan tidak menunjukkan apa yang menurut Anda ‘harus’ ia tunjukkan. Ingatlah bahwa Anda tidak dapat mengendalikan perasaan atau tanggapan orang lain. Oleh karena itu, cobalah untuk tidak banyak berharap orang lain akan menunjukkan tindakan atau reaksi tertentu (yang Anda inginkan).
  5. Ketika Anda menggunakan penalaran emosional , Anda beranggapan bahwa perasaan Anda adalah fakta. Jenis distorsi kognitif ini sangat umum terjadi, namun dengan sedikit usaha, Anda dapat belajar mengenali dan melawan distorsi ini. [30]
    • Sebagai contoh, Anda mungkin merasa tersinggung karena atasan Anda menunjukkan beberapa kesalahan dalam proyek besar yang baru saja Anda selesaikan. Dengan penalaran emosional, Anda mungkin berasumsi bahwa atasan Anda bersikap tidak adil karena Anda memiliki perasaan-perasaan negatif. Anda juga mungkin berasumsi bahwa, karena Anda merasa seperti seorang ‘pecundang’, Anda adalah pekerja atau karyawan yang tidak berguna. Ingatlah bahwa asumsi-asumsi seperti ini tidak memiliki bukti yang logis. [31]
    • Untuk melawan atau menangkal penalaran emosional, cobalah tuliskan beberapa situasi ketika Anda mengalami reaksi-reaksi emosional yang negatif. Setelah itu, tuliskan pikiran-pikiran yang terlintas dalam benak Anda. Tuliskan juga perasaan yang Anda rasakan setelah pikiran-pikiran tersebut muncul. Terakhir, telaah konsekuensi nyata dari situasi tersebut. Apakah konsekuensinya sesuai dengan apa yang emosi Anda tunjukkan sebagai ‘kenyataan’ atau ‘fakta’? Sering kali pada akhirnya Anda menyadari bahwa perasaan-perasaan tersebut bukanlah bukti yang benar. [32]
  6. Jenis distorsi ini cukup mirip dengan penalaran emosional. Ketika Anda langsung menarik kesimpulan, Anda membuat penafsiran negatif terhadap satu situasi, tanpa adanya fakta lain yang mendukung interpretasi tersebut. Pada beberapa kejadian yang lebih ekstrim, Anda mungkin membiarkan pikiran Anda lepas dari kendali sampai Anda membayangkan hal-hal terburuk dari situasi yang dihadapi. [33]
    • Membaca pikiran merupakan salah satu contoh perilaku menarik kesimpulan langsung yang mendorong munculnya sensitivitas emosional secara berlebihan. Ketika Anda membaca pikiran orang lain, Anda beranggapan bahwa orang-orang menunjukkan reaksi negatif terhadap Anda, bahkan ketika Anda tidak memiliki bukti sama sekali. [34]
    • Sebagai contoh, jika pasangan Anda tidak mengirim pesan balasan ketika Anda menanyakannya apa yang ingin ia santap untuk makan malam, Anda mungkin beranggapan bahwa ia mengabaikan Anda. Meskipun tidak ada bukti untuk anggapan tersebut, penafsiran singkat yang Anda lakukan dapat membuat Anda tersinggung atau bahkan marah.
    • Meramal juga merupakan salah satu contoh perilaku menarik kesimpulan langsung. Hal ini terjadi ketika Anda memprediksi bahwa segala sesuatunya akan berakhir buruk, terlepas dari bukti apa pun yang Anda miliki. Sebagai contoh, Anda mungkin tidak mau mengusulkan proyek baru di tempat kerja karena Anda beranggapan bahwa atasan Anda akan membencinya.
    • Contoh atau bentuk ekstrim dari perilaku menarik kesimpulan langsung dapat dilihat ketika Anda membayangkan sesuatu yang sangat buruk akan terjadi, meskipun pada kenyataannya tidak demikian (dalam bahasa Inggris, hal ini dikenal dengan istilah catastrophizing ). Sebagai contoh, ketika Anda tidak mendapatkan pesan balasan dari pasangan, Anda mungkin beranggapan bahwa ia marah pada Anda. Setelah itu, Anda beranggapan bahwa ia tidak ingin berbicara dengan Anda karena ada sesuatu yang ia sembunyikan, seperti perasaannya yang telah berubah terhadap Anda (ia tidak lagi mencintai Anda). Anda juga dapat beranggapan bahwa hubungan yang dijalani hancur dan akhirnya, Anda akan kembali tinggal bersama orang tua Anda. Ini merupakan contoh yang ekstrim, namun contoh ini menunjukkan lompatan logika yang mungkin terjadi jika Anda membiarkan diri menarik kesimpulan secara langsung, tanpa ada pertimbangan lain.
    • Lawan dan hentikan perilaku membaca pikiran dengan berbicar secara terbuka dan jujur pada orang lain. Jangan dekati orang lain menggunakan tuduhan, namun tanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Sebagai contoh, Anda dapat mengirim pesan singkat pada pasangan Anda, “Hei, apakah ada sesuatu yang ingin kau ceritakan?” Jika pasangan Anda menolak, hargailah keputusannya dan jangan memaksa.
    • Lawan dan hentikan ramalan atau bayangan-bayangan tentang hal buruk dengan menelaah bukti logis untuk setiap langkah dalam proses berpikir Anda. Apakah sebelumnya Anda memiliki bukti untuk anggapan Anda? Apakah Anda mengamati ada bukti nyata untuk anggapan atau pandangan Anda dalam situasi yang dihadapi? Sering kali, ketika Anda berusaha menelaah tanggapan Anda satu per satu pada setiap tahapan pola berpikir, Anda akan menyadari bahwa selama ini Anda membuat lompatan logika yang tidak sesuai dengan kenyataannya. Dengan latihan, Anda dapat berhenti membuat lompatan-lompatan logika seperti itu.
    Iklan
Bagian 3
Bagian 3 dari 3:

Mengambil Tindakan

PDF download Unduh PDF
  1. Meditasi, terutama meditasi kesadaran, dapat membantu Anda mengelola atau mengatur tanggapan-tanggapan terhadap emosi yang muncul. [35] Meditasi juga dapat membantu meningkatkan reaktivitas otak terhadap sumber stres. [36] Sementara itu, meditasi kesadaran berfokus dalam membantu Anda mengenali dan menerima emosi-emosi yang muncul, tanpa harus menilainya secara negatif. Meditasi ini sangat berguna untuk mengatasi sensitivitas emosional yang berlebihan. Anda dapat mengikuti kelas meditas, menggunakan panduan meditasi yang tersedia di internet, atau belajar sendiri melakukan meditasi kesadaran . [37]
    • Carilah tempat yang tenang agar Anda tidak diganggu atau dialihkan perhatiannya. Duduklah dengan tegak, baik di lantai atau pun di atas kursi dengan sandaran yang tegak. Jangan membungkuk (atau bersandar malas) agar Anda tidak kesulitan untuk bernapas dengan baik. [38]
    • Mulailah dengan berfokus pada satu elemen dalam pernapasan, seperti sensasi ketika dada Anda terdorong dan kembali ke posisi semula, atau suara napas yang Anda keluarkan. Fokuslah pada elemen ini selama beberapa menit sembari menarik napas dalam-dalam (dan dengan irama yang tetap).
    • Perluas fokus Anda agar lebih banyak indra yang bekerja. Sebagai contoh, mulailah berfokus dengan apa yang Anda dengar, cium, atau sentuh. Ada baiknya Anda juga menutup mata karena kita cenderung mudah terganggu atau teralihkan perhatiannya dengan mata terbuka.
    • Terima pikiran dan sensasi yang Anda rasakan, namun jangan nilai apa pun sebagai hal yang ‘baik’ atau ‘buruk’. Ini dapat membantu Anda untuk mengenali pikiran atau sensasi tersebut secara sadar ketika pikiran atau sensasi tersebut muncul (terutama ketika muncul pertama kali): “Aku merasakan jari kakiku dingin. Aku merasa pikiranku teralihkan.”
    • Jika perhatian Anda mulai teralihkan, cobalah untuk fokus kembali ke pernapasan. Luangkan waktu sekitar 15 menit untuk bermeditasi setiap hari.
    • Di internet, Anda dapat mengakses panduan meditasi kesadaran dari situs UCLA Mindful Awareness Research Center [39] dan di situs BuddhaNet [40] .
  2. Belajarlah untuk berkomunikasi secara tegas . Terkadang, seseorang menjadi terlalu sensitif karena ia tidak dapat menyampaikan kebutuhan atau perasaannya dengan jelas pada orang lain. Jika Anda terlalu pasif ketika berkomunikasi, Anda akan kesulitan untuk berkata ‘tidak’ dan tidak dapat menyampaikan pikiran dan perasaan Anda dengan jelas dan jujur. Dengan belajar berkomunikasi secara tegas, Anda dapat menyampaikan kebutuhan dan perasaan Anda pada orang lain sehingga Anda merasa didengarkan dan dihargai. [41] [42]
    • Awali pernyataan atau kalimat Anda dengan kata “Aku” untuk menyampaikan perasaan Anda. Sebagai contoh, Anda dapat mengatakan, “Aku merasa sakit hati karena kau terlambat datang ke kencan kita” atau “Aku lebih suka pergi lebih awal ketika aku memiliki janji karena aku takut aku akan terlambat.” Pernyataan-pernyataan seperti ini mencegah Anda agar tidak terdengar seperti menyalahkan orang lain, namun memungkinkan Anda untuk tetap berfokus pada emosi Anda sendiri.
    • Lontarkan pertanyaan lanjutan ketika sedang mengobrol. Dalam percakapan, terutama percakapan yang emosional, pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan untuk mengklarifikasi pemahaman dapat mencegah Anda bereaksi secara berlebihan. Sebagai contoh, setelah lawan bicara selesai berbicara, tanyakan: “Aku menangkap perkataanmu sebagai ________. Apakah itu benar?” Setelah itu, berikan kesempatan bagi lawan bicara untuk mengklarifikasi ucapannya. [43]
    • Hindari penggunaan kata perintah tanpa syarat. Kata-kata perintah, seperti ‘harus’ atau ‘wajib’, dapat memberikan penilaian moral pada perilaku orang lain, serta memberi kesan bahwa Anda menyalahkan atau menuntut orang lain. Cobalah ganti kata-kata perintah tersebut dengan frasa seperti “Aku lebih suka” atau “Aku ingin kau”. Sebagai contoh, daripada mengatakan “Kau harus ingat untuk membuang sampah,” katakan “Aku ingin kau ingat untuk membuang sampah karena selama ini aku merasa menanggung semua tanggung jawab ketika kau lupa melakukannya.” [44]
    • Buang jauh-jauh anggapan yang Anda buat. Jangan beranggapan bahwa Anda tahu sepenuhnya apa yang terjadi. Biarkan orang lain berbagi pikiran dan pengalamannya. Gunakan frasa seperti “Apa pendapatmu mengenai hal tersebut?” atau “Apakah kau memiliki saran?” [45]
    • Sadarilah bahwa orang lain mungkin memiliki pengalaman atau pendapat yang berbeda. Memperdebatkan siapa yang ‘benar’ dalam sebuah situasi atau obrolan hanya akan membuat Anda terpancing dan marah. Emosi bersifat subjektif; ingatlah bahwa biasanya tidak ada jawaban yang ‘benar’ untuk pertanyaan atau hal-hal terkait emosi. Dalam obrolan, gunakan frasa seperti “Pengalamanku berbeda” sambil menghargai emosi orang lain agar setiap orang dapat berbagi pengalaman atau pendapatnya. [46]
  3. Emosi yang muncul dapat memengaruhi cara Anda menanggapi sebuah situasi. Mengambil tindakan dalam kondisi marah dapat memicu Anda untuk melakukan hal-hal yang mungkin akan disesali nanti. Tenangkan diri Anda sejenak (meskipun hanya beberapa menit) sebelum Anda menanggapi situasi yang memicu munculnya tanggapan emosional yang besar. [47]
    • Lontarkan pertanyaan “Jika ... kemudian?” pada diri sendiri. Tanyakan pertanyaan seperti “Jika aku melakukannya saat ini, kemudian apa yang akan terjadi?” Pertimbangkan sebanyak mungkin konsekuensi (baik positif maupun negatif) atas tindakan yang ingin dilakukan. Setelah itu, bandingkan konsekuensi-konsekuensi tersebut dengan tindakan Anda.
    • Sebagai contoh, Anda dan pasangan menghadapi pertengkaran yang sangat hebat. Anda sangat marah dan terluka sampai Anda merasa ingin bercerai dengannya. Pada saat itu, tenangkan diri sejenak dan tanyakan pada diri sendiri pertanyaan “Jika ... kemudian”. Jika Anda ingin bercerai, apa yang akan terjadi kemudian? Pasangan Anda mungkin akan merasa terluka dan tidak dicintai. Ia mungkin akan mengingatnya ketika ia dan Anda telah cukup tenang dan menganggapnya sebagai tanda bahwa ia tidak dapat memercayai Anda ketika Anda sedang marah. Ketika sedang marah, siapa tahu ia dapat menyetujui perceraian yang Anda gugat. Apakah Anda ingin mengambil konsekuensi seperti ini?
  4. Anda mungkin menyadari bahwa Anda menghindari situasi-situasi yang membuat Anda tertekan atau merasa tidak nyaman karena sensitivitas berlebih yang dimiliki. Anda mungkin juga beranggapan bahwa kesalahan yang ada dalam hubungan dapat menghancurkan hubungan yang dijalani sehingga Anda menghindari hubungan apa pun, atau hanya menjalani hubungan-hubungan yang ‘dangkal’ saja. Lakukan pendekatan pada orang lain (dan juga diri sendiri) dengan kasih sayang. Buatlah anggapan terbaik mengenai orang lain, terutama orang-orang yang mengenal Anda. Jika Anda merasa sakit hati, jangan langsung beranggapan bahwa orang yang membuat Anda terluka memang sengaja melakukannya. Tunjukkanlah pengertian Anda dan pahami bahwa siapa pun, termasuk teman dan orang-orang yang Anda sayangi, dapat melakukan kesalahan. [48]
    • Jika Anda merasa terluka, berkomunikasilah dengan tegas untuk menyampaikan apa yang Anda rasakan pada orang yang Anda sayang. Ia mungkin tidak sadar bahwa ia telah melukai Anda, dan jika ia mencintai Anda, ia harus tahu cara agar tidak melukai Anda lagi di masa mendatang.
    • Jangan mengkritik orang lain. Sebagai contoh, jika teman Anda lupa bahwa ia memiliki janji untuk makan siang bersama Anda dan Anda merasa tersinggung, jangan katakan padanya “Kau melupakanku dan itu melukai perasaanku.” Sebaliknya, katakan, “Aku merasa tersinggung karena kau lupa dengan janji makan siang bersamaku. Bagiku, meluangkan waktu bersama adalah hal yang penting.” Setelah itu, lanjutkan dengan memberinya kesempatan untuk menceritakan pengalaman atau kisahnya: “Apa ada sesuatu? Kau mau menceritakannya?”
    • Ingatlah bahwa orang lain tidak selalu ingin menceritakan emosi atau pengalamannya, terutama jika mereka baru mengenal Anda. Jangan ambil hati jika orang yang Anda sayangi tidak mau langsung membicarakan masalah atau perasaannya. Itu bukan berarti bahwa Anda melakukan kesalahan; ia hanya perlu waktu untuk mengatur atau mengendalikan perasaannya.
    • Lakukan pendekatan pada diri sendiri seperti halnya ketika Anda mendekati teman yang Anda sayangi dan pedulikan. Jika Anda tidak ingin mengatakan sesuatu yang menyakitkan atau menyudutkan pada teman, mengapa Anda harus mengatakan hal tersebut pada diri sendiri? [49]
  5. Terkadang, Anda mencoba melakukan yang terbaik untuk mengatur sensitivitas emosional yang dirasakan, namun Anda masih merasa kewalahan dengan sensitivitas tersebut. Bekerja sama dengan ahli kesehatan mental berizin dalam menangani sensitivitas tersebut dapat membantu Anda menelusuri perasaan dan tanggapan-tanggapan emosional yang Anda tunjukkan dalam lingkungan yang aman dan mendukung. Konselor atau terapis terlatih dapat membantu Anda mengenali cara-cara berpikir yang tidak sehat dan mengajari Anda kemampuan baru untuk mengelola perasaan dalam cara yang sehat.
    • Orang-orang yang sensitif membutuhkan bantuan tambahan untuk belajar mengelola emosi-emosi negatif, serta kemampuan untuk menangani situasi-situasi emosional. Ketika Anda membutuhkan bantuan tambahan, tidak berarti bahwa orang yang bersangkutan mengalami penyakit kejiwaan; ini dilakukan untuk membantu Anda mendapatkan kemampuan yang bermanfaat dalam ‘bernegosiasi’ dengan situasi yang mungkin akan dihadapi.
    • Orang-orang biasa terkadang mendapatkan bantuan dari ahli kesehatan mental. Anda tidak harus mengalami penyakit kejiwaan atau menghadapi masalah yang sangat berat untuk mendapatkan bantuan dari konselor, psikolog, terapis, atau pihak-pihak semacamnya. Mereka adalah ahli kesehatan, sama seperti ahli kebersihan gigi, dokter mata, praktisi kesehatan umum, atau terapis fisik. Meskipun perawatan kesehatan mental terkadang dianggap sebagai hal yang tabu (tidak seperti perawatan penyakit seperti artritis, gigi berlubang, atau keseleo), perawatan tersebut dapat memberikan banyak manfaat bagi orang-orang yang menjalaninya. [50]
    • Beberapa orang percaya bahwa orang lain seharusnya ‘menerima saja’ atau ‘menelan’ apa yang terjadi padanya dan berusaha sendiri untuk bersikap tegar. Mitos ini sebenarnya sangat berbahaya. Meskipun Anda memang harus melakukan sendiri apa yang dapat dilakukan untuk mengelola atau menangani emosi yang dirasakan, Anda juga sebenarnya dapat mengambil manfaat dari bantuan orang lain. Beberapa gangguan, seperti gangguan depresi, gangguan kecemasan, dan gangguan bipolar, tidak memungkinkan pengidapnya untuk secara fisik menangani emosi-emosinya sendiri. Mencari atau mengikuti konseling bukanlah sebuah kelemahan. Itu justru menunjukkan bahwa Anda peduli dengan diri sendiri. [51]
    • Kebanyakan konselor dan terapis tidak dapat meresepkan obat. Akan tetapi, ahli kesehatan mental terlatih akan mengetahui kapan waktu yang tepat untuk merujuk Anda ke spesialis atau dokter medis yang dapat mendiagnosis dan memberikan pengobatan untuk gangguan-gangguan seperti gangguan depresi atau gangguan kecemasan. [52]
  6. Beberapa orang memang terlahir sebagai sosok yang sensitif, dan hal tersebut sudah tampak sejak mereka masih bayi. Hal ini bukanlah sebuah gangguan, penyakit kejiwaan, atau sesuatu yang ‘salah’—ini hanyalah sifat atau karakter dari orang tersebut. Akan tetapi, jika seseorang menjadi sangat sensitif (sebelumnya tidak memiliki sensitivitas seperti itu), lebih mudah tersentuh, lebih sering menangis, lebih mudah merasa kesal atau semacamnya, hal tersebut dapat menjadi tanda bahwa ada sesuatu yang salah.
    • Terkadang sensitivitas tinggi muncul karena adanya depresi, dan menyebabkan orang yang mengalaminya kewalahan dengan emosi-emosi yang dirasakan (baik emosi negatif dan, terkadang, emosi positif).
    • Ketidakseimbangan kimia dapat menyebabkan sensitivitas emosional yang tinggi. Sebagai contoh, wanita hamil dapat menunjukkan reaksi yang sangat emosional terhadap sesuatu. Hal yang sama juga dapat terjadi pada anak laki-laki yang sedang mengalami pubertas, atau seseorang yang mengalami masalah tiroid. Beberapa jenis pengobatan atau perawatan medis juga dapat menyebabkan perubahan emosional.
    • Praktisi medis terlatih dapat membantu melindungi Anda dari depresi. Meskipun depresi mudah untuk didiagnosis sendiri, pada akhirnya akan lebih baik jika Anda bekerja sama atau meminta bantuan pihak profesional yang dapat mengenali apakah Anda mengalami depresi atau memang sangat sensitif karena adanya faktor-faktor lain.
  7. Perkembangan emosi serupa dengan perkembangan fisik; perkembangan ini membutuhkan waktu, dan mungkin membuat Anda tidak nyaman. Anda akan belajar dari kesalahan yang pasti akan dibuat. Selain itu, kemunduran atau tantangan juga merupakan aspek penting yang harus dilalui dalam proses perkembangan emosional.
    • Sosok yang sangat sensitif mungkin mengalami lebih banyak kesulitan di usia remaja daripada di usia dewasa. Akan tetapi, seiring Anda beranjak dewasa, Anda akan belajar untuk mengelola perasaan-perasaan Anda dengan cara yang lebih efektif, serta mendapatkan kemampuan penanganan masalah yang bermanfaat.
    • Ingatlah bahwa Anda harus mengetahui sesuatu dengan baik sebelum Anda melakukan tindakan. Jika tidak, Anda seolah-olah akan pergi ke tempat baru setelah melihat sekilas peta, tanpa memahaminya terlebih dahulu. Anda tidak akan memiliki pemahaman yang cukup untuk bepergian ke tempat tersebut dan, kemungkinan besar, akan tersesat. Oleh karena itu, telusurilah peta pikiran Anda terlebih dahulu agar Anda memiliki pemahaman yang lebih baik terkait sensitivitas emosional yang dirasakan dan cara untuk mengelolanya.
    Iklan

Tips

  • Rasa peduli dan kasih sayang yang Anda tunjukkan pada diri sendiri (terlepas dari kekurangan yang ada) dapat menghilangkah rasa malu dan meningkatkan empati terhadap orang lain.
  • Jangan merasa seolah-olah Anda harus selalu menjelaskan kecemasan yang dirasakan pada orang lain sebagai alasan atau tindakan atau emosi yang Anda tunjukkan. Tidak masalah jika Anda harus menyimpannya sendiri.
  • Lawan pikiran-pikiran negatif yang muncul. Dialog internal yang negatif dapat membahayakan Anda. Ketika Anda merasa terlalu kritis pada diri sendiri, pikirkan: “Apa yang akan orang lain rasakan jika aku mengatakan hal ini pada mereka?”
  • Pada dasarnya, pemicu-pemicu emosional akan berbeda dari satu individu dengan individu lain. Meskipun seseorang yang Anda kenal memiliki satu pemicu emosional terkait satu masalah yang sama, cara pemicu tersebut memengaruhi Anda dan memengaruhinya tidak selalu sama. Kesamaan tersebut bersifat kebetulan, bukan umum.
Iklan
  1. http://self-compassion.org/exercise-6-self-compassion-journal/
  2. http://centerforparentingeducation.org/library-of-articles/child-development/understanding-temperament-emotional-sensitivity/
  3. http://scan.oxfordjournals.org/content/2/4/259.full
  4. http://blogs.psychcentral.com/emotionally-sensitive/2012/01/knowing-your-emotions-internal-triggers/
  5. http://scan.oxfordjournals.org/content/2/4/259.full
  6. http://www.webmd.com/sex-relationships/features/signs-of-a-codependent-relationship
  7. http://psychcentral.com/lib/symptoms-of-codependency/
  8. http://www.coda.org
  9. http://psychclassics.yorku.ca/Yerkes/Law/
  10. https://www.psychologytoday.com/blog/overcoming-self-sabotage/201005/avoidance-anxiety-self-sabotage-how-running-away-can-bite-you
  11. http://www.scientificamerican.com/article/negative-emotions-key-well-being/
  12. http://greatergood.berkeley.edu/gg_live/science_meaningful_life_videos/speaker/fred_luskin/the_resolution_of_grief/
  13. http://psychcentral.com/blog/archives/2011/01/20/why-ruminating-is-unhealthy-and-how-to-stop/
  14. http://psychcentral.com/lib/15-common-cognitive-distortions/
  15. http://www.apsu.edu/sites/apsu.edu/files/counseling/COGNITIVE_0.pdf
  16. https://www.smartrecovery.org/resources/library/Articles_and_Essays/Rational_Thinking/Cognitive_Distortions.pdf
  17. https://www.smartrecovery.org/resources/library/Articles_and_Essays/Rational_Thinking/Cognitive_Distortions.pdf
  18. https://www.smartrecovery.org/resources/library/Articles_and_Essays/Rational_Thinking/Cognitive_Distortions.pdf
  19. http://psychcentral.com/lib/15-common-cognitive-distortions/
  20. https://www.psychologytoday.com/blog/notes-self/201308/how-set-goals
  21. http://www.apsu.edu/sites/apsu.edu/files/counseling/COGNITIVE_0.pdf
  22. https://www.smartrecovery.org/resources/library/Articles_and_Essays/Rational_Thinking/Cognitive_Distortions.pdf
  23. http://www.cci.health.wa.gov.au/docs/ACFE3EE.pdf
  24. https://www.smartrecovery.org/resources/library/Articles_and_Essays/Rational_Thinking/Cognitive_Distortions.pdf
  25. http://www.apsu.edu/sites/apsu.edu/files/counseling/COGNITIVE_0.pdf
  26. http://www.mindful.org/how-meditation-helps-with-difficult-emotions/
  27. http://news.harvard.edu/gazette/story/2012/11/meditations-positive-residual-effects/
  28. http://www.helpguide.org/harvard/benefits-of-mindfulness.htm
  29. https://www.psychologytoday.com/blog/the-courage-be-present/201001/how-practice-mindfulness-meditation
  30. http://marc.ucla.edu/body.cfm?id=22
  31. http://www.buddhanet.net/audio-meditation.htm
  32. http://www.cci.health.wa.gov.au/docs/Assertmodule%202.pdf
  33. http://socialwork.buffalo.edu/content/dam/socialwork/home/self-care-kit/exercises/assertiveness-and-nonassertiveness.pdf
  34. http://www.mindtools.com/CommSkll/ActiveListening.htm
  35. https://www.psychologytoday.com/blog/think-well/201009/feeling-angry-or-guilty-maybe-its-time-stop-shoulding
  36. http://www.cci.health.wa.gov.au/docs/Assertmodule%202.pdf
  37. http://www.usu.edu/arc/idea_sheets/pdf/assertive_communication.pdf
  38. http://blogs.psychcentral.com/emotionally-sensitive/2015/06/making-decisions-in-wise-mind-the-if-then-question/
  39. http://blogs.psychcentral.com/emotionally-sensitive/2014/09/six-ways-you-may-be-avoiding-constructive-conflict-and-losing-friends/
  40. http://tinybuddha.com/blog/5-ways-to-deal-with-emotional-oversensitivity/
  41. http://www.apa.org/helpcenter/psychotherapy-myths.aspx
  42. http://psychcentral.com/lib/9-myths-and-facts-about-therapy/
  43. http://mentalhealthdaily.com/2014/09/15/who-can-prescribe-antidepressants/

Tentang wikiHow ini

Halaman ini telah diakses sebanyak 16.798 kali.

Apakah artikel ini membantu Anda?

Iklan