PDF download Unduh PDF PDF download Unduh PDF

Menangani orang-orang yang marah kepada Anda bisa menjadi hal yang sulit dilakukan. Kemarahan bisa muncul hampir dalam berbagai situasi: saat sedang bersama teman, orang asing, di rumah, atau di jalanan. Konfrontasi penuh kemarahan juga bisa terjadi di lingkungan kerja, terhadap rekan, supervisor, atau pelanggan – terutama jika pekerjaan Anda melibatkan kontak langsung dengan khalayak umum, misalnya dengan memberikan jasa layanan atau mengelola keuangan. [1] Pengalaman ini mungkin sering terjadi, tetapi rasanya tetaplah tidak menyenangkan serta membingungkan. Anda tidak bisa mengontrol reaksi lawan bicara, namun, ketahuilah bahwa ada beberapa strategi yang bisa digunakan untuk menjaga keamanan diri dan mengontrol interaksi. [2]

Metode 1
Metode 1 dari 5:

Menjaga Keamanan Diri

PDF download Unduh PDF
  1. Anda mungkin tidak selalu memiliki pilihan untuk segera meninggalkan kondisi yang penuh amarah, misalnya ketika pelanggan meneriaki Anda saat bekerja. Namun, jika Anda merasa dalam bahaya, segeralah pergi atau cobalah menjaga jarak sejauh mungkin dengan si pengancam.
    • Jika Anda berurusan dengan orang yang sedang marah di rumah atau kantor, kunjungi tempat umum yang aman. Hindari tempat-tempat tanpa pintu keluar, seperti kamar mandi. Hindari juga tempat-tempat dengan barang-barang yang bisa dimanfaatkan sebagai senjata, misalnya dapur. [3]
    • Jika Anda berhadapan dengan konsumen yang sedang marah, cobalah menjaga jarak dengannya. Berlindunglah di balik meja layanan dan jauhi jangkauan tangannya. [4]
  2. Anda berhak untuk tetap aman. Tergantung pada jenis dan tingkat keparahan ancamannya, Anda bisa menghubungi teman untuk meminta pertolongan. Jika Anda merasa benar-benar berada dalam bahaya serius, hubungi 112 atau layanan gawat darurat lainnya. [5]
    • Jika Anda berada di lingkungan kerja, hubungi seorang figur otoritas, misalnya manajer atau anggota satuan keamanan. [6]
  3. Jika situasinya tegang tetapi tidak berbahaya secara aktif, luangkan waktu untuk jeda. Gunakan pernyataan berbasis “saya”, misalnya “Saya perlu menenangkan diri selama 15 menit sebelum kembali berbicara”. Pada waktu-waktu ini, lakukan sesuatu yang menenangkan untuk menguasai emosi dan memberikan waktu kembali kepada lawan bicara agar ia juga bisa tenang. Bertemulah ulang pada tempat serta waktu yang spesifik untuk mendiskusikan masalahnya. [7]
    • Gunakan selalu pernyataan-pernyataan “saya” saat meminta waktu istirahat, terutama jika menurut Anda lawan bicara adalah yang benar-benar bersalah. Mengucapkan “Aku perlu waktu berpikir” mungkin dapat menenangkan orang yang sedang marah, alih-alih membuatnya bersikap defensif.
    • Hindari pernyataan-pernyataan yang menuduh, misalnya “Kamu perlu waktu menenangkan diri” atau “Tenanglah”. Bahkan jika menurut Anda hal-hal ini harus diucapkan, sesungguhnya lawan bicara hanya akan semakin membela diri atau bahkan lebih marah.
    • Jangan takut meminta waktu istirahat ekstra jika lawan bicara masih berbahaya atau marah. Idealnya, kalian berdua harus melakukan sesuatu yang menenangkan dan meredakan emosi saat beristirahat.
    • Jika beberapa kali waktu istirahat masih tidak mampu menenangkan lawan bicara Anda, pertimbangkan menyarankan untuk mendiskusikan masalah hanya ketika ada pihak ketiga yang netral. Pihak ketiga ini bisa berupa seorang terapis, representatis SDM, figur pemimpin spiritual, dll. [8]
    Iklan
Metode 2
Metode 2 dari 5:

Mengawasi Respons

PDF download Unduh PDF
  1. Ambil napas dalam-dalam . Situasi-situasi yang membuat stres, misalnya ketika seseorang marah kepada kita, dapat memacu respons “berusaha mempertahankan diri atau kabur”, yang akan mempercepat detak jantung, memacu pernapasan dan membuatnya pendek, serta mengirimkan hormon penyebab stres di seluruh tubuh. [9] Lawan respons ini dengan menarik napas dalam-dalam untuk membantu diri agar tetap tenang. Ingat: dua orang yang sedang marah hanya akan memperburuk keadaan yang memang sudah tegang. [10]
    • Tarik napas dalam 4 hitungan. Rasakan paru-paru dan perut Anda mengembang saat menarik napas. [11]
    • Pertahankan selama 2 detik, kemudian lepaskan napas perlahan dalam 4 hitungan.
    • Saat membuang napas, berfokuslah merilekskan otot-otot sathe di wajah, leher, dan bahu.
  2. Bereaksi dengan tenang terhadap orang yang marah bisa membantu mengurangi situasi yang tegang. Merespons dengan kemarahan hanya akan memperburuk keadaan. Berjalan-jalanlah, bermeditasilah, dan hitung mundur dari 50 untuk menenangkan diri sendiri . [12]
  3. Anda mungkin akan sulit melepaskan perasaan personal dari konfrontasi dengan seseorang yang marah. Ingat, kemarahan biasanya merupakan tanda bahwa lawan bicara belum belajar merespons dalam cara tegas yang sehat terhadap situasi yang ia anggap mengancam. [13] Studi menunjukkan ketika orang-orang mengingatkan diri sendiri bahwa mereka tidak bertanggung jawab atas kemarahan orang lain, peluang mereka untuk marah juga akan berkurang. [14]
    • Kemarahan bertambah parah karena beberapa faktor: rasa tidak aman, kurangnya pilihan, perilaku tidak hormat, atau respons-respons pasif-agresif terhadap sebuah masalah.
    • Manusia merasa tidak aman saat ada suatu tingkat ketidakyakinan tertentu dalam sebuah situasi. Jika tingkat dasar keteraturan dan rasa aman mereka terancam, orang-orang mungkin bereaksi dengan menunjukkan kemarahan. [15]
    • Orang juga mungkin bersikap kasar saat mereka merasa pilihannya terbatas. Sikap ini muncul dari rasa tidak berdaya karena sedikitnya opsi yang tersedia dalam sebuah situasi. [16]
    • Ketika orang merasa tidak dihargai, ia mungkin marah. Misalnya, jika Anda berbicara kepada seseorang dengan nada marah atau tidak menghargai waktunya, ia mungkin akan marah juga terhadap Anda. [17]
    • Selain itu, manusia juga bisa marah untuk membuat dirinya sendiri merasa lebih baik. Jika seseorang marah, pertimbangkan kemungkinan bahwa kemarahan tersebut merupakan respons terhadap sesuatu dalam kehidupannya, bukan terhadap apa yang telah Anda lakukan. [18]
    • Jika Anda telah berbuat kesalahan kepada lawan bicara, bertanggung jawablah dan minta maaf. Anda tidak pernah bertanggung jawab terhadap responsnya; sesungguhnya, tidak ada seorang pun yang bisa “membuat” orang lain marah. Akan tetapi, mengakui kesalahan bisa membantu lawan bicara untuk memproses perasaan marah dan sakit hatinya.
  4. Berbicaralah dalam nada yang tenang. Jangan tinggikan suara atau berteriak sebagai respons terhadap kemarahan seseorang. Gunakan bahasa tubuh yang tenang tetapi tegas. [19]
    • Hindari membungkuk atau menyilangkan lengan di depan dada. Bahasa tubuh seperti ini menunjukkan bahwa Anda bosan atau menutup diri dari komunikasi. [20]
    • Rilekskan tubuh. Atur postur agar menunjukkan ketegasan : jejakkan kaki kuat-kuat di lantai dan berdirilah dengan bahu yang condong ke belakang serta dada yang condong ke depan. Lakukan kontak mata dengan lawan bicara. Bahasa tubuh seperti ini menunjukkan bahwa Anda tenang dan mampu menguasai diri, tetapi tidak untuk diremehkan. [21]
    • Perhatikan respons-respons agresif, misalnya mengepalkan tangan atau mengencangkan rahang. Melanggar “ruang pribadi” lawan bicara (yang umumnya sejarak 90 cm) juga merupakan pertanda bahwa Anda sedang bertindak terlalu agresif. [22]
    • Berdirilah pada sudut tertentu dari seseorang yang sedang marah, alih-alih tepat di depannya. Posisi ini akan terasa tidak terlalu mengonfrontasi. [23]
  5. Menjaga ketenangan diri saat seseorang marah kepada Anda adalah hal yang sangat sulit, tetapi Anda tetap harus mencoba melakukannya serta berkomunikasi dengan pikiran jernih. Jika salah satu hal berikut ada dalam interaksi Anda, ini berarti komunikasi yang terjadi tidak efektif dan Anda harus segera mengatasinya: [24]
    • Teriakan
    • Ancaman
    • Makian
    • Pernyataan-pernyataan dramatis atau hiperbola
    • Pertanyaan-pertanyaan berbahaya
    Iklan
Metode 3
Metode 3 dari 5:

Berinteraksi dengan Seseorang yang Sedang Marah

PDF download Unduh PDF
  1. Beberapa petunjuk emosional serta fisik merupakan indikator utama mengenai pola komunikasi yang berisiko. Petunjuk-petunjuk ini memiliki istilah singkat HALT, yang berarti hungry (lapar), angry (marah), lonely (kesepian), serta tired (lelah). Kondisi-kondisi ini dapat memperburuk suasana yang panas serta mencegah resolusi. Meski lawan bicara sudah marah terhadap Anda, jika kemarahan ini tidak berkurang (bahkan setelah beristirahat) atau diperparah dengan salah satu kondisi di atas, hindari diskusi hingga kebutuhan fisik dan emosional masing-masing pihak terpenuhi. Kita akan mendiskusikan secara cepat tentang mengapa setiap kondisi ini dapat mencegah penyelesaian masalah dan komunikasi bertahap. [25]
    • Saat Anda merasa lapar , kemampuan berpikir rasional yang berfokus pada tujuan akan berkurang. Tubuh tidak mengandung cukup bahan bakar dan Anda bisa melakukan atau mengatakan apa pun untuk memenuhi kebutuhannya. Riset menunjukkan bahwa manusia serta hewan yang lapar lebih berani mengambil risiko. Rasa lapar memengaruhi kemampuan mengambil keputusan serta perilaku kita – ini adalah dua hal yang harus selalu terkontrol saat konfrontasi terjadi. [26]
    • Kemarahan merupakan emosi yang sulit ditunjukkan secara konstruktif. Umumnya, rasa marah dikeluarkan melalui hinaan, makian, tindakan konyol, dan bahkan kekerasan fisik. Terlebih lagi, orang-orang sering menunjukkan kemarahan, meski faktanya mereka merasa sedih, bingung, cemburu, atau tertolak. Saat ada emosi-emosi lain yang memengaruhi kemarahan, seseorang akan lebih sulit melihat situasi secara objektif dan mencari penyelesaiannya. Ia harus meluangkan waktu serta memiliki ruang pribadi untuk memeriksa perasaannya sebelum dapat berkomunikasi secara produktif.
    • Kesepian berarti seseorang merasa terasing dari orang lain. Orang yang tidak memiliki rasa menjadi bagian dari komunitas akan kesulitan mempertahankan sikap objektif dalam sebuah konfrontasi.
    • Merasa lelah saat berargumen juga bisa menimbulkan masalah. Kurang tidur menghasilkan suasana hati, fungsi kognitif, serta performa yang buruk. Rasa lelah juga memengaruhi kemampuan mengambil keputusan. Anda mungkin bisa melihat sebuah solusi dengan jelas jika cukup beristirahat, tetapi rasa kantuk hanya akan menyebabkan Anda berpikir berjam-jam tanpa hasil. [27]
  2. Jika ia berteriak kepada Anda, jangan dukung kemarahannya. Namun, sadarilah bahwa kemarahan tersebut biasanya merupakan respons terhadap perasaan disalahpahami atau diabaikan. [28] Mengakui bahwa ia berhak marah bukanlah hal yang sama dengan menyetujui tindakannya. [29]
    • Cobalah mengatakan sesuatu seperti, “Aku mengerti kamu marah. Aku ingin memahami apa yang terjadi. Apa yang membuatmu marah?” Ini menunjukkan bahwa Anda mencoba melihat dari sudut pandangnya, sehingga dapat membantu orang tersebut merasa lebih baik.
    • Cobalah menghindari nuansa menghakimi saat melakukannya. Jangan ajukan pertanyaan seperti, “Mengapa kamu marah-marah secara menyebalkan?”
    • Tanyakan hal-hal spesifik. Ajukan pertanyaan spesifik (dengan tenang) terhadap hal yang membuat lawan bicara marah. Sebagai contoh, “Perkataan apa yang kuucapkan, yang membuatmu marah?”. Ucapan seperti ini bisa mendorongnya untuk menenangkan diri dan memikirkan mengapa ia marah, serta sadar bahwa sesungguhnya semua yang terjadi hanyalah sebuah kesalahpahaman.
  3. Mengeluarkan desisan “Psst” atau mencegah ia mengekspresikan perasaan tidak akan membantu. Bahkan, hal ini mungkin membuatnya bertambah parah. [30]
    • Ini juga menunjukkan bahwa Anda tidak mengakui perasaannya. Ingatlah, bahkan jika Anda tidak memahami apa yang ia rasakan, pengalaman yang sama benar-benar nyata bagi orang tersebut. Meremehkannya tidak akan membantu Anda untuk meredakan situasi. [31]
  4. Jadilah pendengar yang aktif. Tunjukkan bahwa Anda tertarik dengan melakukan kontak mata, menganggukkan kepala, dan menggunakan frasa-frasa seperti “uh huh” atau “mmm-hmm”. [32] [33]
    • Jangan sampai Anda ketahuan sedang bersiap mempertahankan diri saat ia berbicara. Berfokuslah pada perkataannya. [34]
    • Dengarkan alasan yang diberikan tentang mengapa ia marah. Cobalah membayangkan situasi yang terjadi dari sudut pandangnya. Jika Anda mengalami situasi tersebut, apa Anda akan merasakan hal yang sama?
  5. Salah satu alasan mengapa situasi yang tegang bisa bertambah buruk adalah karena adanya miskomunikasi. Setelah seseorang memberi tahu Anda mengapa ia marah, konfirmasikan apa yang Anda dengar. [35]
    • Gunakan pernyataan-pernyataan yang berfokus pada kata “saya”. Sebagai contoh, “Saya dengar Anda marah karena ini adalah telepon ketiga yang Anda beli dari kami, dan tidak berfungsi. Benarkah itu?”
    • Hal-hal seperti, “Kedengarannya, menurut Anda ______” atau “Apakah _________ ini maksud Anda?” akan membantu memastikan pemahaman Anda terhadap lawan bicara. Ia juga bisa tertolong untuk merasa diakui, sehingga mungkin rasa marahnya berkurang.
    • Jangan hias atau atur ulang kata-kata lawan bicara setelah Anda mengonfirmasikannya. Misalnya, jika ia mengajukan komplain bahwa Anda selalu terlambat menjemputnya dalam 6 hari terakhir, jangan ucapkan sesuatu seperti, “Saya dengar Anda marah karena saya selalu terlambat”. Namun, berfokuslah pada apa yang sesungguhnya ia katakan: “Saya dengar Anda marah karena saya selalu terlambat dalam 6 hari terakhir ini”.
  6. Jika lawan bicara terus berteriak atau bertindak agresif, gunakan pernyataan-pernyataan “saya” untuk menyampaikan kebutuhan Anda. Dengan begini, Anda akan terhindar dari seolah-olah menyalahkannya.
    • Sebagai contoh, jika ia berteriak kepada Anda, ucapkan sesuatu seperti: “Aku ingin membantu, tetapi aku tidak paham apa yang kamu katakan jika kamu berbicara terlalu keras. Bisakah kamu mengulanginya dengan lebih pelan?”
  7. Cobalah mempertimbangkan sudut pandangnya. [36] Empati dapat membantu Anda untuk menangani respons emosional diri sendiri. Selain itu, empati juga memampukan Anda untuk berkomunikasi secara efektif dengan lawan bicara. [37] [38]
    • Mengucapkan sesuatu seperti, “Kedengarannya sangat membuat frustrasi” atau “Ya, aku paham bahwa hal itu akan membuatmu marah” bisa membantu meredakan kemarahan. Dalam beberapa kasus, orang-orang sesungguhnya hanya ingin didengarkan. Setelah mereka merasa dipahami, mereka bisa tenang.
    • Anda mungkin harus memberi tahu diri sendiri secara mental bahwa orang tersebut sedang marah dan berusaha sebaik mungkin untuk mengkomunikasikan perasaannya. Dengan begini, Anda dapat membingkai ulang situasi itu dalam pikiran. [39]
    • Jangan remehkan masalah. Meski kelihatannya sepele, lawan bicara mungkin tidak merasa demikian. [40]
  8. Pikirkan konsekuensi yang mungkin terjadi. Jika seseorang marah terhadap Anda, ini berarti ia merasa disakiti oleh Anda dalam cara tertentu. Reaksi pertama Anda mungkin mempertahankan diri dan menyatakan alasan di balik suatu tindakan. Misalnya, hindari berkata, "Aku memang berencana akan mengambil kemejamu dari binatu, tapi aku lupa karena kerja lembur". Meski tujuan Anda baik, pada saat ini, orang yang marah mungkin tidak akan peduli. Ia berurusan dengan konsekuensi akan tindakan Anda, dan inilah mengapa ia marah. [41]
    • Alih-alih mendeklarasikan tujuan baik, cobalah melihat dari sudut pandangnya dan perhatikan bagaimana konsekuensi tindakan Anda memengaruhi orang tersebut. Ucapkan sesuatu seperti, "Aku sekarang sadar bahwa melupakan kemejamu telah mempersulit rencanamu untuk rapat besok".
    • Konsep ini mungkin membuat Anda merasa tidak setia terhadap prinsip diri sendiri. Anda mungkin benar-benar merasa bahwa Anda telah melakukan hal yang benar dan hanya tidak beruntung saat bersalah. Jika kasusnya seperti ini, cobalah membayangkan bahwa lawan bicara tidak sedang marah kepada Anda, tetapi terhadap seseorang/sesuatu yang lain. Pertimbangkan bagaimana Anda akan menyelesaikan situasinya jika Anda bukanlah 'pihak yang bersalah'.
    Iklan
Metode 4
Metode 4 dari 5:

Menyelesaikan Kemarahan

PDF download Unduh PDF
  1. Setelah Anda mendengarkan lawan bicara, pertimbangkan cara menyelesaikannya. [42]
    • Jika Anda percaya lawan bicara memiliki alasan yang valid untuk marah terhadap Anda, terimalah alasan tersebut. Akui kesalahan diri pribadi dan bertanyalah apa yang bisa Anda lakukan untuk memperbaikinya. [43]
    • Jangan mencari alasan atau bersikap defensif. Anda hanya akan membuatnya bertambah marah, karena ia akan merasa seolah-olah Anda tidak mengakui kebutuhan dirinya. [44]
  2. Bersikaplah masuk akal dan berkomunikasilah dengan jelas serta tenang. Cobalah berfokus pada apa yang telah ia sampaikan kepada Anda. [45]
    • Misalnya, jika lawan bicara marah karena anak Anda melemparkan bola dan memecahkan kaca jendelanya, beritahukan apa yang akan Anda lakukan. Sebagai contoh: “Putri saya memecahkan jendela Anda dengan bolanya. Saya bisa mengatur janji dengan tukang untuk memperbaikinya dalam dua hari, atau Anda boleh menghubungi tukang Anda sendiri dan mengirimkan tagihannya kepada saya”.
  3. Jika ia tidak senang dengan solusi yang Anda sarankan, mintalah ia menawarkan resolusi lain. [46] Contohnya, ucapkan sesuatu seperti, "Apa yang Anda inginkan dalam situasi seperti ini?"
    • Cobalah berdiskusi untuk menemukan solusi yang berfokus pada kata “kita” untuk mendorong kolaborasi. Sebagai contoh, “Oke, jika saran saya tidak bisa diterima, saya masih ingin mencari cara untuk menyelesaikan masalah ini. Apa yang bisa kita lakukan?” [47]
    • Jika ia menyarankan sesuatu yang tidak masuk akal, jangan memakinya. Alih-alih melakukan hal tersebut, sarankan tawaran balik. Sebagai contoh: "Anda ingin saya memperbaiki jendela yang rusak dan membayar pembersihan karpet untuk seluruh rumah. Menurut saya, lebih adil jika saya memperbaiki jendela tersebut dan membayar karpet di ruang tamu. Bagaimana menurut Anda?"
    • Mencoba bersepakat dapat membantu mengarahkan interaksi menuju sebuah solusi. [48] Misalnya, Anda bisa mengucapkan sesuatu seperti "Saya paham bahwa kita harus adil di sini...". Cara seperti ini bisa menolong menyampaikan bahwa Anda juga berusaha mencapai tujuan yang sama. [49]
  4. “Tetapi” dikenal sebagai “pengacau komunikasi verbal”, karena kata ini bisa benar-benar menegasikan apa yang Anda ucapkan sebelumnya. Saat orang mendengar kata “tetapi,” mereka cenderung berhenti mendengarkan. Mereka hanya akan menganggap bahwa Anda sedang mengatakan, ”Anda salah” . [50]
    • Misalnya, jangan ucapkan hal-hal seperti "Saya paham apa maksud Anda, tetapi Anda harus ________"
    • Alih-alih, gunakan pernyataan "dan" seperti "Saya bisa melihat maksud Anda DAN saya tahu perlunya _______".
  5. Jika Anda berhasil mencapai resolusi, simpulkan interaksi Anda dengan lawan bicara. Ucapkan terima kasih kepadanya. Ini menunjukkan bahwa Anda menghargainya dan bisa membantu ia merasa bahwa kebutuhannya sudah terpenuhi. [51]
    • Misalnya, jika Anda mampu bernegosiasi dengan konsumen yang marah, ucapkan: “Terima kasih karena telah mengizinkan kami untuk menyelesaikan masalah ini”.
  6. Dalam beberapa kasus, kemarahan seseorang mungkin tidak akan langsung hilang, bahkan jika Anda sudah berusaha sebaik mungkin untuk menyelesaikannya. Ini terutama sering terjadi pada situasi-situasi yang melibatkan rasa sakit hati yang lebih mendalam, misalnya ketika lawan bicara merasa dikhianati atau dimanipulasi dalam beberapa cara. Terimalah fakta bahwa perasaan marah mungkin perlu waktu untuk benar-benar hilang. Jangan paksakan keinginan Anda.
  7. Tidak semua konflik bisa diselesaikan, dan tidak semua kemarahan bisa menghilang, bahkan jika Anda tetap tenang dan bersikap penuh hormat sepanjang hari. Jika Anda telah mencoba berbagai taktik tanpa perkembangan yang berarti, Anda mungkin harus menjauh. Pihak ketiga, seperti seorang terapis, mediator, atau perwakilan departemen SDM mungkin bisa membantu menegosiasikan situasinya. [52]
  8. Selain layanan pihak ketiga sebagai penengah, menemui terapis atau psikolog yang terlatih dalam pengelolaan kemarahan serta resolusi konflik mungkin berguna. Ini terutama berguna jika orang yang marah kepada Anda adalah seseorang yang penting dalam kehidupan, misalnya pasangan, orang tua, saudara, atau anak. Jika kalian terus menerus berdebat atau jika seseorang cenderung cepat marah karena provokasi-provokasi yang kecil, kunjungi tenaga profesional. Ia bisa membantu menengahi situasi serta mengajarkan kemampuan komunikasi dan penyelesaian masalah yang efektif.
    • Terapis bisa mengajarkan cara-cara untuk rileks dan menangani stres kepada anggota keluarga atau teman, metode-metode mengatasi perasaan marah, strategi-strategi mengekspresikan emosi, serta jA therapist can teach your family member or friend ways to relax and handle stress, methods of overcoming angry feelings, strategies of expressing emotions, and ways to recognize negative thought patterns that cause anger. [53]
    Iklan
Metode 5
Metode 5 dari 5:

Meminta Maaf Secara Efektif

PDF download Unduh PDF
  1. Jika Anda melakukan sesuatu yang salah, Anda mungkin harus memperbaiki situasinya dengan meminta maaf dan menebus kesalahan tersebut. [54]
    • Jangan coba mencari alasan untuk perilaku Anda. Jika Anda bersalah, akui kesalahan tersebut.
    • Pikirkan apakah permintaan maaf lebih baik dilontarkan saat berinteraksi atau nanti setelah lawan bicara lebih tenang.
    • Lakukan analisis apakah permintaan maaf Anda akan terasa tulus dan berarti terhadap situasi yang terjadi. Jangan meminta maaf jika Anda tidak bersungguh-sungguh, atau masalah Anda akan bertambah buruk.
  2. Tunjukkan kepada lawan bicara bahwa Anda menyesali kata-kata atau tindakan Anda yang mempengaruhinya. [55]
    • Anda mungkin tidak bermaksud membuatnya marah atau menyakiti perasaannya. Terlepas dari maksud Anda, pastikan Anda mengenali perilaku diri sendiri yang menimbulkan efek negatif.
    • Bingkai permintaan maaf Anda dengan pernyataan penyesalan. Sebagai contoh, Anda bisa mulai dengan mengucapkan "Maaf. Saya tahu saya menyakiti perasaan Anda".
  3. Permintaan maaf harus mencakup pernyataan tentang tanggung jawab agar efektif dan mampu menyelesaikan masalah. Dengan kata lain, nyatakan bagaimana tindakan Anda berkontribusi dalam menciptakan perasaan frustrasi serta sakit hati pada lawan bicara. [56]
    • Contoh pernyataan yang bertanggung jawab adalah, "Maaf. Saya sadar keterlambatan saya membuat kita melewatkan acaranya".
    • Sebagai alternatif, Anda bisa mengucapkan, "Maaf. Saya tahu kecerobohan saya mengecewakan Anda ".
  4. Permintaan maaf tidak akan berguna kecuali Anda menyatakan cara penyelesaian situasi atau cara menghindarinya agar tidak terjadi lagi di kemudian hari. [57]
    • Tawaran ini bisa termasuk tawaran untuk membantu lawan bicara atau cara-cara untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama di masa depan.
    • Sebagai contoh, Anda bisa mengatakan, "Maaf. Saya tahu keterlambatan saya menyebabkan kita melewatkan acaranya. Mulai sekarang, saya akan menyalakan alarm di telepon seluler saya, satu jam sebelum jadwal kepergian ".
    • Contoh lainnya adalah, "Maaf. Saya tahu kecerobohan saya menyebabkan Anda tersandung. Saya akan lebih berhati-hati dalam meletakkan barang bawaan di kemudian hari".
    Iklan

Tips

  • Jangan pernah takut meminta waktu beberapa menit sendirian sebelum menangani situasi yang penuh kemarahan. Dengan begini, Anda akan merasa lega dan terbantu dalam mengontrol emosi.
  • Cobalah terdengar tulus saat meminta maaf. Manusia sangat mampu mendeteksi ketidaktulusan dan ketidakjujuran. Kedua hal ini bisa membuat kita bahkan menjadi lebih marah.
  • Ingatlah: Anda tidak bisa mengontrol respons orang lain. Anda hanya bisa mengontrol tindakan diri sendiri.
Iklan

Peringatan

  • Berhati-hatilah akan orang-orang yang mengatakan hal-hal seperti “Mengapa Anda selalu membuat saya sangat marah?”. Ini merupakan tanda bahwa mereka tidak menerima tanggung jawab atas perilakunya.
  • Jika Anda merasa dalam bahaya, hubungi bantuan dan cobalah meninggalkan situasinya.
  • Jangan gunakan bahasa atau perilaku yang kasar.
Iklan
  1. http://psychcentral.com/blog/archives/2012/07/26/how-to-switch-off-an-angry-person/
  2. http://www.health.harvard.edu/mind-and-mood/relaxation-techniques-breath-control-helps-quell-errant-stress-response
  3. http://academicaffairs.ucsd.edu/_files/ug-ed/uaac/Dealing_with_an_Angry_Individual.pdf
  4. http://psychcentral.com/blog/archives/2012/07/26/how-to-switch-off-an-angry-person/
  5. http://pss.sagepub.com/content/23/4/346.short
  6. http://www.medicalteams.org/docs/default-source/Volunteer-Materials/preventing_and_diffusing_anger_and_hostility.pdf?sfvrsn=2
  7. http://www.medicalteams.org/docs/default-source/Volunteer-Materials/preventing_and_diffusing_anger_and_hostility.pdf?sfvrsn=2
  8. http://www.medicalteams.org/docs/default-source/Volunteer-Materials/preventing_and_diffusing_anger_and_hostility.pdf?sfvrsn=2
  9. http://psycnet.apa.org/journals/psp/81/1/17/
  10. http://www.bodylanguageexpert.co.uk/bodylanguagetodealwithdifficultpeople.html
  11. http://www.northeastern.edu/careers/blog/keep-calm-and-body-language/
  12. http://changingminds.org/techniques/body/assertive_body.htm
  13. http://www.cci.health.wa.gov.au/docs/Assertmodule%202.pdf
  14. https://access.ewu.edu/caps/facultystaffres/defusinganger
  15. http://www.health.qld.gov.au/mentalhealth/docs/aggressive.pdf
  16. http://www.chinnstreetcounseling.com/zomerland/zomerland_11.shtml
  17. http://bigthink.com/risk-reason-and-reality/the-risks-of-hunger-it-makes-you-take-more-risks
  18. http://greatergood.berkeley.edu/article/item/sleep_before_you_bicker
  19. http://www.ext.colostate.edu/pubs/consumer/10237.html
  20. http://academicaffairs.ucsd.edu/_files/ug-ed/uaac/Dealing_with_an_Angry_Individual.pdf
  21. http://academicaffairs.ucsd.edu/_files/ug-ed/uaac/Dealing_with_an_Angry_Individual.pdf
  22. http://www.mindtools.com/pages/article/dealing-with-angry-people.htm
  23. http://www.angermanagementresource.com/angry-people.html
  24. http://www.mindtools.com/CommSkll/ActiveListening.htm
  25. https://access.ewu.edu/caps/facultystaffres/defusinganger
  26. http://www.mindtools.com/CommSkll/ActiveListening.htm
  27. http://bottomlinehealth.com/how-to-handle-someone-elses-rage/
  28. http://www.mindtools.com/pages/article/dealing-with-angry-people.htm
  29. https://access.ewu.edu/caps/facultystaffres/defusinganger
  30. http://www.medicalteams.org/docs/default-source/Volunteer-Materials/preventing_and_diffusing_anger_and_hostility.pdf?sfvrsn=2
  31. http://bottomlinehealth.com/how-to-handle-someone-elses-rage/
  32. https://www.psychologytoday.com/blog/how-we-work/201304/what-do-when-you-ve-made-someone-angry
  33. http://www.ext.colostate.edu/pubs/consumer/10237.html
  34. http://www.mindtools.com/CommSkll/ActiveListening.htm
  35. http://www.mindtools.com/pages/article/dealing-with-angry-people.htm
  36. http://bottomlinehealth.com/how-to-handle-someone-elses-rage/
  37. http://bottomlinehealth.com/how-to-handle-someone-elses-rage/
  38. http://www.ext.colostate.edu/pubs/consumer/10237.html
  39. http://www.medicalteams.org/docs/default-source/Volunteer-Materials/preventing_and_diffusing_anger_and_hostility.pdf?sfvrsn=2
  40. https://access.ewu.edu/caps/facultystaffres/defusinganger
  41. http://strategicdiscipline.positioningsystems.com/blog-0/bid/82716/Verbal-Eraser-Destroys-Positive-Reinforcement
  42. http://bottomlinehealth.com/how-to-handle-someone-elses-rage/
  43. http://www.ext.colostate.edu/pubs/consumer/10237.html
  44. http://www.apa.org/topics/anger/help.aspx
  45. http://www.umass.edu/fambiz/articles/resolving_conflict/meaningful_apology.html
  46. http://www.umass.edu/fambiz/articles/resolving_conflict/meaningful_apology.html
  47. http://www.umass.edu/fambiz/articles/resolving_conflict/meaningful_apology.html
  48. http://www.umass.edu/fambiz/articles/resolving_conflict/meaningful_apology.html

Tentang wikiHow ini

Halaman ini telah diakses sebanyak 15.348 kali.

Apakah artikel ini membantu Anda?

Iklan