PDF download Unduh PDF PDF download Unduh PDF

Sejatinya, orang-orang yang mengalami peristiwa traumatis sebelum mencapai usia 11 tahun memiliki potensi 3 kali lebih besar untuk menunjukkan gejala psikologis daripada mereka yang mengalami trauma pertamanya pada usia remaja atau dewasa.

Tidak bisa dimungkiri, peristiwa atau pengalaman yang traumatis berisiko mengacaukan kehidupan jangka panjang sang anak jika tidak segera ditangani atau diobati. Untungnya, kemungkinan tersebut tidak perlu terjadi jika anak yang bersangkutan menerima dukungan dan bantuan dari orang tua dan orang dewasa lain yang bisa dipercaya.

Khawatir seorang anak yang Anda kenal sedang berusaha mengatasi traumanya? Pahamilah bahwa pendampingan Anda sangatlah penting untuk meningkatkan kemampuannya dalam mengatasi trauma tersebut. Oleh karena itu, jangan ragu membantunya untuk menghadapi situasi yang terjadi, mendampinginya saat dia berduka, dan mendorongnya untuk melanjutkan hidup ke arah yang lebih baik.

Ingat, berikan bantuan sesegera mungkin agar dampaknya tidak berlarut-larut! Namun, sebelum bertindak, pastikan Anda benar-benar mengenali gejala trauma pada anak untuk mengetahui pola penanganan seperti apa yang bisa Anda berikan untuknya.

Metode 1
Metode 1 dari 4:

Mengenali Gejala Fisik

PDF download Unduh PDF
  1. Cobalah membandingkan sikap anak yang bersangkutan sebelum dan sesudah terjadinya trauma; jika Anda menemukan adanya perubahan perilaku yang ekstrem, kemungkinan besar ada sesuatu yang salah di dalam dirinya.
    • Misalnya, seorang anak perempuan yang tadinya sangat percaya diri tiba-tiba berubah menjadi anak yang selalu ingin memuaskan orang lain dalam semalam; kemungkinan lainnya, seorang anak yang mengalami trauma akan memiliki suasana hati yang mudah berubah dan tidak terkontrol.
  2. Anak-anak yang mengalami trauma umumnya akan lebih mudah menangis atau mengeluhkan hal-hal kecil yang sebelumnya tidak mengganggu mereka.
  3. Seorang anak yang mengalami trauma kemungkinan akan terbiasa mengisap jari atau mengompol. Meski lebih identik dengan anak-anak yang pernah mengalami kekerasan seksual atau mengikuti terapi kepatuhan untuk anak autistik, perilaku semacam itu juga tampak pada korban situasi traumatis lainnya.
  4. Anak-anak yang mengalami trauma (terutama mereka yang mengalami kekerasan dari orang dewasa), kemungkinan besar akan selalu berusaha memuaskan orang dewasa atau membuat mereka tidak marah. Mereka mungkin akan terlihat selalu menghindari perhatian orang lain, sangat penurut, atau berusaha terlalu keras untuk menjadi anak yang "sempurna".
  5. Anak-anak yang mengalami trauma umumnya akan selalu bertingkah negatif, mudah frustrasi, dan mudah marah. Umumnya, mereka pun akan bersikap lebih agresif kepada orang lain
  6. Misalnya, seorang anak yang mengalami trauma akan terus-menerus sakit kepala , muntah, atau demam. Gejala tersebut akan semakin buruk jika anak yang bersangkutan harus melakukan sesuatu yang berhubungan dengan traumanya (misalnya, saat dia harus bersekolah pascamengalami kekerasan di sekolah), atau jika dia merasa stres.
    Iklan
Metode 2
Metode 2 dari 4:

Mengenali Gejala Psikologis

PDF download Unduh PDF
  1. Seorang anak yang mengalami trauma kemungkinan akan menunjukkan salah satu, beberapa, atau seluruh gejala di bawah ini:
  2. Kemungkinan besar, mereka akan merasa tersesat jika tidak didampingi oleh orang atau objek yang dipercaya (seperti mainan, bantal, atau boneka). Seorang anak yang mengalami trauma umumnya akan benar-benar marah dan merasa tidak aman jika orang atau objek yang bersangkutan tidak ada di dekatnya.
  3. Anak-anak yang mengalami trauma kemungkinan akan sulit tidur di malam hari, harus tidur dengan lampu menyala, atau terus-menerus bermimpi buruk.
    • Beberapa anak kemungkinan merasa terobsesi untuk mencegah terulangnya peristiwa yang sama; misalnya, mereka akan terus-menerus mengecek detektor asap setelah terjebak dalam peristiwa kebakaran. Hati-hati, kebiasaan tersebut dapat memicu munculnya gangguan obsesif kompulsif!
  4. Anak-anak yang mengalami kekerasan dari orang dewasa pasti akan mengalami krisis kepercayaan, terutama karena orang dewasa yang seharusnya melindungi mereka justru tidak melakukan tugasnya dengan baik. Alhasil, mereka pun akan meyakini bahwa tidak ada seorang pun yang bisa menjaga keselamatan mereka. Anak-anak yang mengalami kekerasan dari orang dewasa umumnya akan menyimpan ketakutan kepada orang dewasa, terutama orang dewasa yang memiliki perawakan mirip dengan sang pelaku kekerasan (misalnya, seorang anak perempuan yang pernah disakiti oleh laki-laki tinggi berambut pirang kemungkinan akan merasa takut kepada semua laki-laki yang berperawakan serupa).
  5. Misalnya, seorang anak yang mengalami kekerasan dari terapisnya kemungkinan besar akan berteriak-teriak dan menangis saat melihat kantor terapis yang bersangkutan; kemungkinan lainnya, dia akan mengalami serangan panik saat mendengar kata “terapi". Namun, ada pula anak-anak yang memiliki tingkat toleransi lebih tinggi tetapi tetap tidak mampu ditinggalkan sendirian di sana.
  6. Seorang anak yang mengalami trauma kemungkinan akan menyalahkan kata-katanya, tindakannya, atau pemikirannya atas peristiwa traumatis yang terjadi.
    • Tidak semua ketakutan rasional. Waspadai anak-anak yang menyalahkan dirinya atas situasi yang terjadi bukan karena kesalahannya; kemungkinan besar, mereka juga akan merutuki diri karena merasa seharusnya bisa memperbaiki situasi tersebut.
    • Rasa malu atau bersalah yang berlebihan dapat memicu timbulnya perilaku obsesif kompulsif. Misalnya, dia mungkin sedang bermain tanah bersama kakaknya saat peristiwa traumatis tersebut terjadi; di kemudian hari, mungkin saja dia akan menyimpan obsesi yang berlebihan terhadap kebersihan dan selalu menjauhkan dirinya (dan orang-orang terdekatnya) dari tanah.
  7. Seorang anak yang mengalami trauma umumnya akan merasa terasing; alhasil, mereka pun kesulitan atau merasa kurang tertarik untuk berinteraksi dengan orang lain.
  8. Seorang anak yang mengalami trauma umumnya mudah merasa takut terhadap suara angin, hujan, atau suara keras yang tiba-tiba.
  9. Jika dia terus-menerus mengkhawatirkan keamanan atau kesejahteraan keluarganya, Anda patut waspada. Anak-anak yang mengalami trauma umumnya akan terobsesi terhadap keamanan dan keselamatan keluarganya; mereka pun umumnya memiliki keinginan yang sangat kuat untuk melindungi keluarganya.
  10. Waspadai keinginan untuk menyakiti diri atau bahkan bunuh diri . Seorang anak yang ingin bunuh diri umumnya akan lebih sering mengangkat topik yang berhubungan dengan kematian.
  11. Kemungkinan besar, seorang psikolog atau psikiater dapat langsung mengenali gejala-gejala kecemasan, depresi, atau keberanian yang dipaksakan pada seorang anak.
    Iklan
Metode 3
Metode 3 dari 4:

Melanjutkan Hidup

PDF download Unduh PDF
  1. Pahamilah bahwa meski anak yang bersangkutan tidak menunjukkan gejala-gejala di atas, bukan berarti mereka tidak sedang bergelut dengan perasaannya. Akan selalu ada anak-anak yang terbiasa menyembunyikan perasaannya karena dituntut untuk kuat atau berani demi orang-orang terdekatnya.
  2. Asumsikan bahwa anak yang bersangkutan memerlukan perhatian dan kepedulian ekstra dari Anda (dan orang-orang di sekitarnya) untuk membantunya menyikapi situasi tersebut secara positif.
  3. Ingat, beberapa anak membutuhkan waktu lebih lama untuk memproses situasi yang terjadi dan mengekspresikan perasaannya kepada orang lain.
  4. Respons, reaksi, bantuan, dan dukungan spontan Anda akan memengaruhi kemampuan anak yang bersangkutan untuk mengatasi traumanya secara signifikan.
  5. Sebaiknya, mintalah pendampingan ahli kesehatan profesional kapan pun Anda merasa perlu mengobrol dengan anak yang bersangkutan terkait perasaan dan kondisinya.
  6. Beberapa jenis terapi yang umumnya diperlukan untuk mendukung proses pemulihannya adalah psikoterapi, psikoanalisis, terapi perilaku kognitif, hipnoterapi, serta desensitisasi dan pemrosesan ulang pergerakan mata (EMDR).
  7. Sebesar apa pun keinginan Anda untuk mendukung dan membantunya, jangan pernah memaksakan diri untuk melakukannya sendirian! Percayalah, Anda pasti akan merasa kesulitan, terutama jika di masa yang lampau Anda pun pernah mengalami peristiwa yang traumatis.
  8. Keluarga, sahabat, terapis, guru, dan orang-orang terdekatnya yang lain dapat memberikan bantuan dan dukungan yang diperlukannya untuk memulihkan diri. Selalu ingat bahwa Anda – dan anak yang bersangkutan – tidak perlu berjuang sendirian.
  9. Beberapa cara yang bisa Anda lakukan untuk memulihkan rutinitasnya adalah dengan memberikan asupan makanan yang bergizi untuknya, dan memastikan dia tetap rajin bermain dan berolahraga agar kondisi psikomotoriknya tetap baik.
  10. Pastikan Anda selalu ada untuknya saat dibutuhkan dan berfokuslah kepada apa yang terjadi saat ini alih-alih terus-menerus menengok ke masa lalu.
    Iklan
Metode 4
Metode 4 dari 4:

Memahami Trauma

PDF download Unduh PDF
  1. Pengalaman traumatis umumnya merujuk pada peristiwa yang membuat anak tersebut takut, terkejut, merasa hidupnya terancam, dan/atau merasa rapuh. Beberapa peristiwa traumatis yang mungkin terjadi pada anak-anak: [1]
    • Bencana alam
    • Kecelakaan berkendara atau kecelakaan lainnya
    • Pengabaian
    • Kekerasan verbal, fisik, atau seksual
    • Pemerkosaan
    • Peperangan
    • Perundungan yang parah
    • Terapi kepatuhan , [2] pengekangan, dan pengasingan. [3]
  2. Meski dua orang anak mengalami peristiwa yang sama, mereka dapat memiliki gejala atau mengalami tingkat trauma yang berbeda. Dengan kata lain, peristiwa yang dianggap traumatis oleh seorang anak mungkin saja hanya dianggap menyebalkan oleh anak yang lainnya.
  3. Respons trauma dalam diri anak-anak juga bisa dipicu oleh gangguan stres pascatrauma yang diderita orang tuanya. Kemungkinan, mereka memberikan reaksi yang lebih ekstrem terhadap trauma karena orang dewasa di sekitarnya (terutama orang tuanya) juga bersikap serupa. [4]
    Iklan

Tips

  • Jika ingin membantu seorang anak mengatasi traumanya, cobalah memperkaya pengetahuan Anda terkait pengaruh trauma untuk anak-anak. Informasi tersebut bisa Anda temukan di buku dan internet, terutama di situs kesehatan yang dikelola oleh pemerintah atau badan tepercaya lainnya. Kenali baik-baik apa yang sesungguhnya sedang dialami anak tersebut untuk mengetahui bantuan seperti apa yang bisa Anda berikan.
  • Kemungkinan, tingkat perkembangan seorang anak pascatrauma akan melambat jika dibandingkan dengan sebelum trauma tersebut terjadi. Setelah mengalami peristiwa yang traumatis, area pada otak yang bertanggung jawab untuk memproses emosi, ingatan, dan bahasa akan terkena dampak yang paling besar; alhasil, perubahan tersebut umumnya akan membawa pengaruh jangka panjang terhadap kehidupannya, termasuk kehidupan akademis dan sosialnya.
  • Sejatinya, menggambar dan menulis adalah obat terapi yang sangat ampuh untuk mengatasi rasa tidak berdaya dan tidak bahagia pada anak; selain itu, melakukannya juga ampuh mengalihan pikirannya dari peristiwa negatif yang pernah mewarnai hidupnya. Kemungkinan besar, ahli kesehatan akan mengidentifikasi tindakan tersebut sebagai respons; meski demikian, Anda juga bisa mendorong anak yang bersangkutan untuk melakukan tindakan tersebut sebagai bentuk ekspresi diri. Misalnya, mintalah dia menulis cerita mengenai seorang anak yang berhasil menyelamatkan diri dari peristiwa yang traumatis dan caranya menyikapi situasi menyulitkan tersebut.
Iklan

Peringatan

  • Jika trauma tersebut disebabkan oleh peristiwa yang berkelanjutan (seperti kekerasan di dalam rumah), berusahalah menjauhkan anak yang bersangkutan dari sumber kekerasan dan cari bantuan yang relevan untuknya.
  • Jangan terburu-buru kesal saat dihadapkan dengan perilaku negatif yang kemungkinan besar, merupakan salah satu gejala trauma pada anak; jika situasinya benar demikian, anak yang bersangkutan pasti akan kesulitan mengontrol perilakunya. Alih-alih marah, cobalah mencari dan berusaha mengatasi akar masalahnya. Berusahalah untuk lebih sensitif kepada perilaku yang berhubungan dengan pola tidur dan frekuensi menangis (jangan marah jika anak yang bersangkutan selalu sulit tidur atau tidak bisa menghentikan tangisannya).
  • Jika gejala-gejala tersebut diabaikan, potensi anak yang bersangkutan untuk mengalami masalah psikologis lanjutan akan meningkat secara signifikan.
Iklan

Hal yang Anda Butuhkan

  • Alat menggambar dan menulis untuk mengekspresikan diri

Referensi

  1. Dr Pamela Stephenson Connolly, Head Case: Treat Yourself to Better Mental Health , p. 65, (2007), ISBN 978-0-7553-1721-9
  2. http://www.astraeasweb.net/politics/aba.html
  3. http://stophurtingkids.com/about-restraint-seclusion/
  4. http://www.time.com/time/health/article/0,8599,2004902,00.html
  5. FEMA for Kids: After a Disaster – sumber penelitian
  6. Disaster Training International, New York, NY – sumber penelitian
  7. Dr Pamela Stephenson Connolly, Head Case: Treat Yourself to Better Mental Health , (2007), ISBN 978-0-7553-1721-9 – sumber penelitian

Tentang wikiHow ini

Halaman ini telah diakses sebanyak 6.065 kali.

Apakah artikel ini membantu Anda?

Iklan